31. Apology

199 19 2
                                    

Mama mengetuk pintu kamar Saura. Berniat untuk membangunkan putrinya karena adzan subuh telah berkumandang. Wanita itu ingin mengajak Saura shalat subuh berjama'ah di mushola rumahnya.

"Kak, Mama masuk, ya?" sahut Mama. Lalu memutar kenop pintu kamar Saura. Pintu itu beliau buka dan menampakkan Saura yang meringkuk di atas kasurnya dengan mukena yang sudah membalut tubuhnya. "Kak?"

"Hm?"

"Yuk, shalat." ajak Mama.

Saura mengangguk, kemudian bangkit.

"Kamu kenapa? Sakit?"

"Enggak, kok, biasa aja."

"Bohong. Matanya sembab gitu. Nangisin apa?"

"Abis nonton film."

Mama menghela napas rendah. Wanita beranak 4 itu dengan lembut mengelus kepala Saura, "pasti mikirin Ethan." duga Mamanya, "ayo, shalat. Ethan kalo dipikirin doang nggak akan dateng."

"Terus aku harus apa?" tanya Saura polos.

"Lanjut masang lego aja."

Jawaban Mama membuat Saura tambah lesu. Makin hari kenapa rasanya seperti hidup segan mati tak mau. Beginikah nasib perempuan yang dilihat dari segi keluarga dan keuangannya baik-baik aja, pasti ada kalanya tidak beruntung dalam percintaan. Allah memang maha besar dan maha adil. Setidaknya Saura bersyukur akan hal itu. Ini jauh lebih baik dari segala-galanya. Ia yakin, hanya waktulah yang saat ini tengah berlari kepadanya untuk sesuatu yang jauh lebih indah di kemudian harinya.

"Mah, Kakak mau cerita." tukas Saura.

"Shalat dulu." sela Mama.

Tak lama, Papa dan Jiel datang ke mushola. Mereka pun shalat subuh berjama'ah. Sampai beberapa menit kemudian, mereka pun selesai shalat subuh. Saura dan Jiel saling menyalimi orang tuanya. Papa duduk bersila dan fokus berzikir. Jiel duduk bersandar di tembok dan memainkan ponselnya.

"Mau cerita apa, Kak?"

Saura melirik Mama sebentar sembari melipat mukenanya. "Hildan—ternyata dia beneran suka sama Kakak."

Mama yang tadinya kurang minat mendengar cerita Saura sontak membelalak dan terkekeh, "oh ya?! Terus-terus Kakak gimana ke dia responsnya?"

"Nggak gimana-gimana. Hildan cuma confess aja, kok. Terus aku juga bilang kalo masih ada yang ditunggu."

"Oh, gitu..." balas Mama dengan suara rendah, "ya udah asal kalian sama-sama kasih pengertian. Kamu-nya udah minta maaf belom ke dia?"

"Udah, Mah. Beribu maaf malah," kata Saura, "Mama jangan mikir aku sombong atau apa, ya, soal ini. Bukannya nggak bersyukur karena ada orang yang nyimpen perasaan ke aku. Tapi ada kalanya aku juga harus sadar diri kalo perasaan yang aku punya untuk Ethan belom selesai, aku nggak mau nyakitin orang lain. Termasuk Hildan."

"Iya, Mama ngerti, Kak." balas Mama sambil tersenyum. "Anggaplah Kakak sedang menunggu waktu yang tepat dan orang yang tepat untuk Kakak. Rumah tangga bakal kerasa indah kalo dijalani sama orang yang tepat dan mencintai kita."

"Iya, Mah.." Saura tersenyum dan memeluk Mamanya dengan erat.

"Kak, ada kajian ustadz Khairul Syarif di hotel Horison. Ikut, yuk!" ajak Jiel. "Jiel punya tiket dua. Sayang kalo nggak dipake."

"Malas." respons Saura sambil membaringkan tubuhnya dan menggunakan paha Mamanya sebagai bantalan.

"Astaghfirullahalazim! Nggak boleh gitu lu wanita akhir bulan!" Jiel sampai menyebut melihat respons Kakaknya.

Terlalu Siang [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang