Tembus 679 Kata
°•°•°
Gelungan ombak, deburan yang terdengar menyegarkan, hamparan birunya lautan dan bersihnya pasir pantai. Jimin hanya mampu menggambarkannya dalam bentang imajinasinya saja. Yang ia lakukan kini, hanya berbaring ditempat tidurnya. Memandang langit-langit kamarnya, polos, tidak bercorak, tidak berhiaskan apapun, membosankan. Tapi Jimin betah berlama-lama memaku atensi disana.Taehyung memaksanya lagi tadi untuk ikut. Tapi Jimin enggan sebab tidak ada bahasa apapun dari Ayah. Ia yakin semuanya sudah sangat rapih Ayah rencanakan sebagai liburan yang menyenangkan. Jimin tidak mau mengacau sebab memaksa ingin ikut. Meskipun Taehyung berusaha membuat Ayah bukan suara supaya Jimin mau ikut juga. Tetap, Jimin pada pendiriannya.
'Mereka pasti sedang main banana boat. Bertiga, seperti keluarga sejahtera.' lalu ponselnya berdering. Nama Taehyung tertera didalam layar. Jimin mengabaikannya, sampai panggilan yang ketiga kali.
Lalu yang ke-empat, datang dari Ayahnya. Jadi Jimin angkat, "Hallo, Yah."
"Kemana saja? Kau tidur ya. Ini sudah sore Jim. Tidak baik buat kesehatan, tidur sore-sore." Tidak kedengaran bersahabat. Terdeteksi oleh Jimin, nada marah yang membaur didalamnya, "Ayah di toko kue sekarang. Taehyung bilang ingin beli oleh-oleh buatmu, tapi tidak tahu beli yang mana. Kau maunya kue apa?"
"Tidak usah, Yah. Jimin tidak mau kue apa-apa." Jimin tidak ingin merepotkan. Meskipun tergugah, ia tetap bilang enggan.
"Jangan membuat Taehyung sedih, Jim. Kami sudah rela membuang waktu. Cepat katakan, keburu makin sore. Jalanan macet."
Jimin menelan ludahnya susah payah. Lemah sekali hatinya, sakit tidak kira-kira. Padahal Ayahnya tidak membentak, hanya bernada ketus saja, "Apa saja Yah. Terserah Ayah."
"Yasudah kalau begitu. Jangan tidur, kurang dari satu jam kami datang." Ayah langsung mematikan panggilan ponselnya, tidak menunggu Jimin menyahuti.
Ia harus membuka pintu nanti. Jadi Jimin memilih keluar dari kamarnya, supaya bisa menguping suara mobil Ayah.
Lantas ia mendaratkan bokongnya disofa ruang tengah. Menunggu dengan tenang. Katanya kurang dari satu jam, tapi Ayahnya datang satu setengah jam kemudian. Benar-benar terjebak macet sepertinya.
Jimin langsung berlari kearah pintu, begitu suara deru mesin mobil Ayahnya terdengar. Membukakan pintu seperti biasanya.
"Jimin-ah!" Taehyung langsung merangkul Jimin. Mengajaknya duduk disofa, "Lihat apa yang aku bawa."
Ada dua paper bag yang Taehyung tunjukkan. Salah satunya Taehyung buka, "Kau tahu tidak, ada restoran Ayam yang baru saja buka. Aku coba menu best sellernya tadi. Kau juga harus coba."
'Makan bersama.' Ingin tertawa Jimin jadinya. Sumringah sekali Taehyung bercerita, seolah itu bukan apa-apa. Mungkin lumrah lagi Taehyung, tapi asing buat Jimin. Ia tidak pernah ada diposisi itu.
"Sini-sini, Ibu panaskan dulu ayamnya. Biar lebih nikmat rasanya." Ibu mengambil paper bag yang sudah Taehyung buka. Membawanya ke dapur untuk dipanaskan dalam microwave.
"Satu lagi." Taehyung membukanya, mengeluarkan kotak dari dalam sana, "Ayah yang memilihnya sendiri untukmu." Taehyung mengulas senyum, melirik kearah Ayahnya yang tengah berdiri memperhatikan mereka.
Dengan penuh semangat Taehyung membuka kotaknya, "Jjang!" strawberry shortcake dengan topping potongan strawberry segar diatasnya.
"Dihabiskan ya Jim." Jimin menoleh pada Ayahnya, melihat bagaimana pria itu mengulas senyum padanya. Sesuatu yang sangat jarang Jimin dapati, "Kasih Taehyung coba juga. Jangan pelit, saudara itu harus saling berbagi."
Ayah pergi menyusul Ibu ke dapur, meninggalkan Jimin dan Taehyung. Kemudian Taehyung kembali bicara, "Ayo, Jim. Dicoba."
Jimin membasahi kerongkongannya yang terasa kering mendadak. Memandang kue yang tersuguh dihadapannya, 'Tahan bodoh, Tahan.' rasanya ingin menangis, air matanya hampir tidak bisa ditahan.
"Ini untukku?" Taehyung mengangguk untuk pertanyaan Jimin, "Ayah yang memilihnya?" Taehyung mengangguk lagi, membuat Jimin tersenyum getir, 'Berarti Ayah ingin membunuhku.'
"Sini, biar aku potongkan untukmu." Dengan pisau yang sudah disediakan, Taehyung memotong kuenya dengan rapih. Layaknya display kue slice yang dijual di toko-toko, "Kau harus coba. Tidak boleh menolak. Soalnya Ayah bilang kau pasti suka. Buah strawberry kelihatan segar sekali."
'Ayah bilang pasti aku suka.'
'Ayah yang memilih kuenya untukku.'
'itu sudah lama, pasti sekarang tidak apa-apa. Aku sudah besar sekarang.'
Jimin meyakini diri kalau alerginya hanya penyakit dimasa kecilnya. Seiring berjalannya waktu, ia ingin percaya kalau hal itu sudah tidak ada dalam dirinya. Apalagi Ayah yang memilihnya sendiri, Jimin tidak mau menyia-nyiakan momen yang langka buatnya. Jadi Jimin menerimanya, potongan kue yang Taehyung berikan.
Satu suapan besar, Jimin bisa mengecap rasa manis dan asam. Yang perlahan terasa membakar tenggorokannya.
Readers-nim, Thank you. 🐣
°•°•°
Written by
Minminki
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Jeda
Fanfiction[Tanpa Jeda] Tahu tidak? Jimin rindu, sangat rindu sampai jiwanya lepas entah kemana. Bukankah Taehyung harus bertanggungjawab? Karenanya Jimin benar-benar akan sekarat. [20240201] Minminki