47. Comeback

35 3 0
                                    

Hari-hari terus berlalu, kehidupan Nesha yang biasanya penuh tantangan dan adrenaline berubah membosankan karena hanya diam di rumah neneknya.

Jika dikatakan teman adalah salah satu bentuk dari adanya pergaulan bebas, mungkin Nesha bisa memahami hal tersebut. Selama tinggal di rumah Sekar, ia memang terus merenungi kenakalan yang selalu ia lakukan semasa sekolahnya dulu, terlebih karena pengaruh rekan sebaya. Tapi Nesha tidak pernah menyesali perbuatannya, ia hanya seorang gadis remaja yang ingin mencari jati diri untuk bahagia.

Meski itu menentang orang tua.

Sepanjang hari gadis itu menyibukan diri dengan menonton televisi seharian, menghabiskan persediaan makanan di lemari es, atau bermain ponsel di kamar. Kadang jika memiliki niat, ia membantu neneknya membersihkan rumah, membantunya memasak, atau ikut membaur dengan tetangga yang sedang berkumpul di depan rumah Sekar setiap sore.

Meski kebanyakan kegiatan Nesha hanyalah bermalas-malasan saja, tapi Sekar tidak terusik dengan itu. Beliau hanya senang ada cucu yang menemaninya, dimana sejak anak-anaknya setelah menikah, ia sendirian tidak ada yang menemani. Ia tidak masalah jika Nesha diusir karena berandal, alasannya bisa diterima. Karena sejak ada Nesha di rumah selama dua pekan lebih, ia tidak lagi kesepian.

Sore itu Nesha baru saja memasuki rumah setelah Sekar menyuruhnya menyapu dedaunan di belakang sekalian dibakar katanya. Usai sudah pekerjaannya selesai, Nesha meregangkan otot-otot yang terasa pegal lantaran seharian anak itu hanya mendekam di kamar, ia baru keluar saat nenek menyuruhnya.

Keringat yang membasahi tubuhnya karena bergerak banyak tadi menyebabkan bau badan, membuatnya lantas memasuki kamar untuk mengambil handuk di sana. Karena handuk yang sebelumnya baru saja masuk ember cucian kotor, gadis itu mengarah ke lemari pakaian guna mencari handuk bersih untuk digunakan nanti. Dari atas sampai bawah ia mengacak-acak pakaiannya, tidak kunjung menemukannya.

"Mana lagi tuh handuk!" gerundel Nesha.

Ia terus mencari hingga lemari satunya. Ia mengangkat semua lipatan baju guna menemukan handuk yang dicarinya. Saat sedang sibuk mencari, sebuah benda baru saja terjatuh menimpa kepalanya. Seraya mengusap kepala yang terkena benturan tadi, ia menatap ke bawah melihat benda yang menjatuhinya tadi. Sebuah album baru saja menimpa kepalanya, ia lantas mengambil album usang tersebut.

"Foto papa." monolog Nesha.

Ia kemudian melihat pada rak yang mana menjadi sumber jatuhnya album tersebut. Di sana memang banyak tumpukan album kenangan. Penasaran dengan benda-benda usang tersebut, ia lantas mengambil semua tumpukan itu dan membawanya di atas ranjang. Album yang penuh debu membuat Nesha meniupnya agar partikel-partikel tersebut hilang. Membuka halaman pertama ternyata foto papanya sejak masih remaja bersama paman serta kakek-neneknya. Halaman berikutnya pun terdapat foto papanya yang masih menduduki bangku SMA. Gadis itu menyunggingkan senyuman tipis kala melihat wajah papanya terlihat tampan sejak masih muda, cara berpakaian yang terkesan urakan bahkan memiliki perkumpulan khusus.

"Pasti dulu bad boy sekolah." cibir Nesha.

Ia terus melihat-lihat gambaran papanya dulu. Hingga sampai pada foto masa remaja Laras dengan Arya sewaktu masih pacaran, Laras terlihat sangat cantik dengan rambut hitam, panjang, dan lurus, anggun seperti Desire.

"Orang ganteng ketemunya sama orang cantik. Pantes anaknya cakep-cakep." monolog Nesha.

Usai melihat-lihat foto papa dan mamanya dulu, ia membuka album selanjutnya. Dimana foto-foto tersebut berisikan foto Nesha dan Desire sejak usianya masih belia. Ia terkekeh geli melihat dirinya sendiri yang masih polos dan imut, album masa lalu memang penuh kenangan. Semakin membuka foto kenangan masa kecilnya, senyumannya memudar saar lembaran-lembaran selanjutnya adalah foto Nesha yang sedang digendong oleh Arya, dan kebanyakan memang foto dirinya dan papanya.

[1.] My Brave Girl ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang