Cengirannya

167 25 0
                                    


°•°•°

Memandang tanpa minat, padahal permainan bola tangan yang tengah berlangsung didepannya terlihat menyenangkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Memandang tanpa minat, padahal permainan bola tangan yang tengah berlangsung didepannya terlihat menyenangkan. Sebab mereka semua yang terlibat tampak begitu senang, memeras keringat ditengah sorotan senja. Jam olahraga diakhir rangkaian acara bersekolah dihari rabu. Kedapatan dalam latar bumantara yang menjingga perlahan.

Jimin ingin cepat pulang, ia lelah makanya hanya diam saja di barisan tangga podium. Menunggu jam pelajaran habis waktunya. Menikmati senja monoton, yang harusnya indah tapi Jimin tidak bisa merasakan apa-apa.

Malah mengantuk jadinya, melihat orang-orang yang terbagi dalam dua grup berlari kesana kemari. Menyelamatkan diri menghindari lemparan bola. Lebih dari lima menit Jimin hanya diam saja dengan tontonan sibuk dihadapannya. Matanya mulai berat, sesekali terpejam kemudian terbuka kembali saat ada pekikan dari kehebohan Teman-temannya.

Kemudian terpejam lagi, mulai jatuh dalam lelapnya, sampai tidak bisa mempertahankan posisi tegapnya. Nyaris jatuh, tapi Jimin langsung tersentak saat ada yang menahan tubuhnya untuk tidak mencium keras permukaan tangga podium.

Saat itu juga cengiran kotak Taehyung terbingkai pandangannya,  "Jam olahraganya sudah selesai. Ayo kita pulang."


'Kenapa juga aku harus sekelas dengannya.' rasanya ingin pindah kelas, kalau bisa pindah sekolah sekalian. Dirumah sudah penuh dengan Taehyung, kehidupan sekolah pun sama. Rasanya menjengkelkan.

Jimin buru-buru menegakkan kembali tubuhnya. Rasa kantuknya langsung sirnah. Cepat-cepat berdiri, mengambil serta tas miliknya. Melangkah pergi meninggalkan saudara tirinya.

"Jimin-ah, mau makan dulu tidak. Bukannya kau melewatkan makan siangmu lagi tadi" Taehyung  berlari menyusul Jimin, berjalan disamping saudaranya. Menyamai langkah, tidak ingin tertinggal, "Tenang saja, aku yang traktir."

Tidak sepatah katapun yang keluar. Jimin tetap melangkah tanpa mempedulikan Taehyung. 'Anggap saja tidak ada siapapun, Jim. Kau sendirian.'

"Jimin-ah, katanya besok lusa Ayah libur. Ayah mau mengajak kita jalan-jalan ke pantai."

'Bukan aku. Tapi kau. Bukan aku, bukan. Hanya Taehyung, cuma Taehyung.' Ayah sudah biasa begitu. Jimin tidak diajak, sudah tidak aneh lagi. Tapi perkataan Taehyung menyakitinya. Terdengar seperti ejekan, kebanding sebuah ajakan.

"Jimin-ah."

"Berisik!" Jimin langsung berlari, cukup kencang meninggalkan Taehyung. Ia tidak mau dengar apapun lagi, suara hembusan napas Taehyung saja sudah membuat perasannya sesak.

"Jimin-ah!" Dengan tergesa-gesa Taehyung berusaha menyusul. Ia langsung panik sebab tindakan Jimin yang diluar prediksinya, "Jangan lari, Jimin!"...nanti kau jatuh lagi.'

Taehyung masih tidak bisa lupa dengan Jimin kecil yang terkilir akibat jatuh saat berlari, atau lututnya yang terluka dan berdarah cukup banyak. Katakan saja, Jimin selalu apes kalau soal lari. Kebanding lancar-lancar saja, Jimin lebih sering jatuh tersandung kakinya sendiri, atau celah dijalanan.

"Jimin-ah!"

Dan Taehyung sudah kelewat paham. Ia hidup bersama Jimin bukan sehari dua hari, tapi sudah bertahun-tahun. Praduganya juga tepat sasaran. Jimin jatuh didepan sana, tersandung langkahnya sendiri.

"Jimin." Sepenglihatan Taehyung, hanya tangan Jimin yang terluka. Lecet dan sedikit mengeluarkan darah, "Katakan bagian mana lagi yang sakit?"

Tidak ada rintihan atau raut kesakitan. Jimin hanya terdiam memandangi luka ditelapak tangannya yang berdarah. Sementara Taehyung langsung mengeluarkam botol minumnya dari dalam tas, mengguyur luka Jimin. Saat itu ringisan Jimin baru keluar, "Perih."

"Kenapa berlari, huh. Kau bisa berteriak saja padaku, atau usir aku seperti biasanya. Jangan berlari seperti tadi." Menyeka pelan luka Jimin, lalu Taehyung berikan pleseter supaya terhindar dari debu, "Adalagi tidak yang sakit? Kakimu, kakimu terkilir tidak? Coba lihat lututmu, takut lecet juga."

Bukannya menjawab, Jimin malah memaksakan diri berdiri. Melawan denyutan sakit dikakinya, ia kembali lanjutkan langkahnya meski tertatih.

"Biar aku bantu, Jim." Tapi Jimin menolak. Ia tidak ingin bersentuhan dengan Taehyung. Menghindar, jadi Taehyung yang mengalah. Hanya memperhatikan Jimin dari belakang, berjaga-jaga takut saudaranya itu tidak lagi sanggup melanjutkan langkahnya.

Tapi syukurnya, Jimin menamatkan perjalanannya sampai rumah tanpa jatuh lagi, apalagi sampai dibantu Taehyung. Kedatangan yang langsung disambut dengan suara dari Ibu tirinya, "Kenapa ini? Kenapa Jimin jalannya begitu? Jimin habis jatuh, ya? Coba Ibu lihat kakinya."

Jikalau bisa melanggar kode etik, Jimin ingin sekali menendang Ibu tirinya kalau sampai menyentuh kakinya. Tapi ia masihlah manusia yang beradab, jadi Jimin hanya memundurkan langkahnya supaya Ibu tirinya tidak mampu menjangkaunya.

"Jimin jatuh Bu, didekat kedai Paman Able." Taehyung yang kali ini bersuara.

"Bagaimana bisa sampai jatuh Taehyung? Kau pasti lalai, sudah Ibu bilang jaga Adikmu."

Drama sekali, Jimin tidak tahan berlama-lama. Ia ingin cepat-cepat masuk kedalam kamarnya, menikmati kedamaian suasana dari tempat ternyaman dalam hidupnya.

"Jimin-ah, jangan kemana-mana dulu, nak. Sini Ibu lihat dulu kakinya, takut terkilir seperti dulu."

Tapi Jimin tidak mengindahkan perkataan Ibu tirinya. Ia tetap melangkah menaiki tiap anak tangga meski perlahan.

Jujur saja, rasa perih barusan terasa menyenangkan. Jimin  berniat menguyur lagi luka lecetnya dengan alkohol pembersih luka.

°•°•°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°•°•°

Maaf telat, Minki ngantuk banget soalnya.:)

Written by
Minminki


Tanpa JedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang