[Jangan Plagiat]
Di alam semesta yang penuh dengan dewa dan kutukan kuno, lima jiwa berani merentasi utara yang gelap untuk menemui dewa yang terbantai. Tetapi takdir memiliki rencana lain, ketika empat di antaranya menghilang tanpa jejak, meninggal...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hodomos menerima jabatan tangan Arin. Dengan bantuan gadis itu, Hodomos bisa berdiri dan melihat keadaan sekitar setelah bersembunyi cukup lama. Ketakutan membuatnya tidak bisa fokus dengan hal-hal diluarnya.
Arin dan Hodomos memiliki hubungan yang lebih lama dibandingkan Phalasia. Bisa dibilang keduanya adalah saudara sejak mereka sama-sama lahir. Arin lahir terlebih dahulu, disusul Hodomos lima bulan setelahnya. Oleh sebab itu, Arin tidak bisa terus menerus mengekang Hodomos karena dirinya tahu kepribadian lelaki tersebut.
Ketika Hodomos tidak lagi bersama Arin saat sudah menetap di perkemahan, Phalasia lah yang menemani Arin hingga masa remaja mereka.
Genangan air ada di mana-mana, bahkan Hodomos baru merasakan sebagian kecil dari pakaiannya terkena air. Dari jauh, Hodomos melihat dua saudaranya berusaha mencari tahu mengenai Prinka. "Aku tahu cara mengembalikan Prinka," ucap Hodomos.
Arin mendengar itu cukup terkesan. Matanya melihat langkah yang cukup tegas di sana. Bola matanya memutar ketika Hodomos berhenti kembali. "Tapi, tolong bantu aku tangkap ular kecil."
"Eh!? Ular?" tanya Arin yang mendapat anggukan dari Hodomos.
Saat nyaris mendekati tempat Ringo dan Phalasia berdiri, Arin menyamakan langkahnya. "Apa ular ini yang kamu maksud?" tanya Arin membawa ular kecil dengan dua kepala dalam satu tubuh.
"Maksudmu?! Eh! Jauhkan!"
Hodomos berlari cepat dan nyaris terpeleset, untung saja Phalasia sigap menarik tangannya agar tidak menubrukkan pantat ke tanah. Ringo menghela napasnya membuat Arin terkekeh.
Arin mengambil pisau lipat yang diberikan Phalasia padanya. Dengan berani, tangannya mengayunkan pisau mengeluarkan mata pisau yang tersembunyi. Deheman Ringo menghentikan semua kegiatan di sana.
Tatapan ringo beralih pada Hodomos yang berada di belakang tubuhnya. "Bagaimana kamu tahu dengan melakukan ini akan mengembalikan Prinka menjadi semula?"
Hodomos tidak bisa tersenyum, bahkan matanya tidak mau sama sekali menatap ke depan karena Arin masih membawa ular tersebut. Mulut Hodomos dengan perlahan mulai menceritakan semuanya.
"Kakak!!"
Hodomos bisa melihat dari layar ponselnya. Kakak beradik yang terjebak dalam rayuan Gorgon. Sang kakak tubuhnya mulai menjadi batu. Tangan yang masih bisa bergerak mencoba mendorong adiknya menjauh.
"Selamatkan kakak dengan darah ular kecil Medusa. Sebelum matahari terbit, kamu bisa menyelamatkan kakak!" teriak kakak tersenyum sebelum menjadi batu seutuhnya.
Adik yang melihat kakaknya menjadi nangis histeris dengan mata yang tertutup. Badannya terduduk karena didorong oleh sang kakak. Gorgon tersenyum tipis melihat interaksi kedua bersaudara tersebut. Senyum wanita yang begitu menakutkan.