Temannya

140 25 6
                                    

983 Kata

°•°•°

Sebenarnya kebisingan dibawah membuat Jimin enggan turun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebenarnya kebisingan dibawah membuat Jimin enggan turun. Tapi mau bagaimana lagi. Kerongkongannya kering kerontang, sementara gelas dikamarnya sudah habis isinya. Mau tidak mau Jimin harus turun untuk mengambil segelas air didapur. Ia anggap tidak ada manusia yang sedang berbincang di ruang tengah. Jimin anggap tidak dan ia lewat begitu saja tanpa memberi sapaan ramah sebagai bagian dari tuan rumah.

Tapi mereka yang tengah membangun konversasi menyenangkan tidak menganggap Jimin hanya sekedar angin lewat saja. Beom-Jin, tamu yang berstatus sebagai teman Taehyung itu meluncurkan sapaan pada Jimin sambil mengulas senyum ramah.

Konyolnya, sudah menanamkan niat mengabaikan sejak beranjak keluar dari kamarnya. Fokus Jimin malah buyar. Ia stagnan berdiri diambang pintu dapur. Salah tingkah saat mendapatkan sapaan ramah dari orang yang sebenarnya tidak terlalu Jimin kenal. Hanya tahu namanya saja.

"Kenapa diam saja disitu. Kesini, bergabung dengan kami. Aku bawa kue juga untukmu." Beom-Jin kembali bersuara.

Jimin malah dibuat gemetar. Gila sekali respon tubuhnya yang diluar nalar. Saat ada yang mencari masalah dengannya, Jimin malah berani menjawab. Giliran diperlakukan dengan penuh keramahan, malah tremor sepuluh jarinya.

"Ti-tidak. Terimakasih." Buru-buru Jimin memasuki dapur. Berniat menyembunyikan dirinya disana.

Menuangkan air tergesa-gesa, meneguknya juga tergesa-gesa. Jimin tidak tenang dalam duduknya. Bukannya apa, ia masih harus melewati ruang tengah untuk kembali ke kamarnya. Sementara dirinya tidak mau lagi dihiraukan. Rasanya sangat aneh saat menemukan keramahan dari orang yang terhitung asing buat Jimin. Ia tidak terbiasa diperlakukan begitu. Lebih sering menerima ucapan tidak mengenakkan, bahkan dari orang yang Jimin tidak kenal.

Tanpa sadar, jari telunjuk Jimin menggaruk bagian didekat kuku ibu jarinya. Berkali-kali, sesuai intensitas kecemasannya. Kukunya yang agak panjang membuat daging samping kukunya mulai memerah. Memikirkan banyak hal dalam lamunannya.

"Jimin-ah."

Satu tepukan dibahu membuyarkan lamunan Jimin seketika. Matanya terbuka lebar, nyaris terjungkal dari tempat duduknya begitu mendapati Beom-Jin ada disampingnya, 'Sejak kapan orang ini masuk?' Jimin tidak melihat kedatangannya sama sekali.

"Ini, tiramisu." Menyuguhkan kue yang didekor minimalis tapi cantik pada Jimin. Lalu matanya melihat kearah lain, dimana telunjuk Jimin masih bekerja melukai Ibu jarinya sendiri, "Sudah lecet Jimin."

Jimin meraba kemana arah pandang Beom-Jin. Sebelum akhirnya ia menyadari kalau ucapan yang barusan Beom-Jin katakan tertuju untuk tangannya. Jimin langsung mengepalkan tangannya, menyembunyikan jari-jarinya, "Aku tidak makan tiramisu. Buatmu saja."

Tanpa JedaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang