Phalasia mulai membangunkan Ringo dan Hodomos. "Berkemaslah, kita akan pergi dari sini. Jangan bertanya."
Mendengar ketenangan Phalasia sambil merapikan barang membuat Ringo dan Hodomos menyusul untuk mengumpulkan barang mereka masing-masing. Arin mendekati Prinka dan saling berkoordinasi satu sama lain.
Meski memiliki sifat yang bandel, Hodomos tidak bisa tidak mematuhi saudaranya yang lebih tua terlebih lagi Phalasia. "Ini tiang yang sudah dilepas, kak."
Phalasia mengangguk dan menunjuk untuk mengumpulkan dalam satu tempat. Hodomos berjalan perlahan ke posisi yang dimaksud. Ringo terduduk dan diam sedari tadi, dirinya masih begitu ngantuk. "Masih ngantuk, adik kecil?" tanya Phalasia tersenyum sambil melipat tenda untuk lipatan terakhir.
Tenda yang sudah dilipat diberikannya pada Hodomos, meski selalu beri perintah, Phalasia tidak pernah menyusahkan orang yang dia perintah. Selalu memberikan tempat dan tata cara agar orang tersebut memahaminya. "Tas yang hijau?" tanya Hodomos memastikan kembali.
"Kamu benar. Taruh saja di dalam. Aku akan merapikannya lagi."
"Biar aku saja yang merapikannya juga," sahut Hodomos.
"Terima kasih."
"Bagaimana dengan kalian berdua?" tanya Phalasia pada kedua saudari nya. Arin menengok ke belakang karena dirinya sedang membersihkan jaket kulit miliknya. Prinka berjalan mendekati Phalasia dan memberikan dua koin kendaraan. Phalasia tersenyum dan menyimpan di kantong tas yang paling kecil.
Arin mulai menenteng tas di bahu, begitu juga dengan Prinka. Hodomos merangkul Ringo. Tidak lupa tawa kecil melihat wajah ngantuk sang adik. Phalasia mencubit lengan Hodomos agar tidak menjahili sang adik.
****
Semak-semak labirin semakin menjulang tinggi. Bahkan mereka tidak bisa melihat apa yang terjadi di balik dinding dedaunan. Tidak ada celah untuk bisa mengintip. Bisa terlihat daun yang merambat mulai menutupi setiap dinding.
"Ini akan menjadi sedikit menyeramkan. Dinding ini begitu rapat."
Hodomos melihat ke belakang. Keadaan di belakang semakin gelap seperti tidak ada lagi kehidupan yang pernah terjadi. Arin memimpin jalan. Tidak ada yang tahu setiap tikungan mereka lewati.
"Ini benar-benar gelap."
Prinka merasakan ada aura yang aneh. Tidak seperti biasanya. Bahkan dirinya menemukan reruntuhan. "Dari mana semua benda yang hancur seperti ini berasal?"
Kelima anak dewa berhasil keluar dari tikungan yang tidak berhenti. Sebuah lapangan luas seperti titik tengah dari labirin. Ringo bisa melihat ada tulang belulang yang berserakan. Bahkan tengkorak manusia dan hewan terlihat jelas di sana. Penuh dengan lumut.
Ada sebuah kotak misterius yang terletak bersembunyi bersama tulang belulang. Ringo mendekati kotak tersebut, namun matanya melirik ke arah yang lain. Tidak ada yang memedulikan dirinya sekarang. Dengan hati-hati kotak tersebut dibuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ringo : Catching Fire (Revisi)
Adventure[Jangan Plagiat] Di alam semesta yang penuh dengan dewa dan kutukan kuno, lima jiwa berani merentasi utara yang gelap untuk menemui dewa yang terbantai. Tetapi takdir memiliki rencana lain, ketika empat di antaranya menghilang tanpa jejak, meninggal...