Tujuh (Pergi)

8.2K 401 4
                                    

Karina mengerjapkan matanya berkali-kali, betapa terkejutnya Karina saat dirinya berada di dalam dekapan suaminya yang kini masih tertidur lelap dengan kedua lengan mendekapnya erat. Wanita itu sudah tahu bahwa Hakan tidak akan membiarkan Karina lepas darinya, dan ia tidak bisa mengelak tentang itu.

Tapi entah kenapa rasa kecewa masih mendominasi hatinya. Kenapa disaat ia ingin memperbaiki semuanya, Karina malah mendapatkan sesuatu yang tidak ia perkirakan akan terjadi.

Ia butuh waktu, Karina butuh waktu untuk mencerna semuanya. Terkait dengan ayahnya yang tidak pernah buka suara tentang hal ini, padahal mereka tahu bahwa Karina membenci Crimson Clan yang notabenenya adalah pelaku dari meninggalnya Theo, satu-satunya sahabat Karina.

Rasanya Karina tak percaya melihat Hakan yang begitu lembut padanya ternyata adalah seorang pemimpin sebuah Clan mafia besar.

'Kenapa harus kamu Hakan?'

Tak ingin berlarut dalam pikirannya, Karina mencoba untuk melepas dekapan Hakan yang melingkar di pinggangnya. Namun usahanya sia-sia, kekuatannya terasa tidak ada apa-apanya dibanding tangan kekar Hakan yang dekapannya malah semakin erat.

"Kemana hm?" Karina sedikit terkejut saat mendengar suara serak Hakan yang terlihat masih memejamkan kedua matanya.

"Aku ingin ke toilet." Jawab Karina sambil terus berusaha mengangkat tangan besar Hakan.

Kedua mata obsidian itu kemudian perlahan terbuka, ia menatap mata sembab Karina dalam, ia lalu menyentuh pipi Karina dan mengecup kening istrinya singkat. Tindakan itu sontak membuat Karina membeku.

"Jangan menangis lagi, aku tidak menyukainya." Ujar Hakan lalu beralih mengecup puncak kepala istrinya.

Harusnya Karina senang karena Hakan sudah tidak enggan lagi untuk menyentuhnya.

Namun Karina hanya berdehem pelan. Saat dekapan Hakan terasa merenggang, ia lalu bangkit dan berjalan menuju kamar Mandi tanpa mengatakan sepatah katapun pada suaminya.

Blam

Tubuh Karina luruh seketika, ia tidak bisa mendiamkan Hakan seperti ini. Karina merasa tidak tahu diri untuk marah kepada sosok pria yang dulu sangat sabar menghadapi dirinya yang begitu brengsek selama hampir tiga tahun lamanya.

Tapi entah kenapa rasa kecewa dalam dadanya juga besar. Ia tidak bisa menerima ini begitu saja, Karina belum siap.

Karina meremas rambutnya kuat, ia tahu bahwa sekarang adalah waktunya untuk Karina menenangkan diri. Mungkin dengan mengunjungi sahabatnya, hati Karina akan lebih tenang.

Karina keluar dari kamar mandi sehabis membersihkan tubuhnya, pandangannya terfokus pada ranjang yang sudah kosong. Ia lalu melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul sepuluh, Karina mengira suaminya itu pasti sudah pergi kekantor.

Tanpa pikir panjang Karina langsung menuju meja rias untuk berdandan guna menutupi kedua mata sembab nya.

Jujur saja Karina kagum pada wajahnya, di kehidupan sebelumnya kedua pipi Karina sudah benar-benar tirus akibat stress dikarenakan perilaku Darren yang sangat semena-mena kepadanya. Bahkan Karina sudah tidak merawat wajah dan tubuhnya lagi akibat sibuk mencari Darren untuk meminta pertanggungjawaban Darren terhadap anak yang dia kandung.

Tangan Karina seketika mengusap perut datarnya pelan.

'maafkan mommy nak.'

Tetesan air mata ikut keluar saat kedua mata Karina terpejam, walaupun anaknya sudah tiada tapi ia tidak akan pernah melupakannya.

Karina menghela nafas panjang, ia lalu bangkit dari duduknya dan mengambil tasnya. Wanita dengan balutan dress lengan panjang itu keluar kemudian keluar dari kamarnya.

Serendipity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang