"Kalo ada yang lebih menyebalkan dari mencuci piring noda rendang, itu berarti Arwin!"Begitulah yang dikatakan Nesha saat menatap di depan cermin. Ia menatap dirinya dengan perasaan berang lantaran teringat kejadian kemarin, saat tabrakan hingga membuat seragamnya kotor. Untung saja dua jam setelah itu sudah jam pulang langsung berbunyi, jadi ia bisa pulang secepatnya menahan malu dan kesal.
Meski begitu, ia tidak bisa melupakan kejadian tersebut. Benar-benar tidak bisa dimaafkan. Arwin saja tidak meminta maaf atau memiliki rasa bersalah, lelaki itu malah berbalik menyalahkan Nesha karena lalai tidak melihat jalan, juga ceroboh dan kekanak-kanakan karena berlari tidak jelas.
Oke, Nesha semakin membenci hari senin, ditambah adanya Arwin di kelasnya membuatnya semakin malas.
Untung saja selasa adalah Hari Buruh Nasional yang bertepatan pada tanggal 1 Mei, jadi tanggalnya merah. Tapi besoknya pasti upacara untuk memperingati Hari Pendidikan. Semoga saja saat berangkat nanti tidak ada lagi kesialan.
Nesha mendapat kabar jika iparnya akan datang bersama keluarganya melakukan acara lamaran pernikahan Arlan dan Desire. Sore atau siang nanti datangnya, semoga saja iparnya membawa hadiah menarik. Tidak ada salahnya juga berharap,'kan? Lagi pula Arlan selalu membawa sesuatu ketika berkunjung.
Karena hari itu masih pagi, Nesha sedang bersiap. Sebelum mandi, gadis itu berniat melakukan olahraga terlebih dahulu di belakang perkarangan rumah. Lantaran badannya sering pegal-pegal dan terasa lemah, ia memutuskan untuk mengembalikan keadaan jasmaninya.
Gadis itu sudah mengenakan seragam silat berwarna hitam lengkap dengan sabuk kuning. Rambut pendek itu diikat alakadarnya agar lehernya bebas dari anakan rambutnya.
Menuju belakang rumah, ia membawa sebuah samsak di tangannya, dimana samsak itu berukuran setara dengan tubuhnya sendiri. Sesampainya di belakang rumah, ia mengikat samsak pada dahan pohon agar bisa menggantung. Usai sudah aktivitas mengikat tali samsak, gadis itu berdiri tepat di depannya.
"Untuk sentuhan terakhir...." gumam Nesha.
Gadis itu kemudian mengambil sebuah poto cetakan berukuran sebesar kertas polio. Dimana itu merupakan wajah Arwin di foto kartu pelajar. Kemarin Nesha sempat melihat identitas pelajar SMA Adiwidia di akun media sosial dan mendapatkan biodata Arwin. Nesha tidak peduli dengan latar belakangnya, ia hanya akan mengambil fotonya saja untuk ditempelkan pada samsak.
Benar, Nesha menempelkan foto Arwin di samsaknya. Katanya biar lebih semangat olahraganya.
Usai memasang foto, ia lantas mengambil sarung tunju dan mulai memukul-mukul samsak tepat di wajah Arwin tanpa henti. Layaknya seorang psikopat, Nesha tersenyum riang saat memberikan tinju kuda-kudanya. Ia senang saat wajah Arwin di foto itu sudah lusuh dan robek. Rasanya ingin sekali memperlakukan Arwin yang asli hingga wajahnya bonyok seperti itu.
"Nesha." suara Arya menginterupsi.
Nesha menghentikan kegiatannya dan menolehkan pandanganya ke belakang. Dimana ia melihat papanya sedang berdiri dengan kaos oblong putih polos lengkap dengan sarung yang mengikat di pinggangnya. Lelaki paruh baya itu lantas berjalan mendekati putrinya dan berdiri di sampingnya dengan tangan di tumpuk di belakang tubuhnya.
"Udah sarapan?" Arya tanya, terdengar basa-basi.
"Belum." balas Nesha terdengar dingin. Ia lantas melanjutkan memukul wajah Arwin pada samsak.
"Sarapan dulu, gih."
"Iya. Nanti." kata Nesha terdengar acuh.
Arya memandangi putrinya yang nampak gusar akan kehadirannya. Ia sangat peka mengapa raut wajah Nesha terlihat judes seperti itu, pada dasarnya ia masih kesal dengan perkara tempo hari. Malam dimana Arya merusak barang-barang berharga milik anaknya, seperti piala dan piagam.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1.] My Brave Girl ✔
Fiksi RemajaResiana Neshara, seorang gadis tomboy biang onar terpaksa harus dipindahkan sekolahnya karena kesalahan dan masalah yang selalu ia perbuat. Saat berada di sekolah barunya, ia bertemu Alfian Naranza, seorang lelaki kutu buku yang pendiam dan cupu. Ne...