30. Merely Gaze

237 37 0
                                    

Perdebatan Jennie dengan ayahnya terjadi kemarin. Dua malam Jennie tidur di sofa dan merasa cukup dengan cuci muka dan gosok gigi di kantor.

"Song Jihye!" Dari sofa, Jennie memanggil nama asistennya setelah menghabiskan tetes terakhir dari sebuah botol yang seharusnya berisi cairan pembersih mulut.

Jennie rasa, toleransinya pada alkohol meningkat semakin baik, dengan ketergantungan yang semakin memburuk. Jennie selalu bilang pada diri sendiri akan berhenti besok, tapi kemarin dia lupa mengatakannya, jadi mungkin dia bisa mulai berhenti besok.

Jika Jennie sangat sibuk, maka Jihye lebih sibuk lagi. Dia yang bolak-balik ke apartemen Jennie mengambil kebutuhan majikannya.

Dari depan pintu, Jihye berlari menghampiri Jennie. Membungkuk cepat padanya. "Ya, Nona Jennie."

"Tangkap!"

Meski sedikit terkejut, Jihye menyergap tepat kunci mobil dengan kedua telapaknya.

"Pulang sana!"

"N-namun——"

Jennie menoleh ke belakang mengikuti arah pandang Jihye dan menemukan bibinya.

Hyunjin mendekati Jennie untuk mengulurkan sebuah dokumen padanya. Dia ingin geleng-geleng kepala atau menunjukkan rasa kasihan, tetapi Hyunjin tahu Jennie sangat berbeda dengan Jisoo dan bukan ekspresi keibaan yang Jennie butuhkan. "Kau akan menggantikan manajer marketing bertemu mitra sponsor untuk membahas konsep periklanan."

Jennie menerima uluran dokumen itu, tapi alisnya mengerut tak mampu menyembunyikan rasa tidak suka. "Pergi ke mana manajernya? Kenapa bukan orang lain dari tim marketing yang menggantikan? Jadwalku sudah padat, Imo." Jennie sedikit merengek. "Ini terlalu mendadak. Aku bahkan belum tahu apa-apa tentang ini. Aku tidak suka terlihat bodoh di depan orang lain."

"Kau tidak perlu terlalu banyak berpikir. Kau tinggal bilang ya kalau suka konsepnya dan jawab saja tidak kalau tidak suka," jawab Hyunjin dengan nada santai.

"Kerja yang serius, perusahaan ini bisa bangkrut kalau kau main-main."

Jennie mendesah sementara mendorong dirinya berbaring ke pangkuan sofa. "Imo itu dokter, tapi selalu ke sini. Kenapa tidak Imo saja yang mengurus perusahaan ini?"

"Berpakaian yang rapi, oke?" Terjeda sejenak sampai Hyunjin memanggil, "Jennie-ya ...."

Jennie mengerti akhir kata bibinya itu berupa panggilan yang meminta Jennie menatapnya, tetapi Jennie tetap pada posisinya. "Hmm."

"Seriuslah menjalani hidupmu. Hidup cuma sekali dan tidak lama. Kau harus hidup dengan bahagia dan juga menjaga kesehatanmu. Kau pasti ingat ibumu pernah sakit apa. Apa pun yang sudah terjadi dalam hidupmu, hiduplah untuk saat ini, ciptakan kebahagiaanmu sendiri. Bagaimana pun, kau sudah terlanjur hidup di dunia ini."

Jennie ingin menangis lagi, jadi dia memejam. "Antarkan aku, lalu kau boleh pulang, Song Jihye."

***

"Kau tidak mau makan?"

Di meja makan apartemennya, Chaeyoung memangku dagu dengan dua telapak tangannya. Tersenyum lebar dan menggeleng di saat bersamaan memandang wajah manajernya.

"Aishh ...." Pria itu mengeluh. Namun, tetap menelan kunyahan ayam goreng di mulutnya. "Kau membuatku tidak nyaman. Memangnya aku sedang syuting?! Ambil saja!"

Chaeyoung mempertahankan senyumnya. "Aku ingin sekali makan ayam goreng, tapi Oppa tau aku tidak bisa mengendalikan diri ketika sudah mulai makan. Dengan melihat Oppa makan, aku akan ikut kenyang dan tidak perlu khawatir dengan berat badanku."

TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang