973 Kata
°•°•°
Sore menjelang, trotoar tepi jalan pasti ramai. Para pejalan mengejar masing-masing kepentingan. Mungkin pulang, atau ada yang baru berangkat. Setiap makhluk hidup pasti punya kegiatan, apalagi manusia.
Jimin juga baru saja menyelesaikan kegiatannya. Sekolah tidak begitu memusingkan hari ini. Banyak pelajaran kosong, dan Jimin punya banyak waktu tidur. Sedikit waktu yang ia gunakan untuk sekitarnya, dikelas ia sibuk memejamkan matanya. Menyumpal telinganya dengan penyuara yang disetel musik random dari playlist online milik orang lain. Menghindari kebisingan kelas.
Langkah Jimin berhenti didepan apotik yang sepi pengunjung. Ia masuk membawa kepentingannya, yang ia utarakan pada pelayan apotik yang berjaga, "Pleseter dan krim antibiotik satu."
Sekitar dua menit menunggu. Apa yang Jimin minta datang. Ia membayar sejumlah yang ia beli, "Terimakasih."
Tidak lantas melangkahkan kaki keluar. Jimin memilih mendudukkan diri di kursi yang tersedia. Bersandar disana, meminum sebotol air yang ia keluarkan dari dalam tasnya.
Sebenarnya, naik bus dari sekolah sampai ke apotik bisa mempersingkat waktu dan menghemat tenaga. Hanya saja, rugi uang. Harusnya Jimin hanya perlu membayar sekali sampai didekat rumahnya, kalau tadi ia naik bus jadi double pengeluaran. Irit itu perlu. Masa depan tanpa uang tabungan, hanya akan ada ketakutan. Meskipun Jimin masih tanggung jawab Ayahnya. Melatih diri sejak dini tidak ada salahnya.
Ada pohon tiruan yang cukup besar di sudut-sudut apotik. Mungkin karena sedang musim panas, didalam apotik didekorasi dengan unsur tropis. Dibuat ala-ala Seychelles. Damai dipandang sebab bertemakan alam. Jimin saja betah menaruh atensi lama-lama. Serasa melihat halaman belakang rumahnya yang juga banyak ditumbuhi tanaman dan beberapa pohon besar berbuah. Paviliun kecil ditengah taman.
Tapi anehnya, Jimin selalu malas untuk pulang padahal rumahnya lebih dari cukup untuk disebut nyaman. Ia hanya akan berakhir mendekam dikamar, menciptakan suasana nyaman dalam dunianya sendiri. Selalu begitu.
Lalu kursi disampingnya berderit dengan sedikit guncangan. Jimin sedikit melirik, seseorang duduk disampingnya. Pria yang tengah sibuk membaca struk belanjaannya. Jimin tidak menghiraukan, ia kembali menikmati waktu diamnya. Kembali memandang dekorasi cantik di depannya.
Namun suara dari orang disebelahnya benar-benar menganggu. Keluhan yang kedengaran sampai telinga Jimin, membuatnya mengeluarkan kembali penyuara telinga dari dal saku celananya. Jurus jitu yang Jimin punya kalau sekitarnya tidak aman buat pendengaran.
Musik dalam ponselnya belum dinyalakan. Kali ini suara yang duduk disebelahnya kedengaran lebih tertuju. Membuat Jimin menoleh, sebab pria itu mengajaknya bicara, "Nak, boleh Paman pinjam uang? Ada obat yang belum paman beli, tapi uang yang Paman bawa kurang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Jeda
Fanfic[Tanpa Jeda] Tahu tidak? Jimin rindu, sangat rindu sampai jiwanya lepas entah kemana. Bukankah Taehyung harus bertanggungjawab? Karenanya Jimin benar-benar akan sekarat. [20240201] Minminki