28. Past, Present and Future

118 17 3
                                    

Johnny pernah satu kali merasakan yang namanya perpisahan. Itu dia lakukan di atas hukum dan akrab di sebut perceraian.

Tapi berpisah karena perceraian rasanya tak sebanding dengan berpisah karena maut. Rasanya jelas lebih menyakitkan.

Sedihnya tak hanya terasa ketika sang pujaan hati terbaring kaku dan ditimbun tanah tapi juga sesak yang tertinggal ketika semua kenangan saat bersama tak bisa ikut terkubur.

Kenangan-kenangan itu akan terus membayangi Johnny, berputar di kepalanya seperti kaset rusak dan membuat lelaki itu tak bisa lagi merelakan.

Tak pernah dia bayangkan sebelumnya, dirinya akan berdiri dengan tatapan kosong, menghadap sebuah gundukan tanah dengan ribuan kelopak mawar yang bertabur di atasnya.

Semua di atur sesuai apa yang Hyomi suka selama hidup. Bunga mawar merah, beberapa tangkai lily putih, dan sebuah boneka beruang milik Jillian yang terduduk di atas makam. Itu adalah boneka yang pernah Hyomi belikan untuk ulang tahun putri bungsunya. Dan sekarang Jillian meletakkannya di sana agar ibunya tak kesepian.

Johnny bersimpuh di samping makam Hyomi. Dia melepas cincin pernikahan dari jemarinya, lalu meletakkan cincin itu di atas makam Hyomi.

"Pa ayo pulang. " Mark mencoba meraih tangan papanya.

Mendung sudah menghiasi langit sejak acara pemakaman di mulai. Daun-daun yang berterbangan terbawa angin seolah menjadi pertanda jika hujan sebentar lagi menyapa.

Mark tidak bisa membiarkan Johnny disana dan kehujanan. 2 saudaranya yang lain telah kembali ke mobil sementara dia masih berusaha membujuk papanya untuk pulang.

"Nanti mama sendirian Mark." Johnny menatap pilu. Sudah cukup sekali dia meninggalkan Hyomi. Kali ini dia ingin tetap disisi wanita itu meski dia sudah tidak bernyawa.

"Semua orang pasti sendirian kalau sudah mati pa. "

"Biarkan papa disini dulu. Papa masih rindu mamamu. "

Mark memahami perasaan papanya karena bukan cuma papanya yang merasa kehilangan tapi dia juga. Hidup terpisah membuat Mark tak banyak memiliki kenangan dengan Hyomi, bahkan lelaki itu belum sempat mengucapkan betapa sayangnya dia pada sang ibu.

Meskipun kesedihannya tak bisa dia sembunyikan, tapi lelaki itu tak ingin larut dalam duka. Dia ingin menjadi sosok yang tegar bagi papa dan kedua saudaranya.

"Mark tunggu papa di mobil."

Johnny tak sekalipun melirik putranya. Tatapannya yang pilu masih terpaku pada batu nisan dengan ukiran nama Hyomi disana.

Tak seperti ketiga anaknya yang bisa menangis di hadapan jenazah ibunya, Johnny rasanya tak sanggup mengeluarkan air mata. Ini terlalu menyakitkan hingga matanya hanya bisa menatap kosong tanpa ada tetesan air mata yang bisa menggambarkan kesedihannya.

"Hyo... Aku masih ingin bersamamu. Ayo kita menikah lagi Hyo.. "

Tak ada suara apapun yang akan menjawab permintaan Johnny selain deru angin yang berhembus gusar di area pemakaman. Lelaki itu bersimpuh terlalu lama sampai kakinya mati rasa, tapi itu tak membuatnya ingin pergi.

Dia akan menemani belahan jiwanya dan memastikan Hyomi tak kesepian lagi.

"Hyo.. bawa aku bersamamu.... "

Tepat setelah kalimat terakhirnya, kilatan cahaya menghantam tubuhnya. Rasanya seperti baru merasakan cambukan dari langit.

Johnny tak mengingat apapun dan tak merasakan apapun selain pening di kepalanya. Kedua matanya yang terpejam kini kembali terbuka. Menatap bingung pada langit-langit berwarna putih yang di kelilingi kelambu berwarna senada.

'Apa aku sudah mati? ' dia bergumam.

"Hyo... Kamu mengajakku pergi ?"

"Hyo...??"

"Papa ? Papa sudah sadar ??? " Itu adalah suara Haechan. Johnny akhirnya melihat sosoknya ketika dia menoleh kesamping.

"Haechan ??"

"Papa tadi demam, terus pingsan." Kata Haechan.

Johnny bersusah payah untuk bangun. Kepalanya masih berdenyut namun dia tak menghiraukan itu.

"Papa harus pergi." Johnny memutar tubuhnya. Lelaki itu sudah siap untuk berdiri ketika kaki-kakinya menyentuh lantai rumah sakit.

"Pergi kemana ? Biar Haechan anter."

"Ke makam mama."

"Hah???" Haechan menganga, sedikit berteriak karena terkejut.

"Makam mama??? Ta-tapi pah.. mama kan masih hidup. " Lanjut lelaki itu.

Johnny yang sudah berdiri kini kembali terduduk. Dia menatap Haechan dengan alis bertaut dan bibir yang siap melontarkan ketidakpercayaan.

"Jangan bercanda."

"Haechan serius pa, papa pingsan sejak 3 hari yang lalu gara-gara berdebat sama Jill. Dan ajaibnya mama siuman setelah mendengar perdebatan kalian. "

Tunggu!! Tunggu..!!
Bukankah Hyomi meninggal saat Johnny dan Jillian berdebat?

Johnny terdiam sepeprti orang bodoh. Otaknya yang sempat tertidur selama 3 hari kini berusaha meraih kembali memori-memori yang kacau di kepalanya.

Dan ketika dia masih berusaha meraih ingatannya, kelambu di sisi ranjangnya terbuka. Sosok wanita berkursi roda menyapanya, dengan senyuman indah yang selalu dia rindukan.

"Hyo.."

"Hai Jo. " Wanita itu menyapa riang seperti tidak ada hal serius yang terjadi.

"Kamu...."

"Umm.. bisa tinggalkan kami??" Hyomi memotong ucapan Johnny. Wanita itu melirik Haechan seolah mengusirnya secara halus.

Haechan menghela nafas, bola matanya berotasi seolah sedang mencibir. Tapi lelaki itu sama sekali tidak memprotes dan pergi sesuai permintaan ibunya.

"Jo.. aku punya masalah serius. " Kata Hyomi sedikit berbisik. Wanita itu menoleh ke arah kelambu yang tertutup untuk memastikan kalau Haechan tak mencuri dengar.

Johnny yang mendengar penuturan Hyomi mendadak melupakan kebingungannya. Lelaki itu menunduk dengan wajah serius.

"Kenapa? Kamu masih sakit?"

Hyomi menggeleng.

"Bukan itu. Tapi ada 3 bocah aneh di depan yang mengaku sebagai anak kita. Bocah di sampingmu itu salah satunya.

Johnny berkedip-kedip cepat. Otaknya yang belum beroperasi dengan normal kini  kembali kebingungan. Tubuh lelaki itu menegak dengan wajah serius yang tak lepas dari Hyomi.

"Maksudmu Mark, Harchan dan Jillian??"

"Aku ga tau siapa namanya. Mereka aneh, masa iya manggil aku mama. Aku kan masih 20 tahun. "

"Hyo.. kamu.. kamu... "

"Lagian kita kan belum menikah, masa iya sudah punya anak."

Johnny melotot. Demi dewa neptunus yang agung apakah dia sedang berkelana ke dimensi lain??
Apakah dia baru saja bereinkarnasi atau semacamnya ???

Johnny memegang kepalanya yang semakin pening. Perasaannya sungguh campur aduk tapi rasa bingung tampaknya telah menyumbangkan rasa sakit yang begitu berat di kepalanya.

Sebenarnya apa yang sedang dia alami ??????

Sebenarnya apa yang sedang dia alami ??????

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
How to Bring Mommy Home?? | Johnny SuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang