BAB 4 : Ringo Tidak Bodoh

34 8 4
                                    


(Dilarang plagiat)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Dilarang plagiat)

Di meja makan, suasana santai memenuhi ruangan. Kayu-kayu tua memberikan sentuhan hangat pada ruangan itu. Phalasia dengan gesit menuangkan air dari teko minuman berwarna biru laut. Ringo, dengan kepolosannya, bertanya apakah itu air laut sungguhan.

"Kamu berpikir ini air laut beneran?" tanya Ringo, dengan tatapan penuh penasaran.

Ringo mengangguk sambil menerima cangkir yang berembun salju. Arin tersenyum tipis, mengamati reaksi Ringo. "Kamu membuat minuman dingin di hari yang sejuk seperti ini?"

"Ya, itu hal yang bagus untukku. Untuk kita tepatnya," jawab Phalasia sambil tersenyum, tidak sengaja membocorkan rencananya. Dia tidak akan membiarkan dirinya sendiri yang meminum minuman dingin itu sendirian. Selama ada saudara-saudaranya, Phalasia merasa memiliki kesempatan.

Ringo menikmati tegukan pertamanya. "Ini enak. Bagaimana cara membuatnya?"

"Karena kalian sudah meminumnya, akan kuberitahu," kata Phalasia sambil tersenyum, berusaha menahan tawa. Arin menatap sinis pada Phalasia, merasa curiga dengan maksud di balik kata-katanya.

"Ya, beritahu saja," desak Arin.

"Karena kalian mengatakan enak, minuman ini terbuat dari air liur raksasa laut," ungkap Phalasia dengan santai.

"Jangan bilang ini air liur Okeanos?" seru Prinka, membuat Phalasia mengangguk. Gadis itu segera melepaskan kacamatanya dan mencoba memuntahkan minumannya, mencoba sekuat tenaga untuk menghilangkan rasa yang tidak enak di mulutnya.

Arin dengan cepat menuangkan minumannya ke dalam wastafel. "Ah, aku makin tidak mau jika minuman itu dibuat olehmu."

Ringo, di sisi lain, tampak bingung melihat reaksi ketiga saudaranya. "Ada apa? Tapi benar-benar lezat. Aku bisa merasakan aroma laut di sini."

Arin dan Prinka mendengar komentar Ringo dengan kebingungan. Mereka tidak tahu apa yang harus dikatakan lagi. Ringo memang perlu banyak pengalaman selama tinggal di kamp, termasuk pengalaman unik seperti ini. Phalasia menjulurkan tangannya untuk berjabat tangan, terlihat bahagia mendapatkan reaksi positif dari Ringo.

"Sudah ... sudah ... bukankah kalian mau memberitahu soal kakakku, Thalia?" tanya Ringo, mencoba melerai ketegangan di antara saudara-saudaranya.

Ketiga saudara itu saling bertatapan, hening menyelimuti ruangan. Prinka menatap Arin, Arin menatap Phalasia, dan Phalasia menatap Ringo. Sedangkan Ringo, dengan ekspresi bingung, menatap ketiganya, mencari jawaban dari tatapan mereka.

****

"Kakakku bukan dibunuh?" tanya Ringo setelah mendengar penjelasan singkat dari Prinka. Arin menatap Prinka dengan rasa penasaran. Cerita yang singkat namun detail membuatnya merasa curiga.

Ringo : Catching Fire (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang