Tiga puluh satu (maaf)

2K 197 12
                                    

Sudah dua minggu lebih Hakan selalu pulang dini hari, Karina yang melihat kebiasaan baru suaminya itu hanya bisa mencoba untuk berpikir positif.

Mungkin, suaminya belakang ini sedang sibuk dengan pekerjaannya.

Walaupun begitu, ada perasaan khawatir yang selalu datang melingkupi hatinya.

Ia takut jika nanti Hakan akan jatuh sakit. Walaupun pada kenyataannya Karina tak pernah mendapati suaminya sakit dan selalu terlihat bugar walaupun sudah melakukan banyak aktivitas.

Malahan dirinyalah yang sering jatuh sakit.

Selama suaminya yang sering pulang dini hari, sejak itulah Karina selalu memilih untuk bergadang menunggu suaminya. Walaupun pria berbadan tegap itu selalu menyuruhnya untuk tidur lebih dahulu, ia tetap bersikeras menunggu suaminya.

Setidaknya dengan itu Hakan jadi berusaha untuk pulang lebih cepat, mungkin jika tidak begitu suaminya akan pulang keesokan harinya.

Saat ini Karina duduk disebuah sofa besar yang ada di kamarnya dengan ponsel yang selalu berada di genggamannya.

Ia lirik layar ponselnya yang sudah menunjuk pukul dua belas malam.

Wanita berambut legam itu menghela nafas panjang dan memilih untuk menghubungi nomor ponsel suaminya.

'Hello honey.'

Suara bass itu seketika menyapa gendang telinganya. Tak sadar sebuah senyuman tipis terbit dibibir Karina.

"Kapan kamu akan pulang? Aku menunggumu.." ujarnya yang terdengar seperti merengek.

'Sebentar lagi aku akan pulang. Tidu-'

"Tidak! Aku tidak akan tidur sampai kamu pulang." Potong Karina menggebu-gebu.

'Kamu sangat keras kepala sayang, baiklah aku akan pulang sekarang. Jangan paksakan dirimu, jika sudah merasa mengantuk tidurlah.'

"Maka dari itu cepatlah pulang, aku merindukanmu.."

'Me too,-'

'Aku sudah berada di mobil sekarang.'

"Baiklah kalau begitu hati-hati dijalan, aku menunggumu pulang."

Tok tok tok

"Masuk!" Ujar Karina pada seseorang yang ada dibalik pintu yang Karina biarkan sedikit terbuka.

'Honey, who's that?'

"Freya, dia membawakan aku teh hangat seperti biasa." Jawab Karina dengan mata yang memperhatikan Freya yang masuk kedalam kamarnya dengan sebuah nampan yang diatasnya terdapat secangkir teh hangat.

"Permisi nyonya." Ujar Freya sembari meletakkan cangkir itu diatas meja yang ada dihadapan Karina.

"Terima kasih Freya."

Karina menatap bingung kearah Freya yang tetap berdiri dihadapannya dengan raut gugup.

Ia kemudian kembali bersuara, "Hakan, aku matikan dulu telponnya. Hati-hati dijalan suamiku." Ujar Karina pada suaminya yang kemudian memutus saluran telepon itu dan menatap gadis didepannya dengan kening yang sedikit mengernyit.

"Ada apa? Apa ada yang ingin kamu sampaikan Freya?" Tanya Karina pada Freya yang kini terlihat memegang erat nampan yang ada ditangannya.

Gadis yang tadi menunduk kini menatap istri tuannya dengan tatapan yang tak bisa Karina artikan.

Dapat Karina lihat dari kedua mata sipit itu menetes air mata yang melewati pipinya begitu saja.

"Maafkan saya nyonya." Lirihnya dengan kepala yang kembali menunduk.

Serendipity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang