8.

1.7K 155 17
                                    

Gutten morneennggg everybodeehh,

Aku balik lagii

Gak nyangka banget kalo yang suka sama Abang dan Adek sebanyak ini

Bagiin cerita ini ke temen-temen kalian biar makin banyak yang kenal sama Abang dan Adek, yaaaaww

Jangan lupa tinggalin komentar banyak-banyak. Aku nih sukaaa banget bacain komentar kalian di sini

Okeedeh, piridiinngg~

"Aku pulang sama Haechan, mau pergi main-main bentar. Kakak pulang duluan aja." Jaemin menyikut lengan kanan Haechan, memberikan senyumannya.

"Bang Jaehyun juga, pulang aja duluan. Haechan nanti pulangnya sama Jaemin." Walau ragu, Haechan membenarkan kalimat temannya, ikut tersenyum meski terkesan kaku. Deg-degan dia lihat abangnya melotot gitu.

"Lo berdua yakin?" tanya Doyoung, memastikan. "Mau pulang naik apa nanti?"

"Ah!" Haechan tersenyum kikuk dibuatnya.

"Taksi! Kami nanti pulang naik taksi, gampanglah. Kalian nggak usah khawatir. Ya, kan, Chan?"

"Iya." Haechan sebisa mungkin menghindari tatapan dari Jaehyun. Abangnya itu suka sekali bersikap berlebihan, padahal Haechan sudah cukup besar.

"Jangan aneh-aneh," peringat Doyoung. "Jangan bikin masalah juga."

"Siap!" Jaemin membalas cepat. "Ayo, Chan."

"Siapa yang ngasih izin Haechan buat pergi?" interupsi Jaehyun, matanya menatap tajam pada sang adik. Jaehyun tidak bisa percaya begitu saja sama dua setan kecil di depan mereka.

"Bang ...."

"Udah lah, Jae. Perginya sama adek gue juga. Nggak usah berlebihan."

"Lo nggak tahu, Doy. Mereka berdua kalau digabung isinya otak sengklek doang. Susah dipercaya pokoknya!"

"Bang Jaehyun gitu amat dah," keluh Jaemin.

"Gue bilang juga apa, lebih susah minta izin Bang Jaeyun dibanding ke ibu gue," bisik Haechan, sangat pelan. Kalau Jaehyun dengar kan bisa berabe nanti.

Jaehyun melipat kedua tangan di depan dada, memberikan tatapan yang seolah menilai dua setan kecil di depannya. Matanya bergerak, menatap Jaemin dari atas sampai bawah, mendengkus pelan saat melihat cengiran lebar di wajah adik Doyoung itu. "Nggak boleh! Gue nggak ngizinin kalian pergi!" ucapnya ketus. Dia tidak bisa percaya sama dua setan cilik itu. "Pokoknya nggak boleh!"

Doyoung menepuk kasar punggung Jaehyun, mendelik kesal. Dalam hati dia ingin mengumpati Jaehyun yang sudah seperti ayam betina cerewet.

"Udah, main aja sana. Tapi inget, pulangnya jangan malem-malem. Kakak nggak mau ya kalau sampai dikira telantarin lo, nggak guna banget."

"Siap, Kak!" Jaemin sama Haechan menjawab barengan. Mereka memasang cengiran lebar.

"Heh! Gue belum kasih izin, ya!" Tapi Jaehyun masih teguh sama pendiriannya.

"Udah sih, Jae. Kayak emak-emak aja lo! Haechan udah gede juga," dengkus Doyoung. "Udah, ayo pulang! Biarin aja mereka pergi main! Lo juga kalau bosen di rumah pergi main, kok!" Doyoung menarik tangan Jaehyun untuk menjauhi dua bayi besar mereka.

Haechan menatap Jaemin, mengedipkan sebelah matanya. Keduanya bersorak senang. "Yes! Bisa ke warungnya Teh Hanna," kekeh Jaemin senang.

Mereka memang berniat pergi berdua untuk jalan-jalan sekalian mampir ke warung Teh Hanna, cewek yang Jaemin suka. Saking seringnya Jaemin ngomongin Teh Hanna, Haechan jadi penasaran banget. Secantik apa, sih, Teh Hanna yang Jaemin suka?

Ngomong-ngomong, Jaemin itu setia banget sama satu cewek, tidak seperti Haechan yang lihat cewek bening aja auto bilang suka. Lihat yang cantik dikit langsung jatuh cinta. Beda banget memang.

"Nanti lo yang traktir gue, 'kan? Waktu itu, kan, belum jadi beliin pizza," todong Jaemin.

"Iyain aja, dah," balas Haechan cuek. Haechan punya uang lebih, soalnya beberapa hari ini dia tidak jajan ayam goreng. Sudah sangat puas ditraktir Jaehyun waktu itu. Uang Haechan aman tentram di dalam dompetnya.

"Teh Hanna cantik banget, ya?" Penasaran juga nih Haechan.

"Buat gue, dia cewek paling cantik di dunia ini." Nah, kan, mulai aja nih anak. Yah, hampir mirip lah sama Haechan kalau lagi ngomongin Lisa, Jisoo, atau cewek-cewek yang menurutnya cantik. Wajah Jaemin saat ini bersinar karena lagi jatuh cinta. "Matanya itu lho, beneran jernih banget, keibuan. Gue suka kalo udah liatin matanya Teh Hanna."

"Wah ... gue makin penasaran," gumam Haechan. Mereka berbelok, melewati beberapa warung-warung kecil sampai di ujung jalan ada satu tenda berdiri.

"Ayo masuk," ajak Jaemin. Keduanya duduk dengan tenang. Tidak ada banyak pembeli di sana, hanya lima orang dengan mereka berdua.

"Loh, Jaemin datang lagi, ya?" Suara perempuan menyapa pendengaran. Haechan refleks mengangkat wajahnya.

"Iya, Teh. Ini ngajak temen, katanya pengen ngerasain soto ayam buatan Teh Hanna."

"Temen?" Teh Hanna ngelirik Haechan, memberikan senyuman manisnya. "Mau pesan kayak biasanya?"

"Iya, Teh." Jaemin menjawab dengan sopan. Saking sopannya, Haechan aja ngerasa ada yang salah sama tuh cowok. "Dua, sama temen saya juga."

"Oke," balas Teh Hanna ramah.

Haechan melihat penampilan cewek inceran Jaemin itu. Cantik. Sopan. Ramah. Cewek yang pantes banget kalau disukai sama Jaemin.

"Jangan lihat kakinya, nggak sopan." Jaemin setengah berbisik saat mendapati temannya itu meneliti penampilan Teh Hanna. Haechan mengangguk kaku. Dia sempat melihat cara jalan Teh Hanna yang agak aneh, dan ternyata ... kakinya Teh Hanna pincang sebelah.

"Cantik banget, 'kan?" tanya Jaemin dengan nada yang terdengar bangga.

"Iya, cantik," jawab Haechan tulus. Lagipula kecantikan tidak hanya tentang kesempurnaan fisik, Haechan juga tahu itu. Mungkin, Jaemin melihat kecantikan Teh Hanna dari caranya sendiri, sesuatu yang tidak akan pernah bisa dimengerti para manusia dengan hati yang busuk. Atau bahkan oleh Haechan sekalipun, entahlah.

Hanya saja, Haechan belajar sesuatu dari temannya hari ini. Tentang menghargai orang lain dengan cara yang lebih baik. Memanusiakan manusia.

"Cantik banget." Pujian itu Haechan berikan untuk Jaemin karena sudah berhasil menemukan cintanya sendiri. Cinta yang bersih, menurut Haechan.

...

TBC

BrotherHot•√ [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang