30. I'm Still Me

40 6 0
                                    


"Ibu gak bisa nuduh saya gitu aja!" ucap Arwin.

Di ruang guru itu, Ranza dan Arwin sedang duduk berhadapan langsung dengan Leali dengan meja sebagai pembatas. Di sana Arwin sedang membela diri bahwa ia tidak salah, hanya saja sepertinya Leali tidak mempercayai apa yang muridnya katakan, dan itu membuat Arwin lagi-lagi mendesah kesal sembari mengusap keningnya.

"Lo jangan diem aja, dong!!" sungut Arwin menatap kesal pemuda di sebelahnya.

"Saya gak asal menuduh, Arwin. Ada bukti lain yang buat saya percaya jika kamu memang mengambil soal ulangan." celetuk Leali.

"A-apa?!" beo Arwin.

Sebelum menjawab, Leali meletakan ponsel di atas meja untuk menunjukan foto yang ia dapatkan dari Tama. Gambar menunjukan jika Arwin sedang berdiri di ruang guru dengan tangan yang memegang lembaran kertas. Foto itu mungkin menunjukan salah paham, mereka mungkin mengira Arwin mengambil soal lalu memfotokopinya.

"I-itu b-bukan j-ja..." ucap Arwin gagap. Sebenarnya ia ingin mengatakan jika itu bukan kertas soal, melainkan berkas tentang data Resti. Namun jika ditanya alasan dirinya mengambil data milik Resti, pasti jawaban dan pertanyaan akan lebih beruntun, apalagi di sebelahnya ada Ranza-pemuda itu tidak boleh tau jika ia dan Nesha menjalankan sebuah misi amatiran. Tapi jika tidak dikatakan sebenarnya, Arwin masih akan terjebak dalam fitnah yang mengambil soal ulangan.

Dilema, itulah yang Arwin rasakan.

'Huh...kenapa sulit!! Dasar cewek pembawa sial!!' batin Arwin memaki Nesha. Sebabnya karena menolong gadis itu, dirinya kena imbas perihal kesalahan yang tidak dilakukannya.

"Untuk flashdisk yang ditemukan di ransel Ranza, saya memang tidak punya bukti kuat. Tapi jangan kira saya tidak akan menghukum kamu. Habis liburan semester, kalian masih tetap akan diskors...sampai waktu yang ditentukan." cetus Leali.

"Berapa lama?" tanya Arwin.

"Saya tidak tau. Masalah ini sangat fatal dan bisa menurunkan predikat sekolah, mungkin kalian bisa saja di-drop out dari sekolah karena melanggar kode etika dan aturan Adiwidia pasal 12 ayat 1 tentang kejujuran dalam ujian. Kalian tau apa?"

"Siswa/siswi yang melakukan tindakan kecurangan dalam ujian akan mendapatkan 50 point dari sekolah." sahut Ranza.

"Benar, dan 50 itu setengah dari 100. Jadi hukumannya akan berat."

Arwin kembali mengusap belakang kepalanya sebal, erangan kecilpun terdengar sayup. Sekedar meningatkan jika Arwin paling benci dengan yang namanya point, apalagi saat tempo hari ia mendapatkan 30 point. Jika ditotalkan artinya ia mendapatkan 80 point, dan jika ia mendapat 20 point lagi, mungkin wajah Arwin tidak terlihat lagi di SMA Adiwidia. Padahal selama ini ia mati-matian menjaga nilai mata pelajaran sekaligus sikap agar lulus mendapatkan nilai terbaik, tapi harapannya terlihat semakin samar akan adanya point.

"Jangan gundah, sebagai wali kelas kalian, saya akan berusaha menjaga kalian. Sementara saya melakukan panggilan orang tua, kalian kerjakan ulangan di sini saja, ya." ucap Leali.

"P-panggilan orang tua?!" beo Ranza.

"Iya. Panggilan orang tua. Silahkan ambil kertas soal dan jawaban di meja Pak Rahmat." titah Leali.

Suara meja bergeser terdengar nyaring saat Arwin bangkit dari duduknya. Dengan perasaan gusar, dirinya lantas mengambil kertas soal berserta jawaban kosong lalu mengisinya di bangku kosong di sana. Sedangkan Ranza sendiri dibuat cemas dengan keputusan Leali barusan untuk melakukan panggilan orang tua, bahkan saking cemasnya ia masih bergeming di tempat tanpa mau mengambil kertas soal yang diperintahkan tadi.

[1.] My Brave Girl ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang