6.

1.9K 169 13
                                    

Haloooo, aku update lagi~

Makasih buat yang udah ninggalin VotMen di ch kemarin

Kalian paling nungguin Abang apa Adek, sih?

Piridiinngggg~

"Adek masih ngambek, nih, sama Abang?" Jaehyun noel-noel pipi adeknya, mendesah pelan.

Padahal sudah dua hari lewat, tapi Haechan masih tidak mau bicara sama Jaehyun. Aneh.

Haechan masih menumpang pada Jaehyun untuk berangkat dan pulang ke sekolah, tapi dia benar-benar mendiamkan abangnya itu. Tidak mau bicara sama sekali walau sudah Jaehyun bujuk terus-menerus.

"Abang, kan, khawatir sama kamu, Dek. Abang nggak mau kalau Adek pacaran terus patah hati lagi. Atau ujung-ujungnya malah kayak kasus sama Jennie kemarin."

Haechan masih bungkam, memilih asik dengan pekerjaan rumahnya walau sedari tadi Jaehyun terlihat berusaha membujuknya.

Jaehyun itu tidak asik, terlalu mengekang, bahkan melebihi kedua orang tua mereka. Padahal orang tua mereka juga kayaknya tidak sampai seprotektif Jaehyun kalau menjaga Haechan, tapi Jaehyun malah kelewat emakabel sifatnya.

Yah, walau nyatanya ibu mereka tidak setuju jika anak-anaknya memiliki pacar saat masih di bangku sekolah. Oh iyaaa, kalau Haechan ingat-ingat lagi, sebenarnya Jaehyun merahasiakan hubungan Haechan dan Jennie dulu. Jaehyun juga tidak masalah dengan apa yang Haechan lakukan selama pacaran sama Jennie.

Hah! Haechan jadi bingung, deh, kakaknya itu sebenernya baik atau jahat? Dia mau batesin Haechan atau enggak, sih? Nggak konsisten banget gituloh!

"Menyebalkan!" gerutu Haechan.

"Apa? Kenapa?" Jaehyun yang akhirnya mendengar suara Haechan segera bereaksi tanpa diminta.

"Ada soal yang nyebelin, Dek? Sini, Abang bantuin!" tawar Jaehyun, berharap Haechan mau memaafkannya—walau jujur, nih, ya, Jaehyun sama sekali tidak paham letak kesalahannya di mana. Dia cuma berusaha berbaikan dengan Haechan.

Haechan kembali bungkam. Ingat, dia masih kesal pada Jaehyun. Dia masih mau marah. Dia tidak mau luluh dengan cepat! Pokoknya misi marah ke Jaehyun tidak boleh berhenti begitu saja kali ini.

"Adek. Adeknya Abang," panggil Jaehyun, telunjuknya dia gunakan untuk menekan pipi Haechan yang kelebihan lemak. "Kayak mochi," kekehnya pelan.

Kalau dilihat, tubuh Haechan memang tidak gemuk. Hanya saja, pipi Haechan benar-benar gembil, terlihat lebih subur dari ukuran badannya. Jaehyun menahan diri agar tidak tertawa keras, bisa semakin runyam masalah mereka nanti. Si adek aja masih belum bisa dibujuk sampai sekarang.

"Adek," panggil Jaehyun entah untuk yang keberapa kalinya. "Nanti Ibu marah lho kalau kita marahan lebih dari tiga hari."

"Kan baru dua hari, Adek masih boleh marah sampai besok!" tanggap Haechan santai.

Jaehyun mendesah pelan, benar juga.

Eh, tidak, tidak, tidak!

Dia sudah tidak tahan dengan kekesalan Haechan beberapa hari ini. Jaehyun ingin berbaikan hari ini juga, bukan besok-besoknya.

"Ehm, tapi 'kan kalau baikannya lebih cepat lebih baik."

"Enggak apa-apa. Adek masih mau kesal," jawab Haechan tanpa beban. Adeknya setan, ya, gini, udah terlatih buat mengikuti jejak kesetanan abangnya juga tanpa sadar.

"Kalau Abang beliin es krim, mau maafin Abang, nggak?" tanya Jaehyun, menoel pipi Haechan dengan telunjuknya. Pipi Haechan empuk, sih, Jaehyun kan jadi kecanduan dari tadi. "Mau, 'kan?" Jaehyun sudah hampir tertawa senang sekarang karena Haechan berbalik ke arahnya.

"Adek lagi flu, sengaja banget nih mau bikin flu Adek makin parah!" dengkus Haechan. Jaehyun mengatupkan bibir, ah, dia salah.

"Kalau cola, gimana?"

"Udah tahu Adek dilarang minum cola! Mau bikin Adek masuk rumah sakit apa!" Haechan berbalik untuk memunggungi Jaehyun lagi. Lama-lama dia jadi makin sebel sama abangnya.

Jaehyun sendiri mendesis pelan, dia kembali melakukan kesalahan dan kali ini malah jauh lebih besar. Namun, Jaehyun tidak kehabisan akal. Dia menatap Haechan yang masih sibuk mengerjakan tugasnya.

"Kalau ayam mau, nggak? Ayo, Abang beliin ayam. Adek, kan, lagi dihukum nggak boleh makan ayam sama Ibu. Tapi, kalau perginya sama Abang, Ibu pasti nggak tahu," bujuk Jaehyun.

Haechan tidak langsung menjawab. Tapi dapat Jaehyun lihat kalau gerakan tangan adeknya terhenti sekarang.

"Gimana? Mau nggak?"

Haechan memegang pensilnya erat. Sial! Itu bujukan terberat. Lidahnya menjilat bibir bawah dengan cepat. Dia masih ingin marah pada Jaehyun sampai besok, tapi, dia tidak yakin kakaknya itu masih mau mentraktir jika sudah berganti hari. Benar-benar godaan berat untuk seorang Jeong Haechan.

"Mau nggak?" tanya Jaehyun lagi.

"Ma—"

"Kalau mau, Adek harus maafin Abang dulu!" potong Jaehyun cepat.

"Iya, Adek maafin Abang." Haechan menoleh pada Jaehyun, memberikan senyuman yang sangat manis. "Abang, ayo beliin ayam buat Adek." Dia bahkan merengek sekarang, membuat Jaehyun tidak bisa menahan diri untuk tidak mencubit hidung minimalis milik adiknya.

"Ya udah, ayo siap-siap. Abang sekalian panasin motor dulu."

"Oke!" balas Haechan dengan senyuman kelewat lebar. Tentu saja karena setelah melewati hari-hari tanpa ayam, dia akan segera menikmati makanan kesukaannya tersebut. Gratis, tanpa harus takut ketahuan oleh ibunya lagi. Nikmat dunia!

"Abaannggg, ailabyuuuu!" seru Haechan dengan suara melengking.

Ayam is the best!

...

TBC

BrotherHot•√ [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang