22. Worry Us

40 4 0
                                    

Di koridor itu tangan Nesha terus saja ditarik oleh Gira, tidak tau hendak kemana. Tadi saja sempat berpapasan dengan Arwin dan nyaris saling menabrak lantaran Gira berjalan sangat cepat, lelaki itu hanya menatap kedua teman kelasnya bingung.

Hingga lamanya berjalan, Gira akhirnya menghentikan langkah kakinya di depan ruangan penyiaran. Ketika membuka pintu, nampaklah ruangan yang seperti studio musik. Namun tujuan Gira mengajak Nesha bukanlah untuk bernyanyi atau memberikan pengumuman untuk satu sekolah. Gadis bermata sipit itu melangkahkan kakinya di sebuah pintu bercatkan cokelat yang ada di pojok ruangan, Nesha tetap membuntutinya seperti anak ayam. Begitu memasuki ruangan, nampaklah beberapa komputer berwarna hitam di atas meja. Gira langsung mendudukan dirinya di kursi yang ada di depan komputer.

"Mau apa sih, Ra?" tanya Nesha.

Gira tidak langsung menjawab pertanyaannya, ia masih sibuk mengutak-atik papan ketik, hendaknya mencari fail yang ada di komputer milik sekolah itu. 

Sembari menunggu Gira selesai dengan aktivitasnya, pandangan Nesha menyapu seluruh ruangan—yang tidak pernah ia datangi semenjak sekolah di SMA Adiwidia. Ruangan yang merupakan tempat dimana semua rekaman CCTV yang ada di seantero sekolah tersimpan di komputer sana. Bahkan dari layar komputer itu Nesha melihat anak laki-laki yang ada di kelasnya sedang mengganti kaos olahraga dengan kemeja seragam.

astagfirullah...mata gue yang suci. Batin Nesha.

"Lihat!"

Suara Gira menginterupsi, membuat Nesha memalingkan pandangannya dari komputer berisi rekaman aktivitas seluruh warga sekolah.

"Apa ini?" tanya Nesha.

"Lihat aja, semoga lo gak nyesel deketan sama cowok itu." peringat Gira.

Nesha memperhatikan saat Gira menunjukannya sebuah rekaman CCTV yang ada di depan gudang sekolah. Terpampang kejadian saat pukul 05:48 atau subuh menjelang pagi. Beberapa saat kemudian, pintu gudang terbuka menampakan dua pelajar yang baru saja keluar. Mereka adalah Ranza, dan seorang gadis berambut panjang. Hanya saja penampilan gadis itu sangat urakan, rambut berantakan, baju lusuh, juga kancing seragamnya terbuka separuh. Dari raut wajah gadis itu, ia terlihat ketakutan, kakinya bahkan bergidik bergetar. Di sana Ranza menutupi bagaian depan tubuh gadis itu dengan ranselnya, sebelum ia akhirnya membawanya pergi hingga lenyap dari pantauan CCTV.

"M-maksudnya apa, Gira?" tanya Nesha.

"Gak usah pura-pura polos. Gue tau apa yang lo pikirin." kata Gira.

Nesha menelan ludahnya gugup, pasokan oksigen yang ada di sekitarnya mendadak menipis membuatnya sulit untuk bernapas. Hal yang dilakukan Nesha hanyalah mencoba berpikiran positif.

Gira mengambil ponsel yang ada di saku celana trening olahraganya. Dipijatnya layar benda pipih itu sejenak, sebelum ia memperhatikan layar ponselnya di depan Nesha. Sebuah foto yang memperlihatkan Ranza dan gadis tadi di depan rumah sakit.

"Dia Resti, gadis aneh yang udah keluar dari sekolah ini. Gak ada yang tau alasannya." ucap Gira, seraya mengantongi kembali ponselnya.

"Resti?" beo Nesha.

"Iya, dia yang gue ceritain. Temen gue dulu, keluar sekolah karena hamil." koreksi Gira.

"Gue yakin Ranza gak kaya gitu..." bela Nesha, entah mengapa suaranya parau layaknya orang hendak menangis.

"Lo gak tau siapa dia. Kelihatannya aja baik, tapi aslinya busuk. Gue udah peringatin lo dari awal, jangan deketin dia, dia itu bermasalah. Karena lo yang keras kepala dekatin dia terus, gue bisa apa? Itu 'kan hak lo." kata Gira.

[1.] My Brave Girl ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang