Sebagian besar laki-laki berpikir jika wanita itu makhluk yang rumit. Wanita itu susah di mengerti. Dan wanita itu semakin terlihat menyeramkan jika sudah menyandang status sebagai seorang ibu.
"Hidup akan lebih simple tanpa ada aturan dari ibu."
I...
"aku akan memberimu 20 milliar, kasih aku 50% sahamnya. " Yuta memberikan penawaran. Wajahnya tampak santai ketika menyebut sejumlah angka itu.
Namun sayangnya tawarannya tidak di dengar. Lawan bicaranya tak fokus. Dia memang berdiam diri di hadapannya tapi otaknya entah pergi kemana.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Jo.."
Butuh usaha untuk mendapat perhatian kepala keluarga Suh itu dan yuta hampir dibuat kesal olehnya.
"Jadi ga ini? Aku sudah jauh-jauh datang dari jepang loh. "
"Hm? Sorry, aku lagi ada masalah. Kamu bilang apa tadi ??"
"20 milliar buat 50%. "Yuta malas mengulang.
"Oke deal." Dan semudah itu Johnny menyetujuinya.
Lelaki itu kembali diam, tangannya sibuk menggoyangkan gelas bir, membuat pola berputar disana hingga menimbulkan bunyi dentingan antara es batu dan gelas. Tatapan Johnny mengarah kesana, menatap cairan beralkohol yang bergejolak di dalam gelas akibat ulahnya.
"Ada masalah apa sih? Kalau ini tentang putrimu, tenang aja, aku ga tertarik sama bocah." Kata Yuta. Dia pikir Johnny terlalu serius menanggapi rengekan gila putri bungsunya.
"Bukan itu, ini tentang Hyomi."
"Hm? Kenapa lagi? Aku pikir kalian sudah akur." Yuta menenggak habis bir nya lalu memesan segelas lagi.
"Memang... Tapi kayaknya dia punya pacar deh."
"Yaa... Apa masalahnya ? Dia kan janda."
Johnny mendesah, Yuta menanggapi masalahnya dengan sangat enteng dan dia sedikit tidak terima.
"Jomblo mana paham masalah rumah tangga."
"Yah... paling ga jomblo lebih baik daripada duda." Yuta menyeringai menang.
Mood Johnny tampaknya benar-benar buruk. Dia tak bisa menanggapi candaan Yuta dengan wajah santai. Tawanya telah menghilang entah kemana dan di gantikan oleh wajah murung yang kentara.
"Aku pergi dulu.. pakai apartemenku sesukamu asal jangan bawa jalang kesana."
Johnny berlalu pergi. Meninggalkan bar yang tadi mereka jadikan sebagai tempat rapat. Lelaki itu sempat menghubungi kedua putranya sambil berkendara, lalu membuat janji temu di depan kampus.
Mark tiba lebih dulu daripada Johnny. Si sulung itu tengah menikmati makan malamnya sambil menunggu sang papa. Dan Johnny datang ketika dia telah menghabiskan sepiring nasi beserta ayam goreng yang dia pesan.
"Mana Haechan? " Tanya Johnny.
"Masih ada kelas. Tumben papa ngajak ketemu, ada masalah lagi sama Haechan ?" Mark membuka penutup botol air mineral dalam satu putaran kemudian meminumnya hingga tandas.
Johnny memperhatikan itu. Dia duduk bersandar sambil menyilangkan kaki.
"Bukan, ini bukan tentang Haechan. " Kata Johnny.
"Terus ?"
"Ini tentang mama. Kamu tau laki-laki tinggi yang dekat sama mama ?"
Satu alis Mark terangkat, dengan tatapan mata yang terkesan jenaka dia menatap papanya.
"Laki-laki tinggi ?"
Johnny mengangguk. Dia berusaha mengingat nama orang itu tapi sepertinya ada penolakan di dalam otaknya yang membuat Johnny dengan mudah melupakan nama lelaki itu.
"Iya. Kamu tau ?"
"Apa maksud papa om Jaehyun ?"
'Nah.. itu dia. ' Johnny menjentikkan jarinya.
"Iya bener. Jaehyun."
Mark mengedikkan bahu.
"Setauku dia itu CEO di perusahaan penerbitan tempat mama kerja. Tapi Haechan bilang mama pacaran sama dia."
Johnny langsung menelan ludahnya.
"Pacaran?"
"Mama ga pernah cerita pah, tapi Mark sering lihat mama di jemput om Jaehyun."
Bahu Johnny langsung merosot. Tatapannya berubah kosong dengan aura kekecewaan yang tergambar dengan jelas.
"Kenapa papa tanya ? "
Johnny diam selama beberapa saat. Menetralisir gemuruh di hatinya yang sedang membunyikan soundtrack ballad dengan nada menyayat.
"Papa pikir mamamu ga punya pacar."
"Terus papa mau deketin mama lagi ? Gitu? " Niat Johnny dengan mudah di tebak oleh Mark. Meskipun selama ini Johnny tak mengakuinya secara terang-terangan.
"Yaa... iya maunya begitu. Tapi kayaknya papa ga punya kesempatan. Mungkin papa harus nyerah."
"Ga boleh !" Mark bicara dalam nada tegas.
Lelaki itu duduk dengan tegak dan memasang wajah serius.
" Mark dukung papa kalau papa mau dapetin mama lagi. Biar gimanapun Mark tau ga enaknya tinggal jauh dari mama dan hidup di bawah naungan keluarga yang ga lengkap. Mark pikir Haechan sama Jill juga pasti setuju. "
Kedua tatapan tajam itu bertemu. Wajah keduanya sangat serius seperti dua orang serdadu yang tengah menyusun strategi.
Disaat itu pula Haechan datang. Bersama senyum sumringah yang tak pernah absen dari wajahnya, lelaki itu duduk di antara Johnny dan Mark.
Haechan keheranan, 2 orang lelaki di depannya tengah beradu tatapan tajam. Bahkan Haechan bisa melihat petir imajiner yang meliuk-liuk di antara mata Johnny dan Mark.
"Lagi main adu tatapan ya? Ada hadiahnya ga? Haechan ikut dong."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.