CW // self harm
***
Ata paham. Jika dilihat dari sudut pandang orang lain, tindakan yang ia ambil belakangan ini memang terkesan impulsif. Seperti tidak pernah memasuki sesi pertimbangan yang matang. Cenderung asal-asalan. Seperti bukan tindakan manusia dewasa yang harusnya memikirkan dampak ke depannya.
Tapi, masa, sih, setelah rangkaian panjang didikan keras semi militer dari Bapak Irawan Yang Terhormat itu, Ata masih gagal dalam menggunakan logika? Ia harusnya sudah terbiasa berpikir kritis. Dipaksa mengambil keputusan penting saat terjebak di situasi buruk, adalah makanannya sehari-hari. Tentu, agak tidak masuk akal jika trigger kecil dari Jaiz dan saran konyol dari Mala bisa menggoyahkan pondasinya yang kuat itu.
"Nggak mungkin. Si Birru Birru ini pasti munculnya nggak tiba-tiba."
Abi baru saja mendengar kabar soal Ata yang memilih terbang ke Jepang untuk menyusul Bella hanya demi membatalkan pertunangannya. Alibinya, sih, lewat text tidak akan mempan. Bella sudah tidak tertarik untuk membuka room chat-nya dengan Ata. Mau ditunggu sampai perempuan itu balik? Kelamaan! Terlanjur Eyang berulang tahun yang ke-100 kalau dibiarkan.
Ya, bisa jadi, sih. Tapi, dalam sekali lihat saja, siapa pun bisa menebak, gelagat Ata ini sudah berada di luar akal sehat. Apa sih yang ingin dikejar sampai harus pulang-pergi Jakarta-Jepang dalam satu hari?
"Memang." Kean menjawab santai. "Udah aku bilang, kan, tadi? Birru itu tetangga kecilnya waktu di Bandung."
"Bukan itu maksud gue." Abi menghela napas. Mengamati cukup lama adiknya yang tengah menatap serius ke laptop. Kean itu memang bisa bekerja di mana saja, fleksibel. Tapi, kacaunya, di mana saja, ia akan mengangsur kerjaan demi mempunyai banyak waktu luang untuk pacaran. Bucin.
"Menurut lo, masuk akal nggak kalau Ata tiba-tiba pengen ngenalin Birru ke Eyang gitu aja? Alasannya apaan coba? Naksir? Terakhir ketemu sama-sama masih SD bukan, sih? Emang bisa secepat itu?"
Kean menghentikan gerakan jarinya, mengangkat pandangan untuk membalas tatapan Abi sekilas. Ia mengangguk-anggukan kepala; malah ketularan overthink-nya Abi. "Bener juga." Untungnya, Kean langsung tersadar di detik yang sama. Kenapa pula dia harus repot-repot memikirkan hal tidak penting itu? "Ya, biarin aja toh, Mas. Nggak usah dipikirin, lah. Bukan urusan kita."
Andai mereka berdua tau.
Ada urutan timeline yang panjang untuk semua hal yang terlihat serba mendadak ini.
Pindah secara permanen dari Bandung, tidak membuat Ata langsung lupa dengan bocah perempuan yang hampir setiap hari mengekorinya keliling kompleks. Meski memang lebih sering terganggu, tentu saja Ata juga sempat merasa kehilangan.
Bulan-bulan pertama, ia masih rutin menanyakan keberadaan Birru kepada Mala dan Mama. Kapan bisa main-main ke Bandung lagi? Dengan siapa Birru nantinya bermain? Sampai akhirnya, ia sadar sendiri, Mama mungkin tidak cukup senang jika harus mendengar pertanyaan itu berulang-ulang. Terlebih, ada kesalahpahaman yang tercipta lantaran timing kepindahan mereka yang hanya berselang tiga hari setelah insiden penculikan oleh ART tidak waras itu.
Kata Mala, keluarga Birru lumayan tersinggung. Hingga akhirnya, lama-kelamaan, karena ego yang sama-sama tinggi, kedua belah pihak memutuskan untuk tidak lagi saling bertukar kabar.
Masuk ke Junior High School, Ata tidak sengaja menemukan akun sosial media yang ia yakini milik Birru. Namanya terlalu unik untuk dimiliki banyak orang—Meghana Birru. Sementara fitur wajahnya terlalu sulit untuk dilupakan oleh Ata. Bocah itu sudah tumbuh sedikit lebih besar; lebih tinggi, rambutnya yang dulu sering diikat ponytail sudah sepanjang punggung dan sudah beragam bentuknya, giginya juga tidak ompong lagi di sana-sini. Dari bocah sombong menyebalkan, dia menjelma menjadi remaja alay pada umumnya—setidaknya itulah yang Ata lihat melalui postingan keseharian Birru.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Awan Biru
Roman d'amourBirru inget Ata. Yang tampilannya budak korporat banget; rambut berantakan, muka kucel karena terlalu banyak pikiran, kemeja putih yang lengannya digelung hingga siku, tapi jam tangannya mahal. Persis kayak punya Papi. Ata juga inget Birru. Bocah ce...