3. Oh Bro! None about this flower

267 28 0
                                    

Saura tiba di rumahnya pada pukul 7 malam. Ia memakirkan mobilnya agak jauh dari perkarangan rumah karena di depan rumahnya persis, banyak sekali motor terparkir.

Kebetulan malam ini keluarganya mengadakan pengajian untuk mendo'akan kelancaran pernikahan Aliyah yang akan dilaksanakan minggu depan.

Sudah dipastikan rumahnya kedatangan banyak orang. Mungkin setengah diantaranya merupakan teman-teman Aliyah.

Sebab pengajian sudah dimulai dan ruang tamu dipenuhi banyak orang, Saura jadi bingung untuk masuk ke rumah. Sementara rumahnya tidak dilengkapi dengan pintu dari sisi lainnya. Ia menghela napas. Satu-satunya cara adalah dengan duduk di kursi yang ada di garasi.

Beberapa lelaki duduk di depan, termasuk Jiel yang bukannya ikut mengaji malah sibuk mengobrol dengan teman-temannya Aliyah.

Saura tak menyapa. Gadis itu meluruskan matanya ke ponsel dan duduk di kursi.

"Eh Tante Ura udah dateng." sahut Kak Sisil, kakak iparnya yang merupakan istri kakak pertamanya, Kak Alden. Wanita beranak satu itu tengah menggendong seorang bayi perempuan di dekapannya. Tentu saja itu anaknya.

"Omaygad cantiknya Tanteee!" sambut Saura dengan riang dan langsung mengambil alih Raya, nama keponakannya. Pemegang tahta sebagai cucu pertama di keluarganya.

"Kamu baru balik, Ra." ucap Kak Sisil basa-basi.

Saura mengangguk sembari mengangkat bayi berumur 7 bulan itu ke udara, "iya, Kak. Biasa jam segini, kok."

"Kakak mau bantu-bantu tapi nggak bisa lewat ruang tamu." kata Kak Sisil sambil melongok ke dalam.

"Emangnya Kakak baru dateng?" tanya Saura seraya menciumi pipi gembul Raya.

"Iya, tadi Mas Alden pulang sore banget. Jadinya kita baru sampe, deh."

Saura mengangguk paham. "Iya, aku juga mau masuk nggak bisa nih. Nggak enak."

"Bun, dipanggil Mama, tuh." celetuk Kak Alden yang baru datang entah dari mana. Kak Sisil mengangguk. Lalu mengambil alih Raya dari tangan Saura dan berlalu untuk menghampiri Mama.

Tinggallah Saura dan Kak Alden yang kini duduk di kursi sebelahnya Saura.

"Ra."

"Oit," respons Saura ketika Kakak sulungnya memanggil.

"Kamu ikhlas dilangkahin Aliyah?"

"Nggak."

Kak Alden sontak menoleh ke arah sang adik. Saura tertawa-tawa setelah menjawab pertanyaan Kakaknya.

"Asal dikasih wuling air ev warna pink!" timpal Saura, masih sambil tertawa-tawa. "Tiga ratus juta nggak berat bagi Aliyah dan Farza deh, Kak."

"Jangan suka beratin orang. Yang wajar-wajar aja, Ra." tegur Kak Alden. Baginya, meminta mobil sangat memberatkan kedua pengantin.

Saura mengangkat kedua bahunya. Ia tak mengindahkan teguran sang kakak.

"Tadinya aku diskusi sama Mama tentang kamu."

Saura menoleh. Ia tertarik dan penasaran kalau pembahasan menyangkut sang Mama. Ada apa lagi dengan Gusti Kanjeng Ratu Mama dari empat anak itu?

"Pasti tentang jodoh, ya." tebak Saura.

Tebakan gadis itu hampir benar karena respons Kak Alden yang diam dan menipiskan bibirnya.

"Belom ada. Bilangin Mama." Saura mendahului. Sebab ia tahu akan ke mana arah pembicaraan ini.

"Aku sama Mama ngira, di antara persiapan pernikahan Aliyah dan calonnya, kamu bakal duluin adik kamu, Ra. Ternyata tetep dilangkahin Aliyah."

"Ya orang Aliyah udah dapet jodohnya duluan mau diapain lagi?"

Terlalu Siang [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang