10

15.3K 73 2
                                    

***

Satu ronde yang cukup mendebarkan menguji adrenalin telah usai.

Setelah bersih-bersih ala kadarnya, kami masuk ke kamar. Kamarku.

Kata Nenek, ia masih rindu kepadaku. Makanya minta tidur bareng. Padahal itu hanya akal-akalan Nenek agar dimanja olehku.

Alhasil, bermodalkan lampu ublik yang menerangi di sudut ruangan, aku rebah di atas ranjang sambil memeluk Nenek. Kuelus-elus rambutnya yang lepek karena masih berkeringat.

Satu kalimat bernada perintah yang meluncur dari Nenek sebelum akhirnya terlelap adalah, "Nenek pengen tidur sambil tempek Nenek diganjel kontol gedhemu, Le."

Aku tak langsung menuruti. Bukan apa-apa. Aku hanya takut berakhir Nenek mendesah-desah keras seperti tadi. Bukan tak mungkin jikalau Kakek yang entah sedang apa di kamar depan, mendengar istri binalmya ini bermain gila bersama cucu kesayangannya.

Beberapa saat berlalu. Dengan tetap memeluk Nenek yang mendengkur halus, tetiba aku dikejutkan oleh getar ponselku yang kontan layarnya menyala menerangi kamar.

Tanganku terulur panjang menjangkau nakas. Kulihat di layar ada pesan dari Bu Rini. Wanita paruh baya yang sebentar lagi menggendong cucu. Cukup kubaca dari bar notifikasi tanpa membuka isi chatnya.

Bu Rini
Nak, kamu di mana?
Emak nungguin kamu

Aku menahan nafas. Tegang. Panas dingin. Baru saja aku mengeluarkan spermaku. Terlebih kekuatanku berkurang setengah. Apa kira-kira aku kuat? Apa aku mampu?

Terlalu banyak berpikir tidak menghasilkan apa-apa. Kuputuskan untuk membalas pesan Bu Rini: singkat, padat, liar.

Kobe
OTW DEMI SEMONGKO!

Otw sih otw. Tapi masalahnya sekarang adalah, bagaimana aku keluar dari situasi ini? Di bawah selimut tebal motif zebra, Nenek yang telanjang bulat memeluk badanku erat. Sebagian tubuhnya menimpa tubuhku.

Aku berpikir keras. Mengetuk-ngetuk kening. Mencari solusi. Kuedarkan pandanganku ke sekitar. Tak ada inspirasi. Buntu.

Sepertinya malam ini harus batal demi memakan semangka Bu Rini yang mantul-mantul padat berisi. Niatku sudah lenyap. Nafsuku yang semula menggebu mulai ambyar.

Hingga kemelut pikiranku yang semakin tergerus bayang kenikmatan bersama Nenek yang baru saja kami rengkuh menyelinap menggelitik batang kontolku. Membuat si Palu Gatot kembali ereksi.

Namun, apalah daya. Rasa kantuk ikut menyerang. Lebih kuat ketimbang kontolku yang mengangguk-angguk di bawah meminta jatah. Lagi.

Sedetik. Dua detik.

Mataku terpejam.

Kegelapan pun menyambut kedatanganku dengan senyum lebar. Membawaku masuk lebih dalam, lalu ... hanyut.

***

Keras suara kokok ayam di pagi hari membangunkanku dari dunia mimpi.

Mengerjapkan mata sebentar. Sekalian mengumpulkan nyawa, aku menguap lebar. Selangkanganku sedikit ngilu, tapi badanku jauh lebih segar ketimbang malam sebelumnya.

Apakah ini yang dinamakan the power of ngentot?

Pantas saja semua orang suka bercinta. Tak peduli statusnya sah secara agama dan negara atau tidak, asal dua hati mengikrarkan cinta, penyatuan kelamin jelas tak terhindarkan. Luapan cinta sedahsyat itu.

Tetapi, sesuatu yang bernama cinta itu apakah sudah tumbuh di dalam hatiku untuk wanita berumur 55 tahun yang tidur laksana kucing garong ini? Iya, kucing garong. Lihat saja. Tanpa sehelai benang pun, kaki kanan wanita tua ini berada di wajahku. Sedang kaki kirinya sedikit menekuk menjejak di dadaku. Apa wanita tua ini layak mendapat cinta anak muda sepertiku?

Nenekku, Pahlawanku 21+ [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang