Hi, ini chapter bonus. Nggak berpengaruh ke plot kalau di-skip. Enjoy!
***
Birru sudah mulai tidak menyukai hari ulang tahunnya sejak tahun ke-6 ia hidup di dunia.
Walau belum sepenuhnya mengerti alasan di baliknya, gadis kecil itu sudah paham, hanya dirinya sendiri yang akan terlihat senang tiap kali Papi mengadakan pesat ulang tahun besar-besaran itu. Di tengah hiruk-pikuk manusia yang tidak sepenuhnya ia kenal, warna-warni dekorasi yang menggantung juga menempel di dinding, balon-balon, kue-kue manis, meriahnya tepuk tangan hingga nyanyian selamat, wajah muram Teteh akan terlihat begitu kentara. Sedang keabsenan Abang akan selalu menjadi tanda tanya hati kecilnya. Lalu, kenapa pula Mami harus repot-repot memaksakan senyum sambil bertepuk tangan jika aslinya baru saja menangis? Wajah yang sembab itu bahkan masih belum berhasil tertutupi make up.
Kemudian, sebelum Papi mulai memberi perintah kepada orang-orangnya untuk mempersiapkan perayaan yang ke-7, Birru memutuskan untuk sadar diri.
"Mulai sekarang, Dede nggak pengen ngerayain ulang tahun lagi."
"Loh. Kenapa, Sayang? Ada yang Dede nggak suka? Hm? Papi boleh tau?" Papi yang baru saja pulang kerja, berusaha menyamakan tingginya dengan gadis kecil itu. Ia berjongkok. Mengelus pelan rambut Birru yang panjang sampai ke pinggang. Papi selalu menyukai rambut panjang ini. Kata beliau, jangan pernah dipotong pendek.
"Nggak papa." Tiap ditanya begitu, Birru hanya akan sanggup menggeleng meski kedua matanya sudah berair. Bocah itu selalu berharap ia adalah pembohong handal. Tapi sialnya, respons tubuhnya justru membongkar semua dengan mudah. Nanti, pelan-pelan, dia akan terus belajar caranya menyembunyikan kecewa dan sedih agar Papi tidak perlu khawatir lagi. "Semuanya sibuk. Ngerayainnya lain kali aja, ya, Papi. Boleh, kan?"
Permintaan Birru adalah perintah bagi sang papi. Karena itu, ia dengan cepat membatalkan semua rencana. Dia bukannya tidak tau, anak-anaknya yang lain memang sudah terlihat jelas tidak menyukai Birru. Dia pun sadar, hal ini terjadi karena ulahnya sendiri. Dosa besar dan kebohongan. Serta ambisi untuk menebusnya melalui eksistensi Birru di dunia.
Namun, mau bagaimana pun dunia ini jungkir balik, tetap tidak ada yang bisa mengubah fakta bahwa Birru adalah favoritnya. Ahli-ahli tidak merayakan sama sekali, dia memutuskan untuk mengajak Birru ke belakang rumah di saat semuanya tertidur.
Sembunyi-sembunyi menyalakan satu lilin kecil di atas kue rasa stoberi yang cukup untuk dimakan berdua saja. Berbisik-bisik dia akan menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun. Bersama pendar lilin yang memantul ke wajah mereka berdua. Juga senyuman lebar satu sama lain. Bersama doa-doa yang mengudara dengan tulus.
"Selamat ulang tahun, Anak Papi. Semoga hidup kamu lebih banyak bahagianya, daripada sedihnya," katanya tepat setelah Birru cekikikan melihat asap kecil mengebul dari bekas lilin yang padam. "Ini rahasia kita, ya? Berdua aja. Cuma Birru sama Papi yang boleh tau. Jangan kasih tau siapa-siapa."
"Mami juga?"
Papi mengangguk. Membawa Birru ke dalam pelukannya. Dalam hati merapalkan sejuta kata maaf. Sadar, dialah sumber semua kekacauan yang terjadi di keluarga ini. "Mami juga."
Tentu saja, rahasia itu akan sampai dengan sendirinya ke telinga Mas Napnap. Karakter oversharing Birru sudah terbentuk sejak dini. Sadar atau tidak, dia mulai menceritakan aksi kucing-kucingannya dengan Papi. Kelewat excited. Sementara Napnap hanya sanggup menyimak sambil mempertanyakan apa yang istimewa dari satu lilin kecil dan satu slice kue ulang tahun rasa stoberi.
"Terus, kamu ulang tahunnya udah nggak pakai balon-balon lagi? Udah nggak pakai baju princess lagi juga, dong?"
Itu pertanyaan yang menyedihkan—seharusnya—mengingat bagaimana Birru sangat menyukai benda oval yang melayang-layang di langit-langit rumah. Tiap sekian menit ia akan mendongak hingga lehernya sakit. Menunjuk-nunjuk balon helium warna pink dan biru sambil tersenyum lebar. Tapi, Birru yang sekarang malah terlihat jauh lebih bahagia jika dibandingkan dengan hasil foto pada perayaan besar-besaran ulang tahun ke-6.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Awan Biru
RomansaBirru inget Ata. Yang tampilannya budak korporat banget; rambut berantakan, muka kucel karena terlalu banyak pikiran, kemeja putih yang lengannya digelung hingga siku, tapi jam tangannya mahal. Persis kayak punya Papi. Ata juga inget Birru. Bocah ce...