5

26.2K 103 6
                                    

***

Sembari menunggu sarapan siap, aku putuskan untuk mandi. Terlebih dahulu aku mengambil pakaian ganti dan peralatan mandi. Jangan lupakan handuk warna biru tua dengan lambang klub sepakbola favoritku, Chelsea.

Di bilik kamar mandi yang terbuat dari dinding beton setinggi dua meter, aku memulai ritual pertama.

Berak.

Aku bakar rokok untuk menambah daya dobrak pusaran energi kue coklat lezat yang keluar dari dalam blackhole.

Kuhabiskan terlebih dahulu rokokku, lalu kubuang ke dalam septic tank. Segera aku membasuh tangan dan lubang matahariku dengan sabun cair. Kulanjutkan menyiramkan air dingin dari bak mandi.

Brrrr!

Aku berasa sedang mandi air es. Bajingan.

Rambut kutuang shampoo. Badan kuoleskan sabun cair. Menggosok rambut terlebih dahulu sampai berbusa, lalu meratakan sabun cair di setiap titik tubuhku yang terjangkau tangan.

Ritual terakhir, tentu saja memanjakan si otong kesayangan spek berurat yang kuberi nama Palu Gatot, alias panjang berbulu gagah dan berotot.

Rerumputan hitam yang menghiasi Palu Gatot-ku mulai lebat seiring bertambahnya umurku. Terlebih aku jarang cukur-mencukur. Tahu sendiri bukan kalau dipangkas sampai pendek, apalagi sampai gundul, pas menggenakan celana dalam, rasanya kurang nyaman. Bajingan.

Sambil menyabuni dan membelai lembut batang coklat kebanggaanku yang pagi ini dalam sleep mode, aku merasakan nikmat. Dan entah mengapa, aku justru mendongak. Memejamkan mata. Meresapi tangan laknat yang dengan kurangnya berubah haluan menjadi kocokan.

Bayang-bayang kemolekan tubuh artis porno favoritku mulai menginvasi otakku. Membawa serta rasa hangat dan nafsu yang mulai berkobar. Bentukan batang kontol coklatku mulai memanjang, besar. Berikut urat-urat kekar yang mulai menonjol.

Semakin cepat. Cepat. Entah mengapa, saat kocokanku tak lagi bisa dihentikan, nafsu birahiku yang menari-nari di dalam pikiran semakin liar.

Tanpa bisa dicegah, mulutku mendesah, "Sssshhh ... mantap banget, Sayang! Ahhhh! Sepong terus ... ssshhhh ... mentokin, Sayang!"

Clek! Clek! Clek!

Perpaduan sabun cair, sedikit air, dan suara eranganku tentu saja mengundang sosok yang tak kuharapkan. Sosok yang berdiri mengintip dari pintu kamar mandi yang satu engselnya sudah rusak.

Ya, Nenek mengintipku yang sedang onani ria dengan sorot nanar saat di mana mataku mulai terbuka. Seiring desakan lahar panas yang sebentar lagi meledak.

"Ahhhhhh!" tak kupedulikan Nenek. Aku semakin menggila. Mengocok tanpa mengurangi kecepatan. Yang kemudian, badanku bergetar. Kedua kakiku mulai goyah.

Sedetik ...

Crot! Crot! Crot!

Desahanku tertahan nikmat. Semburan sperma meluncur cepat menembak dinding kamar mandi. Lelehan putih kental bau santer tercium wangi pandan.

"Ahhh ... shit ...." Aku ngos-ngosan. Gerakan mengocok tangan kanan sialanku melambat. Lalu, berhenti.

Tap, tap, tap.

Dan sedetik, terdengar langkah kaki mendekat. Herannya, aku justru mematung di tempat. Pun dengan mataku yang tetap setia memperhatikan gerak-gerik Nenek. Kepalang basah. Kucoba mencari sebuah pembelaan andai nantinya Nenek menghujat cucunya yang dengan kurang ajarnya onani sambil mendesah mesum.

"Lapo, Le?" (Ngapain, Nak?) setelah beberapa lama terdiam, Nenek buka suara. Matanya tak lepas dari batang kontolku yang masih tegang seperti semula. Seakan satu kali pengeluaran benih-benih calon astronot tak ada pengaruhnya. Tetap perkasa dan mendongak angkuh nan pongah.

Nenekku, Pahlawanku 21+ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang