9. See and Fight

51 6 0
                                    

Nesha sedang memasukan buku dan semua perlengkapan tulis ke dalam tas, juga memasukan Tuan Dolu ke dalam tas. Boneka lumba-lumba yang selalu ia bawa untuk menemaninya tidur, entah di rumah ataupun di sekolah.

Tebak siapa yang Nesha perhatikan sepanjang hari, dia Ranza. Sejak meninggalkannya sendirian di koridor siang tadi, Ranza selalu menghindar dari kontak mata. Maksudnya pria itu dingin seakan tidak mau melihat Nesha yang duduk di samping bangkunya. Kekesalannya juga bertambah mengingat Agha tidak ke perpustakaan hingga Nesha sendiri yang harus mengemasi buku-buku di sana.

Bel pulang sekolah akhirnya berbunyi, Ranza yang biasanya pulang saat kelas sepi tiba-tiba melencang pergi begitu saja meninggalkan kelas. Siapa juga yang tidak bingung dengan sikap anehnya?

Kerena gadis itu masih memiliki rasa penasaran yang cukup tinggi, ia pun segera keluar kelas untuk mengejar Ranza. Begitu keluar, suasana koridor begitu ramai dipadati murid-murid lain dari kelasnya yang berhamburan keluar, dan itu membuat Nesha kesulitan untuk melintas. Saat itu pula Ranza semakin menjauh hingga lenyap dari pandangan.

Saat Nesha berhasil keluar dari desakan murid lain, ia masih tidak menemukan Ranza bahkan saat sudah keluar dari pintu masuk sekolah. Ia melihat Agha dan kawan-kawan saja, bersamaan dengan itu, ia mendapati Ranza yang hendak keluar dari gerbang sekolah. Meski rasa ingin mematahkan leher Agha semakin tinggi, namun lebih tinggi lagi keinginan untuk menemui Ranza. Nesha pun menepikan egonya yang ingin memarahi Agha, ia segera berlari menuju gerbang sebelum Ranza menghilang lagi.

"Ranza!! Berhenti!" teriak Nesha.

Dipanggil satu, dua, tiga kali tidak menoleh, Nesha pun segera menarik tangan Ranza agar berhenti melangkah lagi. Terlihat jika Ranza menundukan kepalanya saat berhadapan dengan Nesha.

"Lo kenapa lagi? Kenapa aneh banget sih." tanya Nesha.

"Nesha... Jangan deket-deket lagi, ya. Kamu berantem sama Arwin gara-gara bela aku."

"Cuma karena itu?" beo Nesha.

"Itu bukan sekedar 'cuma'. Jangan sampai terluka lagi, apalagi gara-gara aku. Gak enak jadinya, jadinya kepikiran terus." balas Ranza pelan.

Nesha yang mendengarnya merosotkan bahunya sedikit lega. Namun masih bingung juga.

"Jadi lo mikirin gue?" goda Nesha. Ranza membalasnya dengan mengulum bibir seraya menganggukan kepalanya dua kali. "Lo lucu. Gue suka sama lo." imbuh Nesha berseringai.

Untuk kedua kalinya ia mengatakan jika dirinya menyukai Ranza. Bukan karena apa, sikap polos dari pemuda itu selalu membuat Nesha gemas. Jika saja pipi Ranza itu tembam, mungkin sudah ia gigit. Sayangnya visual dari Ranza begitu kurus.

"Gue mau deket lo terus. Boleh 'kan gue jadi temen lo?" tanya Nesha.

"Emm... Temen deket boleh gak?" Ranza berbalik tanya lagi.

"Deket banget?"

"Deket aja. He-he." balas Ranza seraya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Nesha mengangguk sambil tertawa pelan dengan balasan tadi, ia ingat jika Ranza tidak berbicara dengan orang manapun. Sikapnya terlalu tertutup menjadi halangan untuk orang lain sulit berinteraksi, bahkan bicara dengan orang pun seringkali menunduk. Ranza itu lucu, hanya saja cupu. Banyak orang sinis karena sifat pemalunya. Tapi orang seperti itu memang harus banyak dicurigai, mereka pasti memiliki banyak rahasia.

***

Malam itu saat langit cerah tanpa mendung, saat ribuan bintang menghiasi langit, bersamaan dengan itu Nesha sedang ada di luar mendudukan diri di ayunan depan rumahnya, sendirian hanya ditemani angin malam. Saat pulang sekolah suasana hatinya sedang baik-baik saja, tapi saat makan malam dan Arya baru pulang dari kerjanya membuat mood Nesha buruk seketika. Tadi ia sempat melayangkan tatapan sinis sambil membanting sendok sebelum meninggalkan meja makan. Gadis itu masih sebal lantaran ayahnya memarahinya sambil merusak benda paling berharganya, piala dan piagam Kejuaran Nasional Tingkat SMP.

Sembari menikmati lagu Cool With You dari New Jeans yang dirilis tahun 2023 kemarin, Nesha sedang memperbaiki piala yang patah dengan merekatkannya dengan lem. Juga menyambungkan piagam atau sertifikat yang sobek menjadi serpihan kecil dengan menggunakan isolasi putih. Setidaknya nama, ajang, dan urutan prestasi nomor satunya masih bisa dibaca meski sudah kusut dan penuh tambalan.

"Nesha."

Sang empunya nama langsung menoleh saat namanya dipanggil, ternyata dia Laras_mamanya_yang sedang berdiri  sambil memegangi penyangga ayunan.

"Kamu gak mau makan?" Laras bertanya.

"Nanti, kalo papa udah tidur." balas Nesha masih fokus menambal piagamnya.

"Udahan, ya, marahnya. Gak baik loh anak ngambek lama-lama ke orang tuanya. Anak durhaka itu namanya." bujuk Laras. Wanita paruh baya itu kemudian mendudukan dirinya di samping Nesha.

"Aku gak marah, papa yang marah. Aku cuma ikutin alur hidupku saja."

"Tapi kalo itu bertentangan sama restu orang tua gimana? Kamu gak akan pernah bisa berhasil lewati alur hidup kamu sendiri, bahkan kalo alurnya cuma tiduran terus." papar Laras.

"Papa juga dulu nakal, papa gak punya prestasi yang bisa dibanggakan. Dan lihat, papa udah sukses jadi orang terpandang... Juga dapetin mama yang cantik." kata Nesha sembari melengkungkan bibirnya. Pria berkedok papanya itu hanya bisa memarahi tanpa melihat dirinya di masa lalu seperti apa.

"Papa kaya gitu karena korbanin masa mudanya, ia sadar jika kehidupan yang akan dilaluinya akan semakin sulit dari yang dijalaninya sekarang. Masa depan yang pasti itu kematian, tapi jalannya itu tidak ada yang tau... Kecuali kalo musyrik tanya ke cenanyang." kata Laras, terkekeh diakhir kalimat.

"Tapi, Mah—"

"Oke, kalo sekarang kamu gak mau nurut. Tapi mama harap kamu cepat sadar dan denger nasehat mama. Kamu gak akan selamanya muda, mama harap kamu bahagia di masa depan." sela Laras sebelum Nesha memprotes lagi.

Seketika gadis berusia 17 tahun itu terdiam seketika, terdiam merenungi setiap bait nasehat yang diutarakan oleh mamanya. Masa muda memang indah untuk dinikmati, tapi masa depan pun harus dipikir secara matang.

Dari depan, dahi Nesha tiba-tiba ditoyor oleh sodarinya sendiri.
"Denger tuh!! Gak usah sok-sokan ngambek. Lo kira, lo imut ngambek kaya gitu? Enggak, ya, masih imutan gue." sosor Desire yang entah muncul dari kapan. Yang ditoyor pun hanya menggeram kesal.

Laras yang melihat Desire masih membully adiknya memberikan mata melotot. Masalahnya Nesha itu butuh ketenangan untuk berpikir, kakaknya malah masih menjahilinya.

"Nih, makan es buah." titah Desire yang menyodorkan semangkok es buah pada adiknya.

Hampir saja Nesha kesal dengan kakaknya, tapi ia kembali tersenyum saat Desire memberikannya minuman kesukaannya. Memang paling enak makan-makanan yang manis dan segar kala sedang bad mood.

"Sini, mama bantu pasangin." ujar Laras menawarkan bantuan.

Laras mengambil salah puluhan serpihan piagam membatu si bungsu merekatkannya kembali, begitu pun Desire yang ikut membantunya. Sebagai ibu, Laras pun sebenarnya tau jika piagam dan piala itu adalah benda paling berharga bagi Nesha, setelah Tuan Dolu tentunya. Sekitar dua jam mereka bertiga sibuk merekatkan benda penghargaan itu, usai sudah aktivitas mereka.

"Makan, ya. Papa udah selesai kok makannya. Lagi nonton bola di televisi tuh." final Laras.

Setelah Nesha mengangguk, ia merapihkan kembali barang-barangnya sebelum bersama-sama pergi masuk ke dalam rumah. Kebetulan juga ia sedang lapar.

To be Continued....

[1.] My Brave Girl ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang