BAB 6 : Hodomos dan Suratnya

25 6 0
                                    


(Dilarang plagiat)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Dilarang plagiat)

Ringo bangkit dari tidurnya. Badannya berguling ke tepi sofa dan memandang sekelilingnya yang begitu sepi hanya diterangi cahaya suram lentera tertutup. Suara langkah kaki yang terendam dengan hangatnya karpet hijau lumut membuat Ringo menyadari ada seseorang yang lewat.

"Kamu terbangun?" tanya orang itu. Ringo mengenal suara itu dan segera mengangguk.

"Kamu dari mana saja, Phala? Kenapa baru pulang tengah malam seperti ini?" Ringo tidak mendapat jawaban. Matanya perlahan menunjukkan kejernihan di balik gelapnya malam.

Dia tidak bisa menemukan orang lain. "Aku berbicara dengan siapa tadi?" tanyanya pada diri sendiri. Ringo berpikir itu semua hanyalah halusinasinya semata.

Kakinya membawa seluruh tubuhnya beranjak dari duduk. Suram tanpa suara membuat Ringo sedikit was-was. Hanya ada gemericik api yang terus membakar sumbu. Semakin pendek hingga remang.

Di belakang rumah, terdapat sungai kecil dengan aliran yang begitu tenang. Ringo menghirup udara selama beberapa detik. Kayu yang mulai lapuk perlahan berdecit saat sepasang kaki melangkah di atas punggungnya.

Ringo menatap bulan yang berwarna abu pucat seperti dirinya sekarang. Jubah domba buatan Phalasia membuatnya sedikit hangat. "Aku tertidur cukup lama. Berapa jam, ya? Aku tidak tahu pasti."

"Aku berterima kasih bertemu Prinka yang sampai sekarang masih ku anggap hal yang janggal. Bertemu dengan keluarga dari ayah membuatku sedikit tenang. Dibuangnya aku bukan berarti hal yang bagus."

Ringo berbicara pada alam yang hanya menyapanya dengan bantuannya angin. "Entah, kenapa aku seperti melupakan sesuatu hal ...."

Setelah mengatakan itu, Ringo terdiam, dia benar-benar tidak berbicara. Dahinya yang berkerut menyatu membuat pohon bergoyang kebingungan. Lelaki itu benar-benar tidak bergerak sama sekali. Duduk bersila dengan pandangan ke bawah. Menatap air sungai yang jernih seperti cermin.

Pantulan itu menampakkan wajah serius Ringo yang sedang berpikir.

"Aku tidak bisa mengingatnya," Ringo akhirnya mengeluh. Ingatannya kembali terputar. Wajah Ibunya yang begitu khawatir. Tubuhnya terpental sebelum tidak sadarkan diri.

"Apa aku seburuk ini?"

"Aku tidak bisa seperti saudaraku yang lain. Begitu hebat dan baik. Aku ingin banyak belajar sampai aku mengingat apa yang sudah aku lupakan sebelumnya. Tidak salah, kan?"

"Kamu ... tetap kuat meski angin menghantam mu. Meliuk ke kanan dan kiri, tetapi kembali ke posisi tengah." Ringo menghela napasnya melihat langit tanpa bintang. Angin malam sangat menyakitkan untuknya.

"Kenapa kamu di luar, adik kecilku? Apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya seseorang dari belakang.

Ringo tidak melihat ke belakang, dia hanya menghela napasnya kembali.

Ringo : Catching Fire (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang