Janu kali ini tak pulang ke rumahnya setelah bekerja. Dia lebih memilih untuk duduk di pinggir jalan yang semakin malam semakin sepi. Ditemani sekaleng soda dan pop mie yang ia beli dari minimarket kedekatan itu dia berkawan dengan kesepian. Entah dia tak tahu mengapa dia merasakan kekosongan ini. Tidak ada hal yang menarik dalam hidupnya lagi. Hidupnya hanya sekedar bangun, kuliah, nugas, dan part time. Hal itu terus berulang.
"Heh!" Tiba-tiba manusia aneh dateng entah dari mana. Dia membawa sekotak martabak telor kesukaan Janu.
"Lo ngapain ke sini?" Tanya Janu tanpa menoleh ke arah Harsa.
"Dari kos Nando," Jawab singkat Harsa sambil menyomot martabak yang masih terlihat hangat itu.
"Ngapain lo ke kos Nando?"
"Ngga ngapa-ngapain. Cuma main PS" Janu berdengus mendengar jawaban Harsa. Bisa-bisanya dipadatnya laprak dia masih sempat-sempatnya main PS.
"Healing bro. Gua nggak mau stress yah. Hidup itu sekali. Harus dinikmatin," Ucap Harsa dengan bangga.
"Serah" Janu malas menanggapi seseorang di sampingnya itu. Dia lebih memilih memakan pop mie nya yang sepertinya sudah matang.
"Jan, lo beli pop mie dimana? gua mau" Janu menunjukan minimarket di seberang sana. Harsa langsung lari menuju minimarket dan membeli pop mie beserta mogu-mogu kesayangan dia.
"Jan, are you okay?" Tanya Harsa. Dia tahu jika lelaki itu banyak pikiran dia lebih memilih menyendiri.
"Hm? emang gua kenapa?"
"Heh! gua temenan sama lo ngga cuma sebulan dua bulan ya, gua tau gelagat lo kalo lagi banyak pikiran" Janu hanya diam, tak berniat merespon. Harsa masih setia di sampingnya menunggu lelaki yang ia kenalnya lebih dari lima tahun itu mengeluarkan unek-uneknya.
"Gua kayanya harus berhentu kuliah" Harsa yang tengah menyeruput pop mie terhenti seketika.
"Hah? kenapa?"
"Saldo tabungan gua menipis. Gua udah nunggak UKT 3 semester. Mana bisa gua lanjut? Belum lagi gua harus bayar utang mama gua" Harsa tersedak mogu-mogunya.
"Utang? maksudnya?"
"Rekening ku ditangguhkan. Ternyata rekening gua jadi jaminan mama gua buat pinjaman. Pantes selama ini saldo gua selalu berkurang meskipun gua ngga make. Gua ngga tau gimana mama gua bisa mengatasnamakan gua sebagai jaminan utangnya," Jelas Janu yang disimak baik-baik oleh Harsa.
"Lo bisa lanjut kuliah. Gua bisa pinj-"
"Nggak, Har! gua ngga mau merepotin lo. Gua bakalan kuliah lagi mungkin setelah utang mama gua lunas" Janu tak ingin merepotkan Harsa tentang apapun itu. Harsa sudah terlalu banyak direpotkan olehnya.
"Har, gua rasanya muak. Di setiap keadaan ini rasanya gua mau menghilang dari bumi. Seolah-olah gua ngga pernah ada. Har, pernah ngga sih lo bayangin seberapa capenya gua yang selalu dikejar-kejar kenyataan yang begitu buruk. Lebih buruknya yang memperburuk keadaan adalah orang tua sendiri. Gua sempet mikir kenapa ya aku terlahir dari rahim mama gua? Mungkin kalau boleh milih, gua ngga bakalan milih buat dilahirkan, Har. Harusnya mereka ngga bisa lolos ketika udah melahirkan gua. Harusnya mereka jadi tempat pulang gua. Itu yang harusnya dilakukan orang tua" Harsa kali ini hanya diam. Tak bisa bereaksi bagaimana.
"Har, nyatanya aku selalu merasa kosong. Hidup bertahun-tahun dengan manusia-manusia brengsek yang bersikap seolah mereka hebat. Mereka selalu melakukan segalanya seenaknya. Membuang darah dagingnya seenaknya, menjadikan jaminan atas perbuatan keji yang mereka lakuin. Har, gua mungkin bakalan dipecat sama pemilik tokonya. Lagi-lagi alasannya karena mama gua yang berulah. Tadi mama ngga sengaja ketemu gua lagi sift. Posisi mama gua lagi mabok berat terus buat kerusuhan, marah-marah dalem toko. Hahaha, ternyata sejauh apapun gua lari dari orang tua gua, gua bahkan terus terikat" Janu berusaha tak menangis. Tidak, dia tak ingin menangis hanya karena manusia yang tak pantas ia sebut sebagai mama.
"Jan, lo tau ngga yang lebih menakutkan dari hantu? ya, manusia. Mereka bakalan membuang hal yang menurut mereka udah ngga berguna. Tapi nyatanya ketika mereka membutuhkannya mereka bakalan memungutnya kembali bagai tak punya harga diri. Itu kenyataan yang nggak bisa kita sangkal. Tapi, lo juga manusia. Lo juga berhak melakukan hal yang sama. Buang hal yang menjadi sumber masalah lo. Berkawan dengan sumber masalah ngga membuat diri lo jauh lebih baik" Benar, Harsa benar. Nyatanya memang seperti itulah manusia. Nyatanya begitulah mamanya. Yang akan membuang dirinya ketika ia tak butuh dan akan menjadikan dirinya kambing hitam bagai tak punya harga diri.
"Udah, balik. Besok gua bantu cari info loker. Gua anter lo balik pake Fauzi"
"Fazzio anjing!" Mereka tertawa sejenak. Harsa memang paling bisa memang paling bisa membuat Janu tertawa dengan tingkahnya.
"Jan!!" Teriak Harsa, suaranya teredam oleh suara angin yang kencang.
"Apa!" Balas Janu yang tak kalah keras.
"Pada akhirnya solusinya akan terus memaklumi keadaan. Semakin lama, lo makin nggak bisa mengendalikan keadaan. Nyatanya pepatah waktu yang akan menyembuhkan luka itu terealisikan"
"Jan, lama-lama lo bakalan memaklumi segala perilaku mama lo dan lo bakalan lebih memilih untuk meninggalkan hal yang buat lo terluka, termasuk mama lo"
Hallo guys
gimana kabarnya
maaf ya kali ini kurang ngefeel keknya huahua
btw jangan lupa vote dan komen yaaa
happy weekend
kritik saran juseyo
-salam dari author
KAMU SEDANG MEMBACA
Lengkara di Ujung Senja (Segera Terbit)
Teen FictionBagi Anindita, asumsi orang di sekitarnya adalah segalanya. Hidupnya bergelimpangan dengan komentar baik membuatnya merasa sempurna, seperti namanya. Sebelum akhirnya dia bertemu dengan Januari, lelaki dengan segala problematika kehidupan yang jauh...