Rengkuhannya

185 26 3
                                    

Tembus 881 Kata

°•°•°

Langit biru itu mengejeknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Langit biru itu mengejeknya. Jimin benci terang, lantas ia menarik tirai kamarnya yang tadi pagi dibuka oleh Taehyung yang membangunkannya. Kebiasaan sekali.

Sekarang jauh lebih baik, saat minim cahaya menginvasi kamar Jimin. Remang-remang jauh lebih baik daripada terang benderang. Cahaya membuat matannya silau, dan Jimin merasa jadi manusia yang paling gelap auranya. Matahari tidak cocok untuk jadi perumpamaan hidupnya. Bahkan langit malam sekalipun. Lebih cocok dengan gelungan awan mendung, yang datangnya menciptakan badai.

Jimin memejamkan matanya. Sudah malam tapi kantuknya belum juga datang. Hanya pening yang merajai seluruh bagian kepalanya. Melang-lang buana bercabang-cabang bagai ranting pohon isi pikirannya. Dirinya terbiasa direndahkan orang lain. Namun sangat sialan saat dirinya sendiri juga ikut andil. Makin kacau berantakan kebisingan didalam kepalanya. Tanpa diminta hanya terus mengulang yang kelam-kelam. Sesuatu yang tidak bisa Jimin buang meski ingin. Hanya terus berputar-putar membuatnya kewalahan.

Harusnya Jimin terbiasa. Namun yang terjadi, ia malah merasa semakin gila saja. Dibeberapa waktu hatinya tidak merasakan apapun, dan terkadang hanya memunculkan ide-ide gila yang tidak wajar.

Tidak sekonyong-konyong Jimin turuti sebab masih ada kesadaran. Tapi jika sudah tidak tahan dengan kebisingan kepalanya dan residu hatinya yang meluap memenuhi ruang dalam relung, memicu rasa sakit yang menyesakkan. Jimin tetap akan melampiaskannya. Dengan melukai bagian dari dirinya sendiri.

Mungkin tangan atau kaki, sesuatu yang bisa digapai olehnya. Apapun yang mampu membawa ketenangan dalam jalur napasnya. Jimin tidak ragu melakukannya. Mendapatkan euphoria meski sejenak. Tidak akan ada yang tahu kalau ia sembunyikan, atau meskipun ketahuan, Jimin pikir tidak akan peduli. Seperti benda yang hancur dan tidak bisa berguna lagi, Jimin hanya menunggu untuk dibuang. Ia sudah siap jika hari itu datang.

'Bunda.'

Ruang diantara alis Jimin mengerut. Suara lucu itu menyakiti pendengarannya. Ia memukul telinganya bertubi-tubi. Menyedihkan melihat masa lalunya berlarian didalam bayangan yang pikirannya ciptakan.

'Bunda!'

Jimin merasa napasnya memberat seiring dengan langkah kaki kecil itu melambat. Dalam buramnya pandangan dan ruangan yang berkabut. Jimin melihat Bundanya yang hanya menyisakan raganya saja.  Berbaring tanpa bernapas.

'Karena wanita itu bukan! Jawab aku Min-Seok. Kau ingin bercerai denganku karena wanita murahan itu.'

'jaga ucapanmu, Hong-Ju!'

Tanpa JedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang