6. We There Again

93 8 0
                                    

Masih di hari yang sama, sore itu sepulang sekolah Nesha baru saja tiba di depan rumahnya. Melihat sebuah motor matic yang terhenti di depan rumah membuatnya yakin jika di dalam ada tamu. Tapi ia tidak mendapati seorang pun yang duduk di meja. Itu bagus karena ia tidak mau ada orang yang melihat dirinya, apalagi wajah yang terdapat memar dan plaster, pasti keluarganya akan banyak bertanya.

Nesha berjalan secara mengendap-endap memasuki rumahnya untuk cepat-cepat masuk ke dalam kamar. Namun baru saja beberapa langkah ia berjalan ada Laras_mamanya_yang baru saja melintas di depannya. Beliau berhenti saat melihat putri bungsunya berjalan berjinjit seperti seorang maling. Segera saat itu pula Nesha menutup wajahnya dengan tangan ataupun rambutnya.

"Eh, Nesha, udah pulang. Mau makan dulu? Ada kak Arlan, tuh." ujar Laras menyapa.

"I-iya, mah." balas Nesha gugup.

Laras mengerutkan alisnya bingung melihat putrinya terus menutupi wajahnya. Hingga ia akhirnya berjalan mendekat, saat berada di depannya, wanita itu menangkup kedua pipi anaknya dengan raut wajah masih kebingungan.

"Kamu kenapa?" tanya Laras lagi.

"Gak papa, Mah." balas Nesha menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

"Sini Mama lihat!" suruh Laras.

Wanita paruh baya itu lantas menepis kedua tangan Nesha yang menutupi wajahnya. Terkejut juga melihat wajah anaknya babak belur seperti itu.

"Nesha!! Ini kenapa?! Kamu berantem lagi?" tanya Laras khawatir.

"S-sedikit." seringai Nesha.

Bagaimana bisa anak gadis itu tersenyum saat mamanya memasang raut wajah khawatir. Nesha belum satu minggu berada di sekolah barunya, tapi lihatlah dia sudah membuat masalah lagi. Laras memijat pelipisnya pusing bagaimana meluruskan jalan pikiran si bungsu. Itu bukan pertama kalinya Nesha pulang-pulang dalam keadaan babak belur.

"Mama udah gak kuat lagi, biar papa aja yang marahin kamu. Lepas jeketnya terus makan." titah Laras.

Nesha mengangguk mengiyakan perintah mamanya. Segera ia melepas jaket hitamnya dan membuangnya asal ke arah sofa dan berjalan begitu saja menuju meja makan. Laras yang melihat Nesha membuka jaket dibuat semakin terkejut lagi saat seragam putihnya begitu lusuh dan kotor, bahkan punggungnya terdapat bekas telapak sepatu.

"Ya Tuhan, anakku itu cewe apa cowo?" ucap Laras lirih.

Jangan ditanya berapa kali sebulan orang tuanya harus bolak-balik sekolah hanya untuk memenuhi panggilan dari konseling lantaran anaknya tidak henti-hentinya berbuat onar.

"Kak Arlan?" sapa Nesha saat mendapati seorang lelaki sedang berkutik di dapur bersama Desire.

Arlan merupakan tunangannya Desire, ia sudah dekat dengan keluarganya termasuk dekat juga dengan Nesha. Hanya saja saat mereka bertunangan, Nesha tidak bisa menghadirinya karena ada acara piknik dari sekolahnya.

"Nesha? Pindah sekolah lagi?" tanya Arlan sarkas. Ia juga tau jika calon adik iparnya biang onar.

Desir yang baru saja berbalik terkejut menatap adiknya yang bajunya lusuh dan kotor, juga wajah yang babak belur.

"Nesha!! Berantem lagi?!" pekik Desire.

"Kenapa sih semua orang berisik banget!!" ketus Nesha mulai kesal mendapat dua omelan dari mama dan kakaknya.

"Ini sekolah terak—"

"Berisik! Gue mau makan." sergah Nesha begitu saja, ia sedang tidak mau mendengar ocehan dari siapapun.

Digubris adiknya seperti itu membuat Desire kesal. Jika saja tidak ada Arlan di sana, sudah tentu ia akan menoyor atau bahkan menonjok adiknya itu. Demi menjaga image di depan calon suami, sebiasa mungkin ia tahan emosinya.

[1.] My Brave Girl ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang