Hari telah berganti sore, Anindita masih berdiam di gazebo fakultas sendiri. Ditemani dengan laptop yang masih nyala, dia menunggu makanannya datang. Dia tadi sempat memesan makanan online untuk menemani lapraknya. Nyatanya praktek semenyenangkan itu tetapi tidak dengan lapraknya. Dia harus menyelesaikannnya karena besok pagi harus sudah dikumpulkan.
"Permisi dengan Kak Anindita?" fokusnya teralihkan. Pria sedang kaos abu-abu dibalut jaket hitam menghampirinya dengan kresek hitam yang membalut box berisi ayam asam manis. Anin dengan sopan memberikan selembar uang hijau dan selembar uang kuning pada sang kurir. Tiba-tiba fokusnya teralihkan kala sosok yang tadi pagi ia bela lewat dihadapannya.
"An!" Anugrah, merasa ada yang memanggil dia menoleh. Sayang sekali Anugrah lebih memilih untuk pergi setelah kontak mata dengan sang kurir.
"Kamu temannya dia?" Anin hanya mengangguk menanggapi pertanyaan dari sang kurir.
"Ah, ternyata dia punya teman juga" Anin memasang wajah penuh tanda tanya, seolah ingin mengetahui lebih tentang hubungan Anugrah dengan kurir dihadapannya ini.
"Anugrah itu adik saya"
"Adik?"
"Iya, dia adik saya satu-satunya. Dia dari kecil memang ngga punya teman sama sekali kak. Dia selalu takut setiap kali dia bertemu orang. Dia selalu terkena bully sejak dia masuk sekolah mungkin sampai sekarang? dia selalu menutup diri sama saya kak. Waktu tadi saya liat binar di mata dia waktu ngeliat kakak, saya jadi agak lega. Setidaknya dia punya teman." Pria itu mencoba menceritakan tentang adiknya. Adiknya yang menjadi alasan di hidup sampai detik ini.
"Maaf kalau menyinggung, orang tua kalian gimana?"
"Orang tua saya udah meninggal beberapa waktu kami masih kecil. Jadi ya saya ngurus dia dari kecil" Lagi-lagi kurir tersenyum tipis. Menenggak ludah kasar merasakan kegetiran hidupnya.
"Anugrah, em.. bukan bermaksud menyinggung atau apapun. Dia tuna rungu dari kecil?" Kurir itu mengangguk.
"Anugrah memang sudah terlahir istimewa, kak. Dia juga sudah pintar sejak kecil, makanya dia sering dimanfaatkan teman-temannya. Dia juga sering mendapatkan perlakuan yang kurang dari orang di sekitar dia. Kak, saya mohon sangat. Bantu dia, ya? saya takut dia melakukan hal-hal yang aneh, kak. Dia ngga sekuat itu." Mata Anindita memerah dan berair di sudutnya. Ternyata hidup dia jauh lebih beruntung daripada Anugrah dan kakaknya. Nyatanya hidupnya jauh lebih sempurna daripada hidupnya Anugrah dan kakaknya.
"Oh ya, nama kaka siapa? saya Laluna Anindita, panggil Anin saja"
"Saya Jeffiary Seodarma"
-Lengkara di Ujung Senja-
"Januari!" Suara menggelegar Harsa bersama angin yang berembus. Januari yang hendak pulang menghentikan langkahnya.
"Apa?"
"Pulang bareng dong. Males gua sama si Nando bawaannya marah-marah mulu, gelo" Gerutu Harsa sambil menghabiskan es teh jumbonya.
"Eh Jan, kemarin gua ketemu sama nyokap lo di swalayan trus nanyain tempat tinggal lo" Langkah Januari terhenti sejenak. Harsa yang berjalan di sampingnya ikut berhenti.
"Jangan mbahas nyokap gua, Sa. Jangan kasih tau tempat tinggal gua." Harsa yang mendapat aura intimidasi pun hanya mengangguk nurut, Januari kalo marah seram.
"Jan, lo masih shift jam berapa hari ini?" Harsa mencoba mengalihkan percakapan, siapa tahu mood Januari kembali bagus.
"Malem, kenapa?"
"Ngga papa sih, niatnya gua mau nongkrong di warung makan tempat lo kerja. BEM fakultas mau ngadain rapat, bisa kan?" Januari hanya mengangguk. Sepanjang jalan Harsa mengoceh dan hanya dibalas anggukan oleh Januari. Dalam hati kecil Januari, dia tetap bersyukur karena Tuhan menghadirkan Harsa dalam hidupnya. Menjadi alasan dia tersenyum di saat dunia begitu jahat padanya. Bahkan ketika dia kembali, Harsa tetap bersamanya.
"Sa, saat kesadaran gua diambil dia, harusnya lo pergi. Dia benci lo, Sa. Tapi kenapa lo masih di sini? Jangan terlalu baik, Sa. Ngga semua orang bisa menerima kebaikan lo"
HALLO GUYS!
WELCOME TO BACK!
GIMANA CERITANYA?
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN YA!!
KRITIK JUGA SARAN JUGA
LOVE U ALL
KAMU SEDANG MEMBACA
Lengkara di Ujung Senja (Segera Terbit)
Teen FictionBagi Anindita, asumsi orang di sekitarnya adalah segalanya. Hidupnya bergelimpangan dengan komentar baik membuatnya merasa sempurna, seperti namanya. Sebelum akhirnya dia bertemu dengan Januari, lelaki dengan segala problematika kehidupan yang jauh...