BAB 19 : Tewasnya Gorgon

7 2 0
                                    

Ringo merasa khawatir karena Phalasia tidak bisa membantu dirinya sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ringo merasa khawatir karena Phalasia tidak bisa membantu dirinya sekarang. Posisi berdirinya begitu sulit. Ini akan menjadi bumerang ke dirinya sendiri. Ekor ular Gorgon mulai menyapa paha nya. Nyaris menatap mata yang tajam dari Gorgon membuat Ringo berkeringat deras.

Berbeda dengan Hodomos yang berusaha bersembunyi di balik pilar gedung yang hancur. Matanya tidak berhenti mengerut ketakutan. Perkataan terbata-bata. Ringo membuka matanya sebentar melihat kondisi Hodomos dari jauh. Helaan napasnya kembali terdengar. Hodomos berlari kecil tanpa arah.

Ringo harus fokus ke tujuannya agar rencananya terlaksana.

"Apa yang ayahku perbuat, Gorgon!" teriak Ringo sambil menutup matanya kembali. Gorgon mendengar teriakan itu tersenyum sensual. Tawa kecilnya menghantui indera pendengaran Ringo. Meski ditolak oleh Gorgon, Ringo tersenyum puas. Ada niat lain yang terselubung di sana.

Gorgon lebih memilih untuk kembali menggoda Phalasia. "Oh, rupanya ada anak Zeus di sini. Tapi, aku lebih memilih Phalasia untuk menjadi kekasih."

Ringo bisa merasakan ada sebuah ekor ular yang menyapa tulang keringnya. Hal itu membuat Ringo merasa heran. 'bukankah tadi dia berjalan layaknya manusia?'

Kaki Gorgon berubah menjadi sosok ular. Badannya yang perlahan menjelma menjadi ular raksasa menandakan dirinya murni menjadi seorang Gorgon. Lendir yang ada di kakinya Ringo merasakan seperti air terjun yang tumpah mengalir memenuhi sol sepatu mereka. Ringo menutup matanya sembari menginjakkan lendir perlahan dan membuat gelombang kecil. Phalasia perlahan merasakan kode yang diberikan oleh Ringo. Dengan konsentrasi penuh, gelombang air bisa terjawab dengan baik.

Ular tidak akan bisa merasakan gelombang tersebut. Gorgon tidak terusik sama sekali.

"Gorgon, rambutmu begitu indah. Ular-ular kecil ini begitu manis. Tapi kenapa kamu terobsesi dengan patung yang tidak bisa memberikanmu kepuasan tersendiri, pakailah aku ... sebagai anak Poseidon kurasa kita membangun hubungan baru daripada bersama Zeus," ucap Phalasia memancing Gorgon untuk mendekat padanya. Godaan duniawi dari Phalasia benar-benar memabukkan bagi seorang wanita ular. Patung Prinka dan Ringo tidak lagi menjadi sasaran lezatnya,

Dengan senang hati Gorgon menerima ajakan tersebut. Dirinya terbuai dengan rayuan Phalasia yang semakin menjadi-jadi. "Apa kamu jatuh cinta padaku? Bagaimana kamu bisa mencintaiku, kalau matamu tertutup?"

"Aku mencintaimu dari lubuk hati terdalam. Dengan menutup mataku pun aku bisa merasakan kenyamanan bersamamu," jawab Phalasia tersenyum merasakan lendir Gorgon yang mulai membasahi kaki keringnya hingga ke paha.

Tangan Gorgon mengelus rahang tajam Phalasia. "Kamu sungguh berani."

Phalasia berjalan sambil menutup matanya. Dia mengetahui rencana tersembunyi yang Ringo berikan padanya. Gorgon melihat itu mulai terbuai dan mengikuti permainan Phalasia. Rayuan Phalasia tidak berhenti dan membuatnya terus terpikat, bahkan rambut ularnya sangat menikmati hingga lengah.

Ringo : Catching Fire (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang