Pagi itu di sepanjang koridor dimana kanan kirinya terdapat kelas, terdengar bisikan-bisikan gosip yang baru saja menyebar seantero sekolah mengenai guru kimia bernama Martama Ardiansyah, atau kerap dipanggil Pak Tama. Siswa-siswi yang mengetahui beritanya kesal, kecewa, sekaligus tidak menyangka. Bagaimana bisa guru patuh pada muridnya? Bukannya murid yang seharusnya patuh pada gurunya.Sudah Nesha sangka jika seluruh warga penghuni SMA Adiwidia memang aneh-aneh.
Di kantor kepala sekolah, Tama, Nelio, Hisam (pemilik yayasan sekolah), dan Faisal (kepala sekolah) sedang melakukan pembicaraan penting di bangku sofa. Terus terang sebagai kepala sekolah, Faisal sangat kecewa dengan kelakuan Tama.
"Saya memang mengatakan jika posisi anda sebagai guru di sini masih mengambang. Kebanyakan pelajar mengeluh karena cara anda mengajar kurang bisa diterima. Tapi meski begitu harusnya anda memperbaiki diri, bukan malah menerima suap." kata Faisal.
"Iyalah. Manusia gila mana yang suka kimia. Pelajaran itu emang gak bisa diterima di otak murid-murid bodoh. Tch, alasan gak masuk akal." desis Nelio.
Celetukan itu yang membuat Hisam menepuk paha anaknya sekaligus melotot ke arahnya agar bisa menjaga tutur kata dan perilakunya.
Tama yang dinasehati hanya menunduk seraya mengangguk paham sekaligus menyesal.
"Maaf, Pak Tama. Tapi karena sudah membuat kesalahan fatal, saya tidak bisa memperpanjang kontrak anda lagi. Pak Tama, saya memecat anda." sanggah Faisal.
"Maafkan saya." cicit Tama.
"Dan kamu Nelio. Tidak seharusnya kamu memanfaatkan jabatan ayahmu. Jangan semena-mena," Faisal memperingatkan.
"Saya minta maaf karena kurang memperhatikan anak saya." sesal Hisam.
Terlihat jika Nelio memutar bola matanya malas, jika merasa sungkan jika ayahnya meminta maaf. Ia memang tidak pernah merasa bersalah dengan apapun kesalahannya.
"Juga tentang penghapusan klub yang anak bapak buat tanpa sepengetahuan pihak sekolah, dimana organisasi ini melibatkan ketua-ketua dari berbagai extrakulikuler, termasuk ketua OSISnya juga. Jadi saya minta siapapun yang terlibat dengan klub tersebut, diminta untuk kumpul di ruang outdorium." papar Faisal.
Usai sesi mediasi, kepala sekolah mempersilahkan ketiga tamunya untuk meninggalkan ruangan. Termasuk Tama sendiri. Sekeluarnya ia dari ruang kepala sekolah, dirinya sedang berjalan di koridor menuju ruang guru untuk menata barang-barangnya.
"Sabar, ya, pak. Semoga anda bisa cari sekolah yang lebih baik dari Adiwidia." Leali mencoba menenangkan.
Tama mengangguk pelan dengan balasan tadi.
Saat Tama sedang membereskan barang-barangnya di meja, sang pemilik yayasan baru saja muncul dari pintu. Sekoyong-koyongnya ia berjalan mendekati Tama dan berdiri di depannya. Tanpa tedeng aling-aling, pria setengah baya itu memukul kepala Tama dengan gulungan kertas.
"Apa-apaan anda ini? Bisa-bisanya patuh sama suruhan anak kecil! Lihat,'kan, anak saya jadi ikut terlibat." berang Hisman.
Tama lagi-lagi hanya bisa menunduk lesu. Jika dipikir-pikir, ia malu pada dirinya sendiri lantaran merasa bodoh yang mau menjadi suruhan anak kecil demi mendapatkan pekerjaannya. Mengenai kejadian penculikan tadi sore ataupun Nelio, terus terang ia tidak bisa menyalahkan siapapun, hanya bisa menyalahkan diri sendiri.
***
Siang itu saat jam istirahat berbunyi, baru saja Nesha keluar dari toilet wanita. Ia berjalan menuju wastafel untuk merapihkan penampilan dari seragam hingga tatanan rambutnya. Dilihat dirinya sudah rapi, ia pun berbalik hendak meninggalkan tempat itu. Langkahnya seketika terhenti saat mendapati Gira berdiri di ambang pintu masuk. Gadis yang sedang tatapan dingin itu menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Ia menutup pintu kamar mandi dan menguncinya dari dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1.] My Brave Girl ✔
Teen FictionResiana Neshara, seorang gadis tomboy biang onar terpaksa harus dipindahkan sekolahnya karena kesalahan dan masalah yang selalu ia perbuat. Saat berada di sekolah barunya, ia bertemu Alfian Naranza, seorang lelaki kutu buku yang pendiam dan cupu. Ne...