7. Like what You Dislike

65 6 0
                                    

Malam itu suara kegaduhan terdengar ricuh di kediaman Arya. Melihat keadaan si bungsu yang babak belur, seragam robek, kotor dan kaki pincang membuat pria paruh baya itu murka. Anaknya tidak dibully, melainkan ia tau jika anaknya berkelahi dengan orang. Sebagai kepala keluarga, Arya sudah muak dengan kelakukan Nesha yang bisa dibilang pembuat masalah.

Nesha sedang duduk di lantai menundukan kepalanya saat Arya terus memarahi putrinya itu. Pria itu terus membuang semua barang-barang yang sengaja diambil dari kamar Nesha, seperti buku, baju, boneka, make up, hingga aksesoris lainnya. Semua barang-barang itu dilempar semuanya tepat di depan Nesha. Tangan gadis itu mengepal mencoba menahan emosinya.

"Kamu bukan anak kecil lagi! Pikir masa depan kamu, bukan malah jadi jagoan tukang berantem!!" gerundel Arya.

Emosi Arya membara dengan napas yang tersegal-segal mengeluarkan semua kekesalannya. Sebagai orang tua, pastinya ia khawatir dengan masa depan Nesha, apalagi mengetahui anak itu bukan termasuk siswi pandai. Akui saja jika jika dulu Arya pun seperti Nesha, hanya saja ia tau batasan dan tidak berlagak seperti jagoan.

"Mau jadi apa kamu, hah? Udah gak mau dengerin papa mending pergi aja! Kamu itu perempuan! Harusnya malu kalo berantem! Jangan bikin malu keluarga!" bentak Arya.

Nesha sudah tomboy dan bar-bar sejak SD, kala itu orang tuanya masih memaklumi anaknya karena mengira itu hanya untuk kesenangan dirinya saja. Namun semakin lama anak itu semakin liar dan tuman, dan kebebasannya itu bukan hanya untuk kesenangan, melainkan mencari kepopuleran, dan menjadi sok jagoan, begitulah pikir Arya.

"Denger gak papa bilang!!" pekik Arya melihat anaknya hanya terdiam menunduk.

Dua kali dipanggil masih juga belum ada balasan dari gadis itu. Lantaran geram, Arya kemudian mengambil sandal slippers dari kakinya hendak menyabat anaknya sendiri. Sebelum itu terjadi, Laras langsung menahan tangan suaminya agar tidak asal bermain tangan. Arya pun dibuat menggerang marah, hampir saja ia lepas kendali untuk memukul putrinya. Lelaki paruh baya itu lantas kembali masuk ke dalam kamar Nesha, ia keluar dengan membawa beberapa medali dan piala. Tanpa pikir panjang, Arya langsung membanting benda berwarna emas tersebut ke lantai, bahkan dua pialanya sampai patah karena hantaman keras.

"Buang semua!! Menyesal papa izinin kamu ikut turnamen!! Semua gak berguna!!" omel Arya dengan bentakannya.

Arya tidak hanya membanting medali dan piala, ia juga merobek sertifikat berharga milik Nesha hingga menjadi serpihan kecil. Baik medali, piala, ataupun sertifikat itu merupakan hasil kerja kerasnya saat memenangkan lomba pencak silat lewat berbagai ajang yang didapatkannya saat SD hingga SMP. Nesha suka silat, Nesha suka berkelahi, Nesha sedang menangis melihat prestasinya yang sudah tidak berharga lagi dimata Arya, padahal dulu ia pernah bangga melihat pencapaian hebat Nesha dengan kejuaraannya. Merobek sertifikat itu sama saja merobek mimpinya, prestasinya, kerja kerasnya.

Bersamaan dengan itu ada Desire yang baru saja tiba, ia juga terkejut melihat semua barang-barang berserakan di lantai, adiknya yang duduk terdiam di lantai dengan netra yang menampung air, serta wajah papanya yang memerah karena amarahnya.

"Ini peringatan terakhir, Nesha!! Sampai satu kali lagi kamu kaya gini, angkat kaki dari rumah!! Papa gak main-main lagi." final Arya mengancam, yang akhirnya berbalik meninggalkan tempat.

"Kak, kamu obatin luka Nesha, ya. Mama mau tenangin papa dulu." pesan Laras, ia pun sama, berbalik badan hendak mengejar suaminya.

Desire menuruti permintaan mamanya. Di sofa, ia mengoleskan kapas yang sudah dilumuri obat merah dan alkohol untuk mengobati lukanya. Gadis itu tidak meringis kesakitan meski Desire beberapa kali menekan lukanya.

"Kenapa kalo dibilangin gak pernah nurut, sih?" tanya Desire.

"Aku cuma mau jadi diri sendiri aja, kak." balas Nesha.

[1.] My Brave Girl ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang