10. God, Ethan, Cathedral n' Saura

199 23 0
                                    

"Heh setan!" Misuhan yang berasal dari ponselnya Ethan itu pun mampu membuat Ethan menggertakan giginya. Pria itu hanya melirik sebentar ponselnya yang tergeletak di atas kasur. Ethan tengah bertelepon dengan seseorang. Ia menyalakan fitur loud speaker supaya suaranya lebih keras.

Ethan sibuk membenarkan dasi warna hitamnya. Pakaiannya formal dengan jas berwarna beige dengan celana bahan berwarna sama. Serupa dengan warna almameter mahasiswa UGM. Tatanan rambutnya rapi. Klimis, sedikit basah dan tersibak ke belakang. Membuat jidat paripurnanya terpancar sempurna.

Hari ini, di minggu yang agung baginya, ia akan pergi keluar. Kalau ada yang beranggapan bahwa ia akan pergi untuk menonton konser, maka anggapan itu salah. Tolakan Saura membuatnya batal menonton aksi panggungnya Mahalini yang digelar di mall yang ada di Karawang.

"Gua udah di depan setan!" Lagi-lagi suara dari ponselnya terdengar. Desahan murka karena tidak digubris membuatnya tampak emosi.

"Sabar, konyol." balas Ethan balik murka. Ia pun meraih ponselnya, "gua masih pake sepatu dulu. Lu masuk aja ke dalem. Ada bibi, kok."

"Males anjir, udah lah gua tunggu di sini." kata orang tersebut. "Jangan lupa bawa Al-Kitab lu!" Ingatnya pada Ethan.

Ethan berdiri dan membuka lacinya untuk mengambil kitab suci yang ia punya.

Ya, minggu pagi ini Ethan akan pergi ke gereja. Melakukan ibadah sesuai dengan keyakinan yang ia miliki.

"Riko, telponnya gua matiin. Gua otw ke bawah." kata Ethan dan mematikan sambungan telpon secara sepihak. Pria itu langsung keluar kamar dan menuruni tangga. Di rumahnya yang cukup besar ini, ia hanya tinggal sendiri. Tidak sendiri juga, sih, sebab kalau pagi sampai malam, rumahnya ada Bibi dan Pak Tarna, asisten rumah tangganya.

Jan Ethan Mahadana merupakan putra tunggal dari pasangan Hadid Mahadana dan Katarina Prajathie, yang mana keduanya telah meninggal dunia. Meninggalkan Ethan seorang diri dan pria itu jadi yatim-piatu. Saat Ethan masih SMA, Katarina meninggal lebih dulu karena sakit kanker rahim yang dideritanya. Sedang Hadid, ayahnya, menyusul dua tahun kemudian karena serangan jantung. Ethan ditinggalkan sendirian di rumah sebesar ini. Itulah mengapa sebenarnya ia jarang pulang dan kerap kali liburan keliling dunia sekalipun karena kesepian.

Ethan berhenti di depan foto besar mendiang Maminya. Di depan foto itu, ada banyak sekali lilin-lilin yang berdiri di atas bupet, serta tanda salib yang dengan kokoh ikut berdiri di antara kerumunan lilin. Tangan Ethan meraih korek gas yang ada di laci meja. Lalu, menyalakan lilin-lilin itu supaya bisa mencahayakan Mami. Memberikan penghormatan kepada Mami kesayangannya.

Dalam hati, Ethan menyerukkan do'a untuk kedua orangtuanya.

"Saya pergi ke gereja dulu, Mi. Istirahat yang tenang. Surga menyertai Mami."

Kepalanya menoleh ke foto besar Papinya yang ada di sebelah foto Mami. Ethan tersenyum melihat foto Papi yang tampak gagah gemilang. Kebanggaan Ethan. Role model Ethan karena kegigihan Papinya semasa hidup. Tidak lupa kebaikan Papi yang mana di mata Ethan, tak luput diterjang ujian Tuhan.

"Saya pergi ibadah dulu, ya, Pi. Seperti Papi, yang taat beribadah ke Tuhan-Nya Papi."

"Leh, mau ke mana?" Bibi datang dari luar, lalu bertanya seperti itu. Mata wanita berpakaian coklat itu menangkap kitab yang didekap Ethan, "oh, mau ke gereja."

"Yoi, Bi." jawab Ethan, ia menyengir. Ethan pun menyalimi Bibi, "saya pergi dulu, Bi.

"Nggak makan dulu?"

Ethan menggeleng pelan, "entar aja, sekalian mau jalan. Tuh, si Riko udah di depan."

Bibi mengangguk kukuh, tak lupa mengembangkan senyum untuk anak asuhnya ini, "baru kali ini lagi kamu ke gereja, Leh. Biasanya ndak pergi."

Terlalu Siang [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang