Sepulangnya Nesha dari belakang sekolah tadi, dirinya langsung berjalan menuju kelas. Langkahnya terhenti dengan jarak dua meter dari bangkunya saat mendapati Arwin yang sedang tidur di bangku Nesha. Pria itu menjadikan boneka lumba-lumba berwarna biru milik Nesha sebagai bantal. Nesha tidak suka melihat Arwin, apalagi saat menyentuh Tuan Dolu (Dolphin lucu) kesayangannya.
"Woy tukang palak!! Bangun lo!!" seru Nesha membangunkan Arwin.
Baru saja pria itu membuka matanya, Nesha langsung menarik Tuan Dolu hingga kepala Arwin terbentur di mejanya. Nesha lantas menepuk-nepuk bonekanya menghilangkan debu di sana, juga sesekali menciuminya. Bau parfun casablanca milik Arwin menempel di sana.
"Sakit, bego!" umpat Arwin mengusap-usap keningnya sendiri.
"Ini tempat duduk gue, ya! Pergi lo!" usir Nesha.
"Siniin bantalnya. Pluffy banget." puji Arwin.
"Dih, ogah!" ketus Nesha sinis.
Nesha lantas menepis tubuh Arwin dengan bonekanya, membuat pemuda berusia 17 tahun itu akhirnya beranjak dari bangku Nesha. Gadis itu kemudian mendudukan dirinya di bangkunya. Ia lantas menatap ke samping dimana di sana ada Ranza yang sedang menggoreskan pena di atas buku, juga telinga yang disumpal headset. Pria itu masih terdiam tidak berkutik, seolah lupa bahwa tadi Ranza dan Nesha baru saja mengobrol.
Saat itu guru yang mengajar di kelas itu sudah masuk dan sedang menerangkan segelincir materi pada anak-anak didiknya. Pandangan Nesha tidak henti-hentinya menatap Ranza yang dengan fokus memperhatikan materi, kadang ia merangkum apa yang dikatakan gurunya itu.
Merasa diperhatikan, Ranza ikut menoleh ke samping dan mendapati Nesha yang sedang memperhatikannya. Ranza berteleng ke depan, mengisyaratkan gadis itu untuk untuk memperhatikan pelajaran. Bukannya menurut, Nesha malah menggelengkan kepalanya. Entah dengan gadis itu, mengapa terus memperhatikannya.
"Kamu minus berapa?" tanya Nesha sedikit berbisik. Sekedar mengingatkan jika Ranza itu memakai kacamata.
Pria itu mengangkat ibu jari, telunjuk, serta jari tengah, artinya jika kesehatan matanya minus delapan. Nesha mengangguki balasan tersebut. Hingga akhirnya Ranza mengambil sebuah stikcy note miliknya dan menuliskan sesuatu, sebelum akhirnya menempelkan kertas berwarna tersebut pada botol air minum Nesha. Dimana kertas sticky note itu bertuliskan.
'Terima kasih untuk rotinya, aku akan membalasnya nanti.'
***
Masih di hari yang sama tepatnya saat detik-detik menuju jam terakhir pelajaran. Bukan di kelas, melainkan ruang bimbingan konseling, di sana Arwin sedang tertunduk mendengar ocehan dari Lina atau guru yang bertugas memberi pencerahan pada anak bermasalah. Seseorang baru saja melaporkan perbuatannya yang menindas serta memalak Ranza saat di kantin.
Benar-benar tidak habis pikir dengan sosok Arwin jika anak itu ternyata penindas. Arwin sebenarnya masuk dalam golongan golongan siswa cerdas, di kelasnya dia menempati peringkat ke tiga, setelah Gira dan Ranza. Hanya saja nakalnya itu yang membuatnya tidak habis pikir.
"Arwin, saya kasih kamu 30 point." Lina menutup celotehannya.
Usai mendapatkan banyak omelan dari guru pembimbing, pemuda itu diizinkan untuk kembali ke kelasnya. Selama perjalanan menuju kelas, anak itu tidak henti-hentinya menggerutu kesal setelah mendapatkan point dari sekolah. Point yang dimaksud bukanlah sebuah tambahan nilai atau lencana, melainkan point yang diberikan jika ada siswa yang melanggar aturan sekolah. Point itu bisa mengurangi nilai pencapaian belajar, dan jika sampai 100 maka pelajar tersebut akan di-drop out. Meskipun Arwin nakal, pria itu masih memperdulikan nilainya, bisa dibilang jika ia termasuk siswa ambis.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1.] My Brave Girl ✔
Fiksi RemajaResiana Neshara, seorang gadis tomboy biang onar terpaksa harus dipindahkan sekolahnya karena kesalahan dan masalah yang selalu ia perbuat. Saat berada di sekolah barunya, ia bertemu Alfian Naranza, seorang lelaki kutu buku yang pendiam dan cupu. Ne...