Epilog

63 33 46
                                    

Desir angin menerbangkan anak rambut seorang gadis yang tengah duduk sendirian di bibir pantai. Matanya tertutup seraya menikmati bau khas laut yang mengeruak di indra penciumannya. Napasnya begitu teratur seolah gadis itu tertidur. Bisingnya suara ombak yang memecah di antara karang tak mengusik gadis itu.

Langkah kaki seorang lelaki pelan justru membuat gadis itu membuka matanya. Gadis itu berbalik dan mendapati seseorang tengah membawakannya sebuket bunga mawar putih. Mata gadis itu benar-benar membinar layaknya bulan di malam hari.

"Cantik"

Gadis itu tersipu ketika lelaki itu memujinya. Lelaki itu duduk di sampingnya dan memberikan sebuket bunga dan kotak beludru warna merah. Gadis itu lantas dengan antusias membuka kotak beludru pemberian lelaki dihadapannya. Kalung dengan bandul bulan yang indah.

"Kamu kaya bulan, Nin. Kamu seolah menyinari hidup aku kala malam tiba. Tak peduli ketika siang kamu tak terlihat tapi keberadaan kamu ada. Terima kasih Laluna Anindita, telah membuat Pramudya Januari tak merasa dunianya begitu gelap"

"Anin, aku pamit dulu, ya? duniaku terlalu gelap untuk terus aku lanjutkan. Selamat menjalani hidup baru tanpa aku. Aku akan selalu mengenangmu di surga nanti. Selamat berbahagia bulanku"

Gadis itu tersenyum lembut. Tetapi, senyumnya perlahan menghilang bersamaan dengan lelaki di sampingnya yang perlahan memudar seolah terbawa angin.

"Janu!"

Hallo guys epilog selesai ya!
see u guys!
jangan lupa vote komen dan kritik saran
-salam cinta author

Lengkara di Ujung Senja (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang