'Ibrahim untuk Syaqira'_______•••______
Suara ketukan pintu terdengar hingga keruang tengah. Kyai Abdullah, Umi Hafsah dan Gus Ibra yang tengah mengobrol santai menoleh ke sumber suara. Mereka saling tatap serta merasa heran dengan tamu yang datang malam-malam begini.Gus Ibra bergerak bangkit dari duduknya lantas berjalan mendekati pintu utama rumahnya.
Begitu Gus Ibra membuka pintu, yang terlihat adalah istrinya yang menyengir kearahnya dengan tas yang sudah berada dipunggung nya. Gus Ibra sendiri bingung, malam-malam seperti ini gadis itu mau kemana? Pikir Gus Ibra?
"Mau kemana, sayang?" Tanya Gus Ibra terkekeh pelan.
"Ngga mau kemana-mana." Jawab Syaqira.
"Lalu bawa tas buat apa?"
"Ini isinya seragam Ira sama buku mapel besok pagi. Ira mau tidur sini boleh? Ada tugas yang belum Ira selesaikan, tugas nya susah. Gus Ibra mau bantuin Ira kan?" Ucap Syaqira dengan kedua tangan yang sibuk memainkan kedua tali tasnya.
"Boleh, ayo masuk." Ucap Gus Ibra sembari mengusap kepala Syaqira sekilas. Syaqira berjalan menuju ruang tengah, menyalimi kedua mertuanya lalu duduk disamping Umi Hafsah.
"Mau kemana nduk?" Tanya Umi Hafsah.
"Ndak kemana-mana Umi. Ira mau tidur sini, boleh kan Umi?" Jawab Syaqira.
"Tentu boleh, sayang. Umi malah senang kalau kamu tidur disini. Mau tidur disini terus juga ngga apa-apa, malahan jadi rame rumahhya karena ada Ira, iya to?" Ucap Umi Hafsah antusias.
Gus Ibra tersenyum melihat interaksi kedua orang tuanya dengan Istrinya. Gus Ibra ikut bahagia melihat betapa antusiasnya Umi Hafsah ketika Syaqira berkunjung di ndalem.
"Ayo Ira, mau ngerjain tugas kan?" Ucap Gus Ibra yang diangguki oleh Syaqira.
"Umi, Abi. Ira mau ngerjain tugas dulu." Pamit Syaqira yang diangguki oleh kedua orang tua itu. Syaqira berjalan mengekori Gus Ibra. Mulutnya sangat berisik, sedari tadi tidak berhenti mengoceh. Tapi tak apa, Gus Ibra tidak terganggu dengan suara istri tercintanya.
"Mapelnya siapa?" Tanya Gus Ibra menatap Syaqira yang tengah membuka tasnya.
"Ustadzah Fathia." Jawab Syaqira.
"Ayo, bantu aku Ibra." Ucap Syaqira menyerahkan buku tersebut.
"Ini susah, kamu tau kan otak mini aku susah menyerap materi ini." Ucap Syaqira seraya menyentuh kepalanya yang terasa pening.
"Dicatatan pasti ada kan? Sudah dijelaskan pasti, kamu mencatat ndak?" Tanya Gus Ibra.
"Percuma Ibra, mau dicatat sebanyak apa kalau aku ngga bisa ya ngga bisa." Ucap Syaqira menyandarkan tubuhnya pada punggung kursi.
"Belum apa-apa kok sudah angkat tangan. Ayo, aku bantuin ngerjain." Ucap Gus Ibra memasangkan pulpen pada jemari kecil Syaqira.
Dengan telaten, Gus Ibra menerangkan kembali materi yang diberikan oleh Ustadzah Fathia, menyalin rumus-rumus itu dengan angka yang berbeda. Syaqira sudah letih sendiri, dirinya seperti tidak ada tenaga mengerjakan nya.
Lima belas menit terlewat, Syaqira baru bisa mengerjakan satu nomor, itu akibat Gus Ibra yang berulangkali menjelaskan pada Syaqira dan memarahinya, ah bukan! Lebih tepatnya membenarkan setiap pekerjaan Syaqira.
"Ngga mau, ah! Ira ngga mau ngerjain, mending tidur aja Ibra. Biarin aja tugasnya, Ira ngga mau. Gus Ibra marahin Ira terus." Ucap gadis itu hendak menangis. Tugas matematika saja sudah membuatnya menangis apa lagi ditambah Gus Ibra yang menyalahkan Syaqira karena selalu salah memindah rumus.
KAMU SEDANG MEMBACA
IBRA [Sudah Pernah Terbit]
General FictionIni kisah Syaqira yang harus menerima kenyataan jika dirinya akan menikah dengan gus nya sendiri, juga Gus Ibra yang harus membimbing santri Abinya yang kini berubah status menjadi istrinya. Sifat keduanya sungguh berbanding berbalik, Gus Ibra yang...