CW // Harsh Words , Family Issue
P.s Tolong hidupin data internet yaaa***
"Ternyata gue memang nggak salah lihat." Archie menaikkan alis tepat setelah Ata memperkenalkan diri. Tangan yang terulur itu ia biarkan tergantung cukup lama. "Cakrawala, right? Adiknya Mala?" Baru menyambutnya, dengan genggaman yang cukup kuat.
Ata sudah terbiasa mengintimidasi orang-dia sudah terlatih untuk itu. Tapi, kali ini, boleh diakui, Archie adalah lawan yang cukup membuatnya gentar di awal. Pantas saja Birru sering takut. Jika menurut perempuan itu Ata adalah seseorang yang galak, mungkin Archie berada di atasnya—di atas langit masih ada langit. Fitur wajah Archie—kalau boleh jujur-terlihat tidak ramah. Terlebih, ketika dia tersenyum miring seperti saat ini.
"Jadi, lu pacarnya Birru?" Archie mempersilahkan Ata untuk duduk. Senyumnya terkembang lagi—visualisasi sarkasme. "Yang bikin perjodohan adik gue batal dong, ya?"
Tidak ada basa-basi. Langsung ke intinya.
"Gue boleh ngomong santai juga, ya, Bang? Lu yang mulai soalnya." Ata ikut tersenyum. Dia berusaha mengikuti alur yang diciptakan Archie tanpa niat untuk mengalah. "Bukan gue yang bikin perjodohannya batal. Kalau nama gue sempet kedengaran dari keluarganya Jaiz, mungkin itu cuma cara dia biar bisa lepas dari permintaan orang tuanya. Jaiz nggak beneran pengin dijodohin. Dan, yang paling penting, Birru nggak suka." Ia membalas tatapan Archie; tidak ada keraguan. "Normalnya, harus nanya Birru dulu nggak, sih, Bang? Dia terima apa nggak?"
Sekian detik, Archie akhirnya mengalihkan pandangan. Ia tertawa kecil. Entah apa yang lucu dari bagian panjang kalimat Ata.
"Tadi ...." Archie berdeham. "Di kamar Birru ngapain aja?" Dia bersandar pada sandaran sofa. Masih menatap Ata dengan sorot penuh penghakiman.
"Nggak ngapa-ngapain. Gue lagi sakit. Disuruh tidur dulu sebelum balik. Nih." Ata menunjuk sesuatu yang masih tertempel di dahinya. "Ditempelin Bye Bye Fever."
Archie mengangguk-anggukan kepala. Dia sudah bisa menebak karakter Ata; masih dugaan. Bayangan tentang bocah songong yang sering menjemput adiknya untuk bermain-main di jalanan kompleks, masih menyatu dengan sosok yang kini di hadapannya. Tidak jauh berbeda. Dulu, saking sibuknya belajar, Archie tidak sempat berinteraksi banyak dengan laki-laki ini. Nasib yang sama juga berlaku pada Birru. Tapi yang jelas, ketika Birru menangis karena ledakan amarah dari Elfie, adiknya itu akan lebih memilih berlari untuk bersembunyi di belakang punggung Ata yang sama kecilnya dengan tubuh mereka waktu itu. Alih-alih Archie.
"Lu sering masuk unit apartemen Birru juga, kan?" Satu serangan terakhir. Sepertinya, Ata memang tidak tertarik untuk menebar omongan manis hanya demi mendapatkan restu darinya. Menarik.
"Jadi, selain udah tau kalau gue ini dulu tetangga lu. Anaknya keluarga Cakrawala. Lu juga tau kalau gue sering mampir ke apartemen Birru." Ata tersenyum, mencondongkan badan, mengistirahatkan kedua tangannya di lutut. "Siapa mata-mata lu, Bang? Lili? Atau ada yang lain?"
Kali ini Archie tergelak. "Gue yang milih apartemen Birru, security-nya kenalan gue." Sedetik, ia tersenyum getir. "Seenggaknya gue bisa mastiin tempat tidurnya aman walaupun jauh dari pengawasan gue langsung. Birru itu ... penakut."
"Make sense." Ata juga akan melakukan hal yang sama kalau Chaca berniat tinggal di kota yang jauh dari rumah. "Birru nggak tau, ya, berarti?"
Archie tidak menjawab. Ia menelengkan kepala, menatap Birru yang berdiri—bersembunyi di balik tubuh Ata—tak jauh dari lorong dapur. Kemungkinan besar sudah menyimak cukup banyak.
"Tapi, bagus, deh. Gue pikir lu kurang peduli, Bang. Sorry. Kayaknya gue terlalu negative thinking, dah. Birru sering cerita kalau dia takut sama lu soalnya." Akhirnya, Ata bisa merilekskan otot-otot. Cukup lega setelah menyampaikan semua isi kepalanya. Dia tersenyum lagi, sudah memiliki niat yang berbeda. Sekon berikutnya, ia mengulurkan tangan, mengulang perkenalan mereka di awal. "Damai ya, kita? Hehehe. Maaf dari tadi nggak sopan."
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Awan Biru
Roman d'amourBirru inget Ata. Yang tampilannya budak korporat banget; rambut berantakan, muka kucel karena terlalu banyak pikiran, kemeja putih yang lengannya digelung hingga siku, tapi jam tangannya mahal. Persis kayak punya Papi. Ata juga inget Birru. Bocah ce...