28 : Pernikahan Minho

321 37 8
                                    

Hari pernikahan Minho dan Lia akhirnya tiba. Ryujin sedari tadi sibuk mengurus keperluan Lia dan mencoba menenangkannya yang gugup luar biasa. Keringat terus membanjiri wajah cantiknya. Ryujin harus sering-sering menyekanya agar tidak merusak riasan wajahnya.

"Tenanglah. Semua akan baik-baik saja" Ryujin terus mengulang kalimat itu untuk menenangkan Lia, namun hasilnya nihil. Lia tidak terpengaruh sama sekali oleh kalimat yang dilontarkan oleh Ryujin.

"Aku takut ketahuan kalau hamil duluan. Perutku nggak keliatan, kan?" Ryujin menggeleng untuk kesekian kalinya. Pertanyaan itu sudah ia terima hampir seratus kali sejak ia membuka matanya pagi tadi. Meskipun demikian, Lia tidak merasa tenang sama sekali.

"Kamu nggak perlu khawatir. Zaman sekarang banyak orang yang hamil duluan sebelum nikah."

"Mereka akan menganggapku perempuan murahan!" Lia melotot tajam ke arah Ryujin. Ryujin mengangkat bahunya acuh tak acuh lalu berjalan ke arah pintu.

"Mau kemana kamu?" Lia mengernyit melihat Ryujin yang hendak keluar dari ruang tunggu pengantin itu. Sedari tadi tidak banyak yang masuk ke dalam sana. Lia tidak memiliki keluarga. Ia juga tidak punya banyak teman. Alhasil, tidak ada seorangpun yang dapat membantu Lia selain Ryujin.

"Aku harus keluar. Ibu dan ayah pasti kerepotan menyambut tamu-tamu yang datang." Ryujin tidak perlu menunggu persetujuan dari Lia karena ia langsung keluar dari sana begitu menyelesaikan kalimatnya.

Para tamu undangan telah berdatangan dan memenuhi venue tempat diselenggarakannya acara pernikahan Minho dan Lia. Tamu yang hadir didominasi oleh kenalan Minho dan keluarga jauhnya. Hanya sedikit kenalan yang hadir dari pihak Lia. Minho tidak ingin mengungkitnya karena kini mereka telah menjadi satu keluarga. Keluarganya, keluarga Lia juga.

"Ryujin?" Salah seorang tamu undangan mencegat Ryujin yang sedang mencari keberadaan orang tuanya. Orang itu adalah Bibi Ryujin dan sejujurnya Ryujin malas bertemu dengan bibinya yang satu itu. "Kamu cantik sekali!"

"Terima kasih, Bibi." Ryujin memaksakan sebuah senyum untuk menghormati bibinya. Pasti setelah ini perempuan itu akan mengomentari hal yang lain. Ryujin sudah menyiapkan mentalnya lebih dulu.

"Kapan kamu nyusul?" tanya Bibi Ryujin. Belum sempat Ryujin menjawabnya, sang bibi telah berceloteh hal yang lain. "Nggak bagus tahu perempuan nikahnya di atas umur 30 tahun. Kamu harus mulai cari pasangan. Apa kamu mau aku kenalkan dengan salah satu anak temanku?"

"Aku masih ingin bekerja supaya – "

"Hah! Wanita karir. Nggak jarang aku bertemu dengan perempuan yang lebih memilih karir daripada menikah seperti kamu. Rata-rata mereka berakhir sendirian sampai tua, atau nggak bisa punya anak karena kurang subur," cemooh Bibi Ryujin.

Ryujin mulai lelah memasang senyum palsu. Ia mengubah raut wajahnya menjadi datar dan sepertinya bibinya menyadari perubahan itu.

"Jangan tersinggung. Aku berbicara seperti ini karena mengkhawatirkanmu."

"Kakak nggak perlu khawatir. Ryujin sudah punya pacar dan tak lama lagi mereka akan menikah." Ibu Ryujin muncul dari arah belakang dan berdiri di samping Ryujin. Perempuan itu baru saja membela putrinya. "Kakak akan menjadi orang pertama yang kuberitahu jika seluruh persiapannya telah selesai."

Ryujin tidak dapat menghentikan ibunya. Ia bingung bagaimana caranya menjelaskan kepada ibunya bahwa ia dan Jeno sudah berpisah. Pernikahan mereka tidak akan pernah terjadi. Ryujin benar-benar bingung harus mengatakannya seperti apa.

"Sudah, Bu. Jangan dibesar-besarkan," bisik Ryujin. Jika tidak dihentikan sekarang, masalahnya akan semakin bertambah besar.

"Kenapa? Aku sedang berbicara fakta. Kamu dan Jeno sudah lama pacaran. Tak lama lagi kalian pasti akan menikah. Iya, kan?" Ryujin menutup wajahnya untuk menahan rasa malu. Suara ibunya itu sukses menarik atensi orang-orang yang berdiri di sekitar mereka.

Love ContractTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang