Sore itu saat bel jam terakhir di SMA Adiwidia berbunyi membuat para pelajar di sana berhamburan pergi meninggalkan kelas masing-masing. Salah satu kelas di sana terlihat kosong, sebenarnya masih ada seorang siswa yang masih berkutik di bangku tengah kelas sendirian, dia Arwin yang belum juga meninggalkan kelas meski waktu pulang sudah berakhir. Bukan tanpa alasan ia duduk di sana, ia sedang melanjutkan materi pelajaran atau lebih tepatnya merangkum kembali materi yang gurunya beri saat jam pelajaran tadi.Jam sudah menunjukan pukul 4 sore, kebetuan saat itu ada klub OSN IPA yang sebentar lagi akan dimulai. Remaja berparas tampan itu lantas merapihkan semua alat tulisnya dan memasukannya kembali ke dalam ransel, dua buku ia pegang lantaran tidak muat dimasukan ke dalam tasnya. Baru saja ia hendak keluar melewati pintu, langkahnya terhenti saat seorang gadis nyaris saja menabraknya. Gadis itu berhenti dan memandangi Arwin sejenak.
"Resti. Belum pulang?" tanya Arwin.
Gadis itu mengangguk. "Iya. Aku mau pulang."
"Ada pertemuan Klub OSN IPA. Mau ikut, gak?" tawar Arwin.
Sejenak gadis berambut sebahu itu bergeming seraya mengempotkan bibirnya, ia juga menunduk alih-alih menjawab pertanyaan Arwin.
"Gimana?" ulang Arwin masih menunggu jawaban.
"M-maaf, hari ini aku gak bisa." balasnya.
Usai menjawab, Resti berlalu melewati Arwin dengan memasuki kelas untuk mengambil ransel yang tertinggal. Arwin memperhatikan bagaimana gadis itu keluar dari kelasnya meninggalkan dirinya seorang. Jika dilihat dari raut wajahnya tadi, ia terlihat pucat bahkan matanya sedikit memerah seperti seorang yang sedang menahan tangisan.
Tidak biasanya Resti menolak ajakan untuk mengikuti klub belajar.
Lantaran klub IPA-nya sebentar lagi dimulai, Arwin memutuskan untuk tidak menghiraukannya dan pergi menuju ruangan khusus pertemuan antaranggota klub. Di SMA Adiwidia sendiri pertemuan Klub pelajaran seperti itu lebih sering aktif setahun dalam sekali saat mendekati waktu Olimpiade Sekolah Nasional. Sekitar empat jam mendekam mendengarkan materi yang diberikan guru pembimbing, para pengikut klub lantas keluar dari ruangan itu, termasuk Arwin.
Dilihatnya horizon barat sudah tidak nampak lagi mentari di sana. Hari sudah menggelap menampakan ribuan bintang, bulan sabit, serta panorama lampu kota di jalanan yang terlihat jelas jika dilihat dari lantai 4 SMA Adiwidia. Meski sejak pagi ia hanya duduk, namun rasanya lelah juga karena banyaknya materi masuk menjerumus otaknya. Hari sudah gelap, koridor sekolah biasanya terlihat ramai namun berubah sepi seketika. Suara langkah kaki yang ia rajut menggema secara berirama di sana.
Detik itu menjadi sunyi saat ia mendengar suara orang berteriak, membuat Arwin menghentikan langkah kakinya sejenak. Ia memperkirakan suara jeritan itu berasal dari kelasnya, hal itu membuat Arwin menelan ludahnya gugup karena takut.
Baru saja ia kembali berjalan, langkahnya terhenti lagi saat melihat seorang gadis berjalan mundur keluar dari kelasnya.
"Resti?" gumam Arwin.
Rasa ingin menghampiri tentu ada. Namun melihat gadis itu berjalan mundur dengan raut wajah ketakutan membuatnya bingung. Resti bahkan menjatuhkan dirinya sendiri dan melanjutkan mengesot mundur dengan raut wajah semakin takutnya.
"Gak!! Jangan mendekat!! Pergi!! Pergi kalian!! Aku gak salah, itu bukan salahku!! Kalian jahat!! Pengkhianat!!" pekik Resti.
Usai berteriak, Resti kembali berdiri dan langsung berlari begitu saja meninggalkan tempat.
Sejujurnya, Arwin pun dibuat penasaran dengan apa yang terjadi, apalagi saat Resti menyebut nama 'kalian' sebagai subjeknya, pasti di sana ada lebih dari satu orang. Saat ia hendak melanjutkan langkahnya menuju kelas—penasaran dengan apa yang barusan terjadi—dering ponselnya berbunyi. Ia mengambil ponsel dari saku seragamnya, ternyata Mia menghubunginya. Segera ia mengangkat panggilan dari maminya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1.] My Brave Girl ✔
Teen FictionResiana Neshara, seorang gadis tomboy biang onar terpaksa harus dipindahkan sekolahnya karena kesalahan dan masalah yang selalu ia perbuat. Saat berada di sekolah barunya, ia bertemu Alfian Naranza, seorang lelaki kutu buku yang pendiam dan cupu. Ne...