***
Hanya perasaanku saja atau bagaimana, tangisan Tante Ima seperti angin berlalu. Aku menghitung ada sekitar 50 detik Tante Ima meneteskan air mata, dan sekarang malah tertawa cekikikan bersama Nenek. Duduk bercengkrama di atas kursi bambu sambil merokok berdua.
"Hahahahaha. Jadi Umi dibuat mancur-mancur pertama kali cuma pake mulut sama jarinya di Kobe?" seloroh Tante Ima dengan tawa mengejeknya. Dilanjutkan menghisap rokok susah payah karena sudut bibirnya sobek.
"Iya. Umi juga ndak percaya kalau Umi justru mendapatkan kepuasan terbaik sama cucu sendiri. Sensasinya ndak bisa dibayangkan pokoknya, Im. Hahaha." Nenek menyahut dengan pandangan sipit karena matanya masih bengkak.
Aku geleng kepala. Sungguh menjengkelkan. Mereka ini tak bisa ditebak. Baru saja bertengkar sampai berdarah-darah, sekarang justru nampak akrab seperti ibu dan anak kebanyakan.
Kendati dijadikan bahan rumpi, aku tetap santai seperti biasa. Mencoba untuk menganggap hal ini sebuah kewajaran.
"Pas tahu Kobe punya bakat di ranjang kayak Abah, Umi putuskan untuk mengakhiri hubungan sama Adam kemarin, ya, kan?" Nenek berceloteh dengan gaya bicaranya yang seperti ABG.
"Terus, Adam terima gitu aja?"
"Endak. Adam malah minta jatah terakhir buat perpisahan."
"Umi kasih?"
"Iya. Umi kasih. Kasih hujatan."
HAHAHAHAHAHA!
Ledakan tawa keduanya membahana ke seantaro pekarangan belakang rumah. Disusul semilir angin pagi yang sejuk pedesaan, baik Nenek mau pun Tante Ima bercakap-cakap soal peranjangan. Yang sesekali mereka melirikku. Lirikan nakal bin cabul.
"Ngomong-ngomong, maaf kalau Ima salah bicara dan membentak Umi." Tante Ima berkata sungkan. Sebab, beberapa menit yang lalu, setelah pikirannya tenang, Nenek menjelaskan dengan gayanya yang keibuan dan suka heboh sendiri jikalau menyampaikan segala sesuatu berbau seksual.
"Ndak usah dipikirkan lagi. Tadi Umi emosi. Habisnya mulutmu ndak pakai rem kalau ngomong." Nenek menjawab enteng.
Tante Ima mengangguk sambil tersenyum. Pun Nenek yang balas tersenyum menenangkan.
Keduanya kembali cair dalam obrolan yang membahas maksud kedatangan Tante Ima ke rumah. Bahwasanya, Tante Ima mengutarakan tujuannya ke mari untuk menyapaku karena sudah lama sekali tak bertemu.
Tante Ima juga mengatakan jika ia bisa masuk ke dalam rumah karena kaget pintu rumah tidak dikunci. Mana Tante Ima terkejut saat mendengar suara Nenek yang merintih, mendesah, di kamar. Setahu Tante Ima, Nenek tak pernah mengundang seorang lelaki untuk bermain gila. Apalagi di rumah ada Kakek. Maka dari itu, Tante Ima yang bisa dibilang tidak bodoh-bodoh amat, segera tahu bila ada dua kemungkinan. Nenek masturbasi. Atau Nenek bercinta denganku. Dari dua kemungkinan itu, yang terakhirlah jawaban dalam benak Tante Ima.
"Ima tahu kalau selama ini Umi punya hubungan dengan lelaki lain. Lebih dari satu. Tapi Ima memilih diam. Kenapa? Soalnya Ima juga tahu Abah sudah mengkhianati cinta Umi dengan menghamili janda gatel itu," pungkas Tante Ima, sembari menekankan kata 'janda gatel'. Ada nada gemas ingin menghantamkan dongkrak di sana.
Nenek tercekat. Matanya terbelalak. Untuk beberapa saat, Nenek termangu dalam lamunan dan rasa bersalah. Di detik berikutnya, Nenek berdeham, "Kamu marah sama Umi, Nduk?"
Anggukan mantap Tante Ima berikan. "Pasti. Cuma Ima ndak mau menyalahkan Umi sepenuhnya. Selagi Umi melakukannya tanpa paksaan, Ima ndak mau ikut campur urusan Umi. Apapun itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nenekku, Pahlawanku 21+ [END]
Fantasy*** WARNING!!! CERITA DEWASA PENUH ADEGAN SEKS KOMPLEKS, KATA-KATA KOTOR, VULGAR, DAN SEDIKIT SARKAS. DIMOHON DENGAN BIJAK PARA PEMBACA UNTUK MEMILIH BACAAN. TERIMA KASIH. *** Sinopsis Karena sebuah alasan, Kobe te...