1051 Kata
°•°•°
Seperti hembusan api naga. Jimin merasakan panas di rongga hidungnya, juga diwajahnya. Hawa dingin menyelimuti seluruh tubuhnya tapi kulitnya panas seperti bara perapian. Semua persendiannya diserang rasa pegal, kepalanya memberat. Ketidakberdayaan mengikat Jimin diatas tempat tidurnya. Benar-benar menyiksa.
Jimin enggan disentuh. Tidak ada kenyamanan yang ia rasakan. Setiap tangan Ibu tirinya bersentuhan dengannya, Jimin benar-benar marah. Ia tidak terima, "Aku lebih baik mati! Menjauh dariku!"
Ini kekanakan, tapi Jimin tidak bisa melawan. Perasannya tidak tentu arah, kepalanya memanas dipenuhi amarah yang tidak jelas alasannya. Mulutnya terus terpancing untuk memakai Ibu tirinya. Selembut apapun nada bicara Ibu tirinya, atau seperhatian apapun tingkahnya. Jimin tetap enggan membiarkan tangan Ibu tirinya bergerak untuk mengurangi rasa sakitnya. Jimin justru merasa semakin panas saja.
"Kali ini saja Jimin, Ibu mohon. Demam mu tinggi sekali. Harus cepat-cepat diobati."
Jimin tidak mau dengar. Dengan sisa tenaga yang ia punya, meski menggigil dan berkeringat dingin, Jimin memaksakan dirinya turun dari tempat tidur. Menepis tangan Ibu tirinya yang berusaha menggapainya. Tidak tahu akan dibawa kemana langkahnya. Baru sampai ujung tempat tidurnya saja, Jimin kehilangan keseimbangannya. Namun demi perasaan yang ia junjung tinggi, Jimin berusaha tetap mempertahankan posisinya dan mulai kembali melangkahkan kakinya.
"Jangan keras kepala Jimin. Sikapmu membahayakan dirimu sendiri." Berusaha menahan. Namun pada akhirnya ditepis lagi dan lagi. Ibu tidak habis kesabaran, hanya kehabisan akal. Tidak tahu bagaimana lagi caranya membujuk Jimin.
Disaat Ibu kebingungan harus mengambil langkah apa, saat itu juga Taehyung memunculkan batang hidungnya. Masih memakai seragam sekolah. Raut terkejut langsung terpampang nyata. Taehyung melepas asal tas yang tersampir dibahunya. Bergegas menghampiri Jimin yang kesulitan menyeimbangkan langkahnya.
"Jimin-ah." Lalu melirik kearah Ibunya. Memberikan tatapan bertanya-tanya, "Ada apa ini, Bu? Jimin kenapa?"
"Demamnya tinggi lagi Tae. Ibu berusaha membantunya, tapi Jimin tidak mau." Sudah berbagai bujuk rayu Ibu kerahkan. Kerasnya Jimin tidak luluh sedikitpun.
"Kenapa begitu, Jimin. Sakitnya bisa tambah parah nanti." Suhu tubuh Jimin lebih panas daripada sebelum Taehyung berangkat sekolah tadi. Kalau terus dibiarkan bisa berakibat fatal.
"Minggir." Jimin menerjapkan erat matanya. Pandangannya agak menguning, sedikit gelap. Mungkin ini yang disebut berkunang-kunang. Rasanya memusingkan, "Minggir, Tae—agh!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Jeda
Fanfiction[Tanpa Jeda] Tahu tidak? Jimin rindu, sangat rindu sampai jiwanya lepas entah kemana. Bukankah Taehyung harus bertanggungjawab? Karenanya Jimin benar-benar akan sekarat. [20240201] Minminki