Arin menghampiri Prinka yang sedang melamun di tepi pantai. Prinka melirik sekilas sambil tersenyum. "Sebenarnya apa yang kamu sembunyikan dari kami," bisik Arin agar tidak ada orang lain yang mendengarnya.
Prinka terdiam beberapa saat. Meski matanya tampak tersenyum, ada sesuatu yang mengganggunya.
"Kamu..."
"Api unggunnya sudah siap. Arin dan Prinka bergegas lah kemari." Phalasia memotong ucapan Arin ditambah Prinka yang langsung mengajak Arin.
"Api unggun sudah siap. Arin dan Prinka datanglah." Phalasia menyela ucapan Arin dan langsung mengajak keduanya.
Arin mengikuti ajakan Prinka dan langsung duduk di sebelah Phalasia. Walaupun labirinnya cukup menakutkan dan kamu selalu waspada karena tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Melihat ikan bakar Hodomos membuat kedua gadis itu lapar.
"Apakah kamu lapar? Bakar sendiri?" Godaan Hodomos membawa kesuksesan baginya.
Hodomos memberikan ikan yang agak besar kepada kedua saudara perempuannya. "Makanlah, kak," katanya pada Arin.
Langit sangat gelap, tapi Anda bisa melihat bintang-bintang bersinar di dalamnya. Ringo memandang Phalasia yang masih berkonsentrasi memasang jebakan, dia tahu dari mana jaring itu berasal. "Kak Phalasia!" Makanlah," teriak Ringo membuat anak Poseidon itu berbalik.
Langit begitu gelap, tetapi kilauan bintang terlihat di atas sana. Ringo menatap Phalasia yang masih fokus untuk memasang perangkap, dia sudah tau dari mana jaring itu berasal. "Kak Phalasia! Makanlah" teriak Ringo membuat anak Poseidon itu menoleh.
"Makan dulu, aku ikut kamu." Phalasia tersenyum saat Ringo tersenyum. Saat dia berjalan, Phalasia merasakan sesuatu yang aneh di kakinya. Seperti lendir yang berada di perairan dangkal. Namun, dia mengabaikan pemikiran itu karena laut terlalu gelap, Phalasia mengambil kain di dekat Ringo dan menyeka kakinya. Ringo melihat itu dan segera memberikan sepotong ikan kepada Phalasia.
"Enak sekali." Phalasia menerima suap dari saudara lelakinya. Tidak lupa memberinya makan kembali. Duduk di dekat api unggun yang masih menyala di antara mereka.
Di belakang Arin sedang mencoba membersihkan tenda Phalasia. Tenda Arin tidak bisa kembali ke bentuk aslinya. Beruntung tenda Phalasia cukup besar dan mampu menampung lima orang. Angin malam membuat suasana tidak nyaman dan teduh.
"Menurutku angin ini membawa kita seolah-olah kita hanya ingin melepaskan uap," kata Ringo dan tidak ada orang lain yang bisa mengerti. Ringo memperhatikan sorot mata keempat kakak beradik itu yang membutuhkan jawaban.
"Saat aku masih bersama ibuku. Kami sering pergi ke pantai dan tinggal di rumah kecil. Ibu mengajakku makan bersamanya. Di sana, ibuku bercerita hal sederhana tentang sebuah cerita yang membuatku menangis. Mungkin kalian sudah tahu bahwa saya tidak hanya ditinggalkan oleh Ayah Zeus, tetapi saya juga ditolak oleh banyak sekolah hanya karena saya memiliki kemampuan khusus." Phalasia merangkul Ringo. Laki-laki itu tidak mengeluarkan satupun tangisan karena ia telah membeberkan semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ringo : Catching Fire (Revisi)
Adventure[Jangan Plagiat] Di alam semesta yang penuh dengan dewa dan kutukan kuno, lima jiwa berani merentasi utara yang gelap untuk menemui dewa yang terbantai. Tetapi takdir memiliki rencana lain, ketika empat di antaranya menghilang tanpa jejak, meninggal...