11. What are We?

172 16 0
                                    

Saura mengeluarkan ponselnya dari tas. Ia akan memfotokan baju batik keris yang Papa pesan. Setelah makan siang dan puas bermain timezone di Summarecon Mall Bekasi, Saura dan Harsya pun mampir ke outlet batik keris. Hendak membelikan baju batik pesanan Papa.

"Coba-coba, deh, Mas, kamu jembrengin ke badan kamu. Aku fotoin ke Papa." Harsya mengangguk menurut dan memegang batik pilihan Saura ke badannya.

Setelah difoto, Saura langsung kirim ke Papanya. Bertanya pada Papa apakah motif batiknya sudah sesuai dengan seleranya atau belum.

"Tapi Papa kamu udah punya belum, Dek, motif yang kayak gini?" tanya Harsya.

"Setauku, sih, belum." jawab Saura sambil lihat-lihat motif lain, "Papa, tuh, agak picky soal batik ginian. Makanya kadang bingung kalo mau beliin Papa batik, tuh."

"Oh, gitu..." respons Harsya sambil menganggukkan kepala.

Tak lama, ponsel Saura berdering dan nama Papa muncul di layar.

"Halo, Papa." ucap Saura. Perempuan itu mengaktifkan mode loud speaker di hapenya.

"Kak? Gimana ada yang bagus, nggak?" tanya Papa dari seberang telpon.

"Kakak nggak tau, Papa liat wa aku aja, Papa suka yang mana."

"Bentar..." beberapa detik hening karena Papanya tak kunjung bersuara, "Kak, yang merah maroon, nih, bagus. Kayaknya yang itu aja."

"Oh yang itu. Tadi dipilihin Mas Harsya."

"Bagus, Kak. Udah, yang itu aja. Papa belum punya motif yang itu."

"Oke, deh." Sambungan telpon pun terputus.

"Gimana, Dek?" tanya Harsya.

"Papa mau yang pilihan Mas tadi, yang maroon." jawab Saura dan langsung mengambil kembali batik warna merah maroon. Perempuan itu tersenyum manis sambil melihat batiknya Papa. Batik pilihan Mas Harsya yang langsung klop sama kesukaan Papa. Tuh, kan, gini doang Saura jadi baper. Hahaha. Bercanda. Biasa aja, suwer!

"Alhamdulillah..." Harsya menghela napas lega. Pasalnya hampir satu jam mereka ada di outlet batik keris. Sejujurnya Harsya kurang suka jika harus ikut berbelanja seperti ini. Terlalu menguras energi.

"Mas Harsya, maaf, ya, jadi bosen nungguin aku belanja." Mata Saura berbinar dan menatap Harsya dengan lucu. Si Pria manis itu tertawa pelan dan mencubit pipi Saura karena gemas.

"Nggak apa-apa, Dek." katanya.

"Tapi Mas Harsya jadi bosen." cicit si gadis berbaju putih tersebut.

"Totalnya jadi 650 ribu, Kak." Sang kasir mulai menyebutkan harganya. Menyuruh Saura untuk segera membayar. Perempuan itu sibuk merogoh dompetnya dan memberikan kartu debitnya kepada pelayan.

Namun, saat Saura menyodorkan kartunya, Harsya mengambil start terlebih dahulu. Ia juga menyodorkan kartunya padahal pria itu tidak ikut membeli baju.

"Pakai ini aja, Mbak." timpal Harsya sambil memberikan kartunya ke kasir.

"Eh, jangan. Mbak pake ini aja. Mas, apaan, sih, udah, ah." Saura menyingkirkan kartu Harsya dan menyodorkan kartunya.

"Jangan diterima, Mbak. Pake yang punya saya aja." Harsya meraih kartunya lagi dan memberikannya ke kasir. Saura lagi-lagi menolak. Membuat sang kasir menahan tawa karena melihat customer-nya saling berdebat.

"Jangan, Mas, please. Nggak boleh repot-repot. Kamu 'kan nggak beli apa-apa."

"Nggak apa-apa, Dek Saura. Lagian, ini 'kan untuk calon mertua saya."

Terlalu Siang [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang