Phalasia begitu yakin suara yang mereka dengar adalah duplikat suara. Hodomos mendekat ke badan Phalasia, dia juga mendengarnya. "Ini sedikit menyeramkan. Siapa yang menirukan suara kita?"
Hodomos yang ditatap oleh Phalasia menjadi tidak begitu tenang. Hanya berdua berada di luar tenda. Saat suasana begitu tegang, suara resleting dibuka membuat keduanya sangat terkejut. "Kenapa kalian kaget?" tanya Ringo dengan wajah polos.
Ringo terdiam dan melihat ke belakang bahkan seperti mencari sesuatu. Wajahnya kini menjadi panik lantaran tidak menemukan. "Apa kalian dengar itu?" tanyanya kemudian.
Hodomos ingin melempar batu jika Ringo bukan adiknya. "Itulah yang kami rasakan dari tadi. Ada seseorang atau kelompok ... mungkin ... tapi, begitu aneh jika mendengar suara yang sama persis dengan suara kita."
"Kamu benar. Seperti mendengarkan rekaman suara tapi bukan ... sulit dijelasin."
Ringo duduk di sebelah Phalasia. "Sekarang sudah pukul empat pagi."
Hodomos menatap Phalasia dengan wajah bahwa dia benar. Phalasia tersenyum cengengesan, dia tidak peduli dengan waktu yang ada karena benar-benar tidak memikirkan hal selain keamanan keempat saudaranya.
Ringo benar-benar tidak nyaman dengan indera pendengarannya. Telinganya seolah dihantui oleh suara-suara aneh. Bahkan jika dia dengar dengan seksama, suara tersebut sedang membahas keburukan-keburukan dirinya sendiri.
"Hentikan! Hentikan!" teriak Ringo sambil menutup kedua telinganya. Air mata sudah membasahi pelupuk mata hingga pipi. Phalasia langsung memeluk dan mengelus punggung Ringo.
"Suara itu menyakitkan telingaku!"
Phalasia merasa kasihan dengan Ringo. Masih banyak hal yang Ringo harus belajar, tetapi lingkungannya sekarang benar-benar nyaris merusak mental. Phalasia terus mengelus punggung Ringo hingga Ringo tenang perlahan.
Hodomos merasa tidak nyaman, sekujur badannya tiba-tiba merinding. "Bisakah kita masuk ke dalam, bubur ini sebentar lagi sudah matang," ucap Hodomos yang disetujui oleh Phalasia.
"Ringo, kita masuk, yuk ke dalam." Ringo mengangguk lemah dan berjalan dalam rangkulan Phlasia. Di belakang, Hodomos dengan hati-hati membawa panci yang berisikan bubur. Setelah menaruh di tempat yang aman, Hodomos menarik resleting tenda agar angin tidak masuk ke dalam.
Ringo menaruh kepalanya di paha Phalasia yang sedang bersila. "Tenanglah, Ringo. Jangan terfokus sama keadaan di luar, dengarkan suara ku saja."
Phalasia berusaha menenangkan kedua adiknya. Suasana mendadak berubah menjadi tidak stabil. Suara itu berhenti sejenak, namun kembali bersuara. Kali ini terdengar seperti banyak orang yang berbicara.
"Suara Prinka dan Arin? Mereka membicarakanku?" Hodomos mendengar jelas di telinganya, Arin dan Prinka melontarkan hinaan yang pedas. Phalasia menyadari itu bersamaan dengan Ringo histeris dalam pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ringo : Catching Fire (Revisi)
Aventure[Jangan Plagiat] Di alam semesta yang penuh dengan dewa dan kutukan kuno, lima jiwa berani merentasi utara yang gelap untuk menemui dewa yang terbantai. Tetapi takdir memiliki rencana lain, ketika empat di antaranya menghilang tanpa jejak, meninggal...