Dua puluh enam (ingin)

3.2K 214 7
                                    

Kedua mata Karina mengerjap beberapa kali guna menahan rasa kantuk yang menyerang dirinya.

Sesekali ia menguap dengan tubuh yang ia sandarkan pada sofa yang ada diruang tamu.

Ia sesekali melirik kesamping, siapa tahu suaminya akan datang. Namun ternyata sama saja seperti dua jam yang lalu, pria itu tak kunjung menunjukkan batang hidungnya.

Jam sudah menunjukan pukul satu dini hari, tapi semangatnya untuk menunggu Hakan tak kunjung pudar, walaupun kedua matanya tak dapat diajak kerja sama.

"Nyonya, ini saya bawakan teh hangat." Karina menoleh ke sumber suara yang menampilkan sosok Freya dengan secangkir teh hangat di atas nampan yang ia pegang.

Karina tersenyum, "Kamu tahu saja kalau saya butuh teh hangat sekarang." Ujar Karina dengan mata yang mengamati Freya yang meletakan cangkir itu diatas meja.

Wanita itu menepuk tempat kosong di sofa tempat dirinya duduk. "Duduklah disini, saya bosan sendirian."

Gadis dengan rambut yang di ikat dengan rapi itu seketika gugup, "Tidak usah nyonya, saya duduk dibawah saja." Balas Freya yang sudah akan duduk dilantai namun seketika ditarik oleh Karina untuk duduk disampingnya.

"Apa yang kamu lakukan? Duduk disini, ini perintah!"

"Ba-baik nyonya." Jawabnya lalu tersenyum kikuk.

Karina menyeruput teh hangat itu lalu menoleh ke arah Freya yang juga menatap dengan raut kikuknya.

"Saya suka dengan teh yang kamu buat. Untuk kedepannya kamu saja yang membuatkan saya teh, ya?"

"Ah ba-baik nyonya, terimakasih."

"Kamu berasal dari kota mana?"

Gadis muda itu terdiam sejenak, "Saya dulu tinggal di London nyonya." Jawabnya.

Kening Karina mengernyit, "Pantas saja waktu itu aku bertemu denganmu di London." Ujar Karina manggut-manggut.

"Lalu keluargamu bagaimana? Apa mereka mengizinkanmu bekerja di luar negeri seperti ini?"

Freya menggelengkan kepala, "Tidak apa nyonya, mereka mengizinkanku."

Gadis itu kembali terdiam cukup lama, ia terkejut saat tangannya diusap pelan oleh Karina. "Ada apa? Cerita saja, saya dengan senang hati mendengarkan ceritamu."

Kedua manik Freya membola diikuti dengan senyuman hang terpatri diwajahnya. Wajah gadis itu kembali murung, "Saya membutuhkan banyak uang nyonya, itulah kenapa saya menerima tawaran untuk menggantikan Dea disini."

"Untuk apa?"

"Adik saya sedang sakit keras nyonya, kedua orang saya tidak bekerja dan hanya saya yang dapat diandalkan."

Karina memegang pundak kecil Freya, "Lalu bagaimana? Apakah cukup?" Gadis itu mengangguk, "Lebih dari cukup nyonya." Jawabnya yakin.

"Baiklah kalau begitu, beritahu saya jika kamu kekurangan uang untuk keluargamu. Saya akan membantumu."

Gadis itu terdiam sambil menatap Karina dengan tatapan tak terbaca.

"Maaf nyonya." Lirihnya sambil menunduk.

"Hei kenapa minta ma-"

Ucapan Karina terhenti saat matanya menatap suaminya yang berjalan mendekat.

"Hakan!" Karina seketika menghampiri suaminya yang kini tersenyum kearahnya. Sedangkan Freya memilih untuk pergi karena tidak ingin menganggu Karina dan Hakan.

"Hei kenapa belum tidur? Ini sudah malam." Ucap Hakan pada Karina yang kini sudah berada dalam pelukannya.

Wanita itu menggesekkan hidungnya pada dada suaminya guna menghirup aroma yang begitu membuatnya candu.

Serendipity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang