1. Prolog

360 15 0
                                    


Sore itu suasana seluruh ruangan serasa menegangkan, elektrodiagram atau layar monitor pendeteksi detak jantung terus menunjukan garis hijau lurus dengan bunyi yang sangat melengking. Beberapa dokter pun sedang berusaha menekan-nekan dada, juga hentakan dari defibilator dengan tegangan yang semakin tinggi sudah dilakukannya demi mengembalikan detakan jantung itu. Namun jika takdir tuhan sudah berkehendak, dokter saja sebagai manusia biasa tidak bisa melakukan apa-apa.

"Kabari keluarga pasien jika beliau tidak bisa diselamatkan." titah dokter pada suster.

Suster itu mengangguk dan segera keluar dari ruang operasi untuk memberi kabar duka. Di depan ruangan itu sudah ada tiga orang keluarganya yang sedang menunduk khawatir.

"Atas keluarga Ibu Halen?" tanya Suster.

"Iya! Saya suaminya, istri saja baik-baik saja, 'kan?" tanya Sanjaya, wanita yang mengaku sebagai suaminya tadi.

"Kami atas nama rumah sakit meminta maaf yang sebesar-besarnya, semua tenaga medis sudah berusaha menyelamatkan nyawanya. Tapi suami ibu sudah meninggal dunia, sekali lagi kami tenaga medis turut berduka cita dan meminta maaf yang sebesar-besarnya." jelas suster.

Sanjaya yang mendengarnya mulai meringis pilu mendengar istrinya yang usianya sudah berkepala lima itu telah meninggal. Kakinya melemas tidak sanggup mendengarnya, ia menangis deras seraya melepaskan kesedihannya.

Gira, putrinya yang juga mendengar kabar itu pun langsung memeluk mamanya dari belakang dan ikut menangis sambil terisak. Melihat papanya yang menangis seperti itu membuat kesedihan Gira bertambah berkali-kali lipat. Juga seorang pria remaja yang hanya berdiri bersandar pada tembok seraya menundukan kepalanya. Meski tidak mengeluarkan air mata, hatinya sangat terkoyak mendengar kabar duka tersebut.

***

Saat senja menjelang tangisan Sanjaya belum juga mereda, ia tidak sanggup melihat jenazah istrinya yang tertutup kain kafan perlahan dikebumikan. Harusnya ia yang harus menguatkan putrinya, namun malah Gira yang menguatkan dirinya. Selama dua jam memakan waktu menghantarkan jenazah, satu persatu pelayat pun meninggalkan pemakaman. Begitu juga Gira yang mengajak mamanya pulang agar Halen tenang di dunia barunya.

Setelah berada di rumahnya, Sanjaya berjalan lebih dulu memasuki rumah dan mendudukan dirinya di sofa, masih dengan keadaan menangis.

Sementara Gira yang hatinya geragetan langsung menghentikan langkah kakinya dan berbalik menatap ke belakang. Ia mendapati pria jakung berpakaian serba hitam berdiri sambil kepalanya menunduk. Rasa kesal yang ia kumpulkan pun dilampiaskan begitu saja dengan menampar keras pipi pria itu, namanya Ranza.

"Puas? Puas lo udah rebut semua kasih sayang mama? Sampai kapan sadar kalo lo cuma anak adopsi! Anak pungut!" hardik Gira dengan tatapan nyalang.

"Maaf, Gira." cicir Ranza.

"Gue muak lihat wajah lo! Brengsek!! Lo bajingan!! Gue benci lo!!" pekik Gira sambil memukul-mukuli dada Ranza.

Sedangkan Ranza yang dipukuli hanya terdiam meski Gira mengerahkan seluruh tenaganya. Bagi Ranza itu tidak seberapa dengan semua kejahatan yang menimpa dirinya, jika boleh sombong, pukulan Gira sangat lemah, bahkan sakit pukulan itu tidak seberapa dengan sakit di hatinya.  Gira yang lelah memberi pukulan itu pun merosotkan tubuhnya saat kakinya tidak sanggup menahan tubuhnya. Di lantai pun ia terduduk sambil terus menangis pilu.

Dua orang itu sebenarnya kakak beradik, hanya saja Ranza bukan anak kandung dari Sanjaya dan Halen. Dulu sejak pernikahan mereka yang ke 5 tahun, tuhan belum memberikannya anak. Mereka pun memutuskan mengadopsi anak dari panti asuhan_Ranza_seorang bayi yang berhasil membuat Halen jatuh hati padanya. Tepat saat Ranza berusia satu tahun, Halen akhirnya berhasil mengandung seorang putri cantik yang bernama Gira.

Hanya saja, Halen terlalu pilih kasih dengan anaknya. Gira merasa jika Halen lebih menyayangi Ranza, karena penurut, pintar, dan baik. Hal itu yang membuatnya cemburu dan tidak menyukai kakaknya.

Sanjaya, sang papa pun hanya berpihak pada Gira, hingga pria itu selalu memanjakan putrinya. Perbuatan licik dengan bermain tangan dengan menyiksa atau merendahkan anak angkatnya itu pun ada, maksudnya tanpa pengetahuan Halen, suaminya beserta putri kandungnya selalu melakukan tindak kekerasan pada anak baik itu.

"Pergi lo dari sini!! Balik sana ke panti!! Mama meninggal gara-gara lo!!" usir Gira.

To be Continued...

[1.] My Brave Girl ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang