Kemarin minggu terasa begitu cepat berlalu dan berganti ke hari senin, saatnya kembali menikmati enam hari penuh materi pelajaran. Pagi itu di koridor, Nesha sedang berjalan sendirian menuju kelasnya. Wajah datar gadis itu berubah sumriangah saat mendapati Ranza di depan hendak memasuki kelas. Sambil berlari mendekat, ia memanggil Ranza untuk berhenti.
"Hai Ranza!" sapa Nesha begitu di depannya. Mereka berdua berdiri tepat di ambang pintu masuk.
Yang disapa hanya menundukan kepalanya seperti enggan berkontak mata dengan gadis di depannya. Hal itu yang membuat Nesha menyatukan kedua alisnya bingung dengan tingkah aneh Ranza.
"Lo gak papa?" tanya Nesha sekali lagi.
Entah inisiatif dari mana, Nesha mengangkupkan kedua tangannya di kedua pipi Ranza agar mendongak mempertemukan netranya. Gadis itu terkejut melihat wajah Ranza yang penuh dengan luka dan memar.
"Ranza!! Ini kenapa?!" tanya Nesha khawatir.
"Lecet dikit." balas Ranza berseringai. Ranza kemudian menurunkan tangan Nesha dari wajahnya.
Nesha semakin dibuat khawatir saat melihat kondisi tangan Ranza juga sama penuh luka dan memar seperti wajahnya. Ia ingat saat malam kemarin Ranza baik-baik saja, kenapa saat bertemu lagi kembali babak belur?
"Siapa yang bikin lo kaya gini?" Nesha masih bertanya.
"Gak ada. Ini jatuh tadi." dusta Ranza.
"Lo bohong! Siapa yang bikin kaya gini?!" sungut Nesha semakin meninggikan nada bicaranya.
Ranza memutuskan kontak mata dengan Nesha, sungguh ia tidak mau menjawab satu namapun yang membuatnya babak belur seperti itu. Sedangkan Nesha sendiri masih berdiri di tempat menunggu jawaban, setidaknya ia berharap Ranza menyebutkan nama pelaku.
Ketegangan seketika luluh saat suara orang bersenandung terdengar. Kedua orang tadi yang masih diam di ambang pintu menoleh ke samping secara bersamaan, mendapati Arwin yang sedang mengangguk-anggukan kepala menikmati alunan musik dari earphone di telinganya. Arwin yang tadinya fokus pada ponsel seketika menatap ke depan dimana Ranza dan Nesha sama-sama sedang menatapnya.
"Apa lo lihat-lihat?!" ketus Arwin resah.
Wajah kriminal yang akan selalu Nesha ingat. Iya, tidak salah lagi, pasti Arwin pelakunya.
"Oh!! Jadi lo oknumnya?!" deduksi Nesha.
Tuduhan itu membuat Arwin menyatukan kedua alisnya bingung. Begitu pun Ranza yang melebarkan kedua bola matanya saat Nesha sembarangan menuduh orang.
"Lo yang udah nyakitin Ranza,'kan?! Ngaku gak!" imbuh Nesha semakin memekik.
Yang dituduh langsung menolehkan pandangannya ke arah Ranza, ia melihat bagaimana wajah dan tangannya memang penuh luka. Arwin berani bersumpah jika ia tidak melukai Ranza, setidaknya untuk satu minggu belakangan.
"Ada bukti gak lo nuduh gue?!" bela Arwin.
"Muka lo yang kriminalabe udah cukup jadiin bukti!" sembur Nesha.
"Bangsat, lo!" umpat Arwin tidak terima dibilang wajah kriminal.
"Udah, Nes. Bukan Arwin." bisik Ranza di dekat Nesha.
Pria itu sedikit menarik tangan Nesha agar gadis itu tidak menghadap lebih dekat lagi dengan Arwin. Sedangkan Nesha yang ingin mengulti Arwin kesulitan saat Ranza terus menarik mundur dirinya, hingga gadis itu akhirnya menepis paksa agar Ranza melepaskan tautannya.
"Kalo bukan Arwin siapa lagi?! Hah?!" sentak Nesha.
"Bosen hidup lo, ya?" sungut Arwin mulai kesal difitnah lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1.] My Brave Girl ✔
Novela JuvenilResiana Neshara, seorang gadis tomboy biang onar terpaksa harus dipindahkan sekolahnya karena kesalahan dan masalah yang selalu ia perbuat. Saat berada di sekolah barunya, ia bertemu Alfian Naranza, seorang lelaki kutu buku yang pendiam dan cupu. Ne...