Satu detik. Hanya butuh satu detik buat Jaehyun yakin jika adiknya sudah sembuh total. Kecerewetan Haechan.
Suhu tubuh Haechan sudah turun. Bahkan saat Haechan menolak pulang dengan tubuh yang ia sembunyikan di balik selimut, Jaehyun tahu jika adiknya itu sudah sembuh. Haechan hanya malas pergi ke sekolah dan harus berkutat dengan tugas-tugas, terlebih setelah Jaemin datang berkunjung dan dengan baiknya memberikan cacatan tentang PR-PR mereka. Jaehyun sangat yakin dengan dugaannya, Haechan malas pergi ke sekolah dan itu sudah sangat pasti.
"Adek masih sakit, Abang. Perlu istirahat banyak-banyak," rengek Haechan saat Jaehyun mencoba menarik paksa selimutnya.
"Abang tinggalin di rumah sakit sendirian, mau?" ancam Jaehyun.
"Iya, nggak pa-pa. Adek nggak pa-pa ditinggal sendirian." Dan tentu saja kalimat Haechan semakin menguatkan dugaan Jaehyun. Haechan itu benci ditinggal sendirian saat sakit. Tidak peduli apa pun alasannya, harus ada paling tidak satu orang yang menemaninya. Dia tidak mau ditinggal sendirian, karena Haechan juga menyadari semua kecerobohannya.
"Enggak usah drama deh, Chan! Cepetan bangun!"
"Nggak mau, ish! Adek nggak mau pulang!" rengek Haechan. "Adek masih sakit, perlu dirawat. Abang tega apa lihat Adek sakit?"
"Abang tahu kalau otak lo geser dan nggak ada rumah sakit yang bisa sembuhin itu. Jadi, stop bikin drama. Kita pulang!" tegas Jaehyun. Haechan mendengkus kesal, terlebih Jaehyun membawa-bawa otaknya tadi. Dia ingin membalas ucapan abangnya, kalau saja dia tidak menyadari wajah garang yang Jaehyun berikan. Akan tidak baik hasilnya jika Haechan memprotes lagi.
Jaehyun seram kalau marah.
Jadi, mereka pulang sore itu. Nyonya Jeong masih ada perjalanan dinas, membuat Jaehyun memegang penuh kekuasaan. Haechan sih tidak terlalu peduli, toh mau ada ibu atau tidak, sikap abangnya itu memang selalu berlebihan. Si paling protektif.
"Pengen beli nasi gorengnya Mang Asep, deh," gumam Haechan.
"Nanti. Sekarang, yang penting kita sampai rumah dulu," balas Jaehyun, dia mendengar kalimat Haechan tadi.
Mereka pulang dengan taksi, karena Jaehyun terlalu lelah jika diharuskan menyetir. Haechan terlalu rewel saat sakit, membuat Jaehyun mau tidak mau harus menuruti segala keinginan adiknya itu. Sekarang dia sangat lelah dan ingin istirahat. Mungkin, setelah membelikan nasi goreng untuk Haechan dan memastikan adiknya minum obat dengan benar, Jaehyun akan berbaring di kasur nyamannya. Besok libur, jadi Jaehyun akan beristirahat tanpa gangguan sampai besok siang. Energinya terkuras habis.
"Terima kasih, Pak!" ucap Jaehyun setelah membayar sejumlah uang pada supir taksi. Barang-barang milik mereka berada di dalam dua tas besar. Haechan sudah masuk lebih dulu, meninggalkan Jaehyun dan semua barang milik mereka. Jaehyun tidak mendebat, terlalu lelah. Dia membawa semua barang tadi seorang diri ke rumah.
Haechan sudah berada di sofa depan tivi saat Jaehyun masuk. Dia menggeleng pelan, melanjutkan langkah untuk memasukkan pakaian-pakaian kotor ke keranjang dekat mesin cuci. Setelah itu, Jaehyun menjajarkan beberapa makanan ringan di atas meja.
"Eh, Aden sudah pulang?"
"Bibi?" Jaehyun bergumam pelan, masih dengan kegiatannya.
"Biar saya saja."
"Tidak usah, ini juga sudah selesai," tolak Jaehyun halus.
"Aden mau makan sesuatu?" tawar Bibi Hong, pekerja di rumah mereka. Bibi Hong hanya bertugas ketika sore hari, membereskan rumah dan kadang menyiapkan makan malam.
"Tidak perlu, saya tidak lapar," balas Jaehyun. "Ah, anu ... Jaehyun boleh minta tolong?"
"Apa, Den?"
"Tolong belikan nasi gorengnya Mang Asep untuk Haechan, dan pastikan Haechan meminum obatnya. Ini obatnya ada di sini semua." Jaehyun menunjuk plastik putih dengan logo rumah sakit yang berada di atas meja.
"Baik, Den," balas Bibi Hong.
"Terima kasih, ya, Bi. Saya mau ke kamar dulu."
"Sama-sama, Aden."
Jaehyun mengangguk. Dia sudah cukup lelah. Sepertinya, jam untuk istirahat dipercepat. Dia ingin tidur sekarang juga.
Mandi? Jaehyun bisa mandi nanti malam atau besok sekalian. Sekarang, dia hanya ingin tidur.
Sesaat setelah pintu kamarnya terkunci, Jaehyun merasakan getaran di saku. Ponselnya berbunyi. Tangannya merogoh saku, mengambil ponsel. Nama Johnny tertera di layar.
"Hal—"
"Jae! Haechan di mana? Kalian di mana? Kenapa ada orang lain di ruangan Haechan? Haechan nggak kenapa-napa, 'kan? Adek lo selamat 'kan, Chan? Chan! Jawab Chan!"
"Diem dulu, Sat! Gimana gue bisa jawab kalau lo nyerocos terus?" dengkus Jaehyun.
"Hehe, sori. Jadi, gimana?"
"Haechan udah pulang. Kita udah di rumah sekarang."
"Sialan! Gue malu banget, Sat! Gue sampe nangis-nangis segala tadi! Gue pikir Haechan sekarat dan—"
"Heh, goblok! Lo aja masih ketawa-ketiwi sama Haechan kemarin! Pikiran lo kejauhan!" sembur Jaehyun kesal. Pikiran temannya satu itu memang suka melewati batas normal. "Makanya, jangan kebanyakan nonton serial pintu taubat! Jadi gini kan otak lo!"
"Dah lah." Dengkusan Johnny terdengar. Jelas sekali kalau cowok itu mengabaikan rasa kesal Jaehyun. Sangat laknat memang. "Gue main ke rumah lo, ya?"
"Terserah, tapi gue mau tidur." Jaehyun menarik selimutnya sebatas dada. "Kalau lo dateng, main aja sama Haechan. Gue capek banget, pengen istirahat aja," keluhnya.
"Oke." Panggilan terputus. Jaehyun meletakkan ponselnya di samping bantal. Hari yang melelahkan. Dia akhirnya bisa beristirahat sekarang.
Selamat tidur, Abang Jaehyun. Selamat beristirahat dengan tenang. Bukan mati ya, anjir!
•
TBC
Aku ada cerita Jae ama Echan jadi bapak-anak. Kalian minat, nggak, ya kira-kira?🤔
Kalau banyak yang minat, nanti aku spill summary sama part 1 sekalian, xixi
Reply sini juceyoonngg~
KAMU SEDANG MEMBACA
BrotherHot•√ [Terbit]
FanfictionCOMPLETED! [Sebagian chapter dihapus untuk kepentingan penerbitan] Follow dulu kuy, biar asik. Warning! CERITA SUKA-SUKA! ALUR TIDAK JELAS, TAPI MASIH BISA DIBACA! • Jaehyun itu gilanya alami, sama lah sama adeknya, Haechan. Intinya, mereka berdua t...