BAB 13 : Ini Seperti Kisah Perseus

5 2 0
                                    


Arena tersenyum tipis setelah mendengar pidato Hernia yang berkelas dan elegan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Arena tersenyum tipis setelah mendengar pidato Hernia yang berkelas dan elegan. Keramahan Hernia membuatnya luluh. Tangannya kembali menggulung poster.

"Saya yakin anak Hephaestus berada di depan saya."

Kafe sebenarnya tutup karena kondisi cuaca yang tidak mendukung, sehingga menghambat orang-orang untuk berkeliling. Bahkan pada pagi hari di mana biasanya orang sibuk bersiap-siap untuk hari mereka, tampak sepi.

Hernia fokus pada kue-kue yang akan dipajang. Arena yang merasa diabaikan mencoba menarik perhatian Hernia. Matanya melihat ke sekeliling. Tidak ada yang salah dengan kafe.

"Arena, saya mencium aroma laut di sekitar sini," bisik salah satu dari anak dewa yang bersama Arena.

Mendengar itu, Arena segera menunjuk ke arah yang ditunjukkan. Hernia mendengar semuanya diam-diam.

Dia sengaja menaruh aroma laut di kue-kuenya untuk menyembunyikan segala sesuatu. Bahkan tangannya mengeluarkan kue yang baru saja dibuat dengan aroma hutan. Arena merasa semakin canggung. Aroma laut itu perlahan-lahan menghilang.

Tapi kecerdasan Hernia tidak berhenti di situ. Topping gula di atas kue-kue Hernia mengeluarkan aroma manis yang menyengat dan mengisi seluruh ruangan. Arena mengibaskan tangannya di depan hidungnya.

"Oh, maafkan saya. Apakah kalian baik-baik saja?" tanya Hernia, berpura-pura khawatir setelah mengetahui bahwa ketiganya merasa tidak nyaman dengan aroma itu.

"Ah, tidak apa-apa," jawab Arena.

"Hernia, apakah benar tidak ada anak dewa yang mampir?" Pertanyaan sopan Arena membuat Hernia mengangguk pelan. Hernia mengungkapkan bahwa tidak ada anak muda yang datang, hanya orang-orang paruh baya dan lansia.

Arena tersenyum dan menghela napas, melihat kejujuran Hernia. Meskipun telah berpisah selama lebih dari satu dekade, Arena masih mengingat sifat asli Hernia. Dengan isyarat halus untuk pergi, dua teman Arena keluar terlebih dahulu.

"Aku tahu kamu menyembunyikan mereka."

****

"Eits, jangan sentuh. Dia akan menyetrum," cegah Hephaestus ketika Arin hendak menyentuh bola besi yang berkilauan.

Gadis itu penasaran dengan kegunaan bola besi tersebut. Tapi, dia memilih untuk menuruti peringatan tersebut.

Phalasia tertawa melihat wajah malu Arin. Mendengar tawa Phalasia, Arin merasa tertampar dan meninju perut lelaki itu. Hephaestus hanya tersenyum dan mengambil salah satu peralatan di antara ribuan alat di sana, sebuah teropong yang bisa melihat jarak jauh.

Namun, ada satu pesan di teropong tersebut bahwa tidak akan bisa melihat dengan jelas jika ada yang menghalangi pandangannya. Ini membuat Arin semakin penasaran dengan alat-alat ajaib yang dimiliki oleh Hephaestus.

Ringo : Catching Fire (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang